Sabela Gayo[1]
PELAKSANAAN Pemilu merupakan bagin dari proses pembentukan pemerintahan yang legitimate. Legitimate meliputi keseluruhan tahap pelaksanaan pemilu yang dimulai dari rekrutmen calon anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) sampai pengumuman hasil pemilu legislatif 2014 nanti. Semua proses tersebut harus menjunjung tinggi asas penyelenggara pemilu yang mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.
Tercapainya hasil pemilu yang berkualitas dan legitimate sangat tergantung pada kualitas penyelenggara pemilu itu sendiri. Menurut Pasal 11 UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang apabila berkeinginan menjadi seorang anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota antara lain: a) warga negara Indonesia, b) pada saat pendaftaran berusia paling rendah 35 tahun untuk calon anggota KPU dan 30 tahun untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, c) Setia pada Pancasila, UUD Tahun 1945 dan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945, d) berintegritas, berkepribadian kuat, jujur dan adil, e) memiliki pengetahuan dan keahlian tentang penyelenggaraan pemilu, f) Pendidikan paling rendah S-1 untuk calon anggota KPU dan SLTA atau sederajat untuk calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, g) berdomisili di wilayah NKRI bagi calon anggota KPU dan berdomisili di Provinsi dan Kabupaten/Kota setempat bagi calon anggota KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk, h) mampu secara jasmani dan rohani, i) mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar sebagai calon, j) tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, k) bersedia bekerja penuh waktu, l) bersedia tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaan apabila terpilih, dan m) tidak memiliki ikatan perkawinan dengan sesama penyelenggara pemilu.
Dalam menyikapi kisruh pemilihan calon anggota Komisi Independen Kabupaten (KIP) Bener Meriah maka sesuai dengan Pasal 11 poin i UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu sudah sangat jelas, terang dan tegas menyebutkan bahwa seseorang yang masih berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, anggota Partai Politik baik Nasional maupun Lokal, Pimpinan atau pegawai di Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah harus SUDAH MENGUNDURKAN DIRI dari jabatannya pada saat mendaftar sebagai calon anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Apalagi bagi seorang Pegawai Neheri Sipil (PNS) harus tunduk pada PP No. 53 Tahun 2010 dimana di dalam Pasal 4 (12) PP tersebut secara tegas menyebutkan bahwa “PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD, dan DPRD dengan cara ikut serta sebagai pelaksana kampanye, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain dan/atau sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara”. Kemudian di ayat selanjutnya yaitu ayat 13, 14 dan 15 PP No.53 Tahun 2010 disebutkan larangan-larangan lainnya yang terkait dengan dukungan terhadap calon Presiden/Wakil Presiden, calon anggota DPD atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
Isi Pasal 4 PP No.53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS secara tegas menginginkan agar setiap PNS atau Pamong Praja wajib bersikap netral dan independen dalam proses pelaksanaan pemilu baik legislatif maupun eksekutif baik di pusat maupun di daerah. Yang menjadi persoalan kemudian adalah ada pihak-pihak atau oknum-oknum baik di tingkat pusat maupun daerah yang melanggar ketentuan Pasal 11 Poin i UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu tentang syarat menjadi calon anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota dan semangat Pasal 4 PP No. 53 Tahun 2010 tersebut mengenai independensi dan netralitas seorang PNS. Bahkan kalau dianalisis lebih lanjut Pasal 4 PP No. 53 Tahun 2010 tersebut seolah-olah menyampaikan pesan bahwa memberikan dukungan saja terhadap calon Presiden/Wakil Presiden, DPD, DPR-RI, DPRD, dan Kepala Daerah/Wakil Kepala daerah seorang PNS sudah dilarang apalagi menjadi pelaksana/penyelenggara Pemilu. Namun demikian, Pasal 11 UU No.15 Tahun 2011 tetap memberikan peluang kepada PNS sebagai Warga Negara Indonesia untuk mencalonkan/mendaftarkan dirinya sebagai calon anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tetapi dengan syarat PNS tersebut harus telah mengundurkan diri dari jabatannya pada saat melakukan pendaftaran. Kemudian dipertegas lagi oleh poin l Pasal 11 UU No.15 Tahun 2011 bahwa bagi jika PNS tersebut terpilih sebagai calon anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota maka yang bersangkutan bersedia untuk tidak menduduki jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah selama masa keanggotaannya.
Bahkan frasa Pasal 11 poin l UU No.15 Tahun 2011 tersebut yang menyebutkan “……..selama masa keanggotaannya” masih bisa diuji materilkan lagi ke Mahkamah Konstitusi karena secara materiil bertentangan dengan semangat UU itu sendiri yang menginginkan adanya penyelenggara pemilu yang mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas.
Terkait dengan proses dan mekanisme pengunduran diri seorang PNS jika ia mendaftar/mencalonkan diri sebagai calon anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota maka ia harus tunduk pada ketentuan PP No.53 Tahun 2010 yaitu PNS bersangkutan harus memperoleh persetujuan pengunduran diri dari atasan pembinanya. Jika ia tidak memperoleh persetujuan pengunduran diri dan tetap mencalonkan dirinya sebagai calon anggota KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota maka sesuai dengan Pasal 20 PP No.53 Tahun 2010 maka pejabat pembina kepegawaian daerah kabupaten/kota menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS bersangkutan yang berada di dalam wilayah lingkungan kabupaten/kota tersebut.
Aceh sebagai daerah yang berstatus daerah otonomi khusus memiliki aturan tersendiri terkait persyaratan calon anggota KIP Provinsi atau Kabupaten/Kota. Hal tersebut secara tegas dan jelas tercantum di dalam Pasal 9 Qanun No. 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu di Aceh yang isi pointer Pasal 9 Qanun tersebut hampir sama dengan isi Pasal 11 UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Hanya saja Pasal 9 Qanun No.7 Tahun 2007 tidak menyebutkan adanya keharusan bagi seseorang untuk mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik, jabatan politik, jabatan di pemerintahan dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah pada saat mendaftar sebagai calon anggota KIP Provinsi atau KIP Kabupaten/Kota. Namun demikian, sesuai dengan asas hukum yang berlaku dimana apabila aturan khusus tidak mengatur secara tegas maka mengikuti aturan yang ada diatasnya/aturan yang lebih tinggi. Artinya bahwa sepanjang Qanun No.7 Tahun 2007 tidak mengatur secara tegas tentang keharusan seseorang PNS, anggota Partai Politik atau pejabat BUMN/BUMD untuk mengundurkan diri pada saat mendaftar sebagai calon anggota KIP Provinsi atau KIP Kabupaten/Kota maka semua pihak harus tunduk pada aturan yang lebih tinggi yaitu UU No.15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu.
Oleh karena itu, jika proses rekrutmen calon anggota KIP Bener Meriah melanggar rambu-rambu dan semangat yang terkandung di dalam UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, PP No.53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS dan Qanun No.7 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu di Aceh maka patut diduga tim rekrutmen calon anggota KIP Bener Meriah telah melakukan tindakan yang kontra demokrasi dan prinsip hukum. Sehingga dapat dilakukan upaya hukum baik perdata, pidana dan administratif oleh para pihak yang merasa dirugikan oleh hasil keputusan tim rekrutmen calon anggota KIP Bener Meriah bahkan Surat Keputusan DPRK Bener Meriah yang bernomor 04/DPRK/KPTS/2013 yang telah menetapkan calon anggota KIP Bener Meriah periode 2013-2018 dapat dilakukan upaya gugatan ke PTUN untuk dimintakan pembatalan maupun upaya advokasi lainnya ke KIP Provinsi, KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
[1] Kandidat Doktor Hukum Universiti Utara Malaysia dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Biro Bantuan Hukum Sentral Keadilan (YBBHSK)