Catatan : Iwan Hasri, M.Si*
DATARAN Tinggi Gayo khususnya Kabupaten Aceh Tengah memiliki sumberdaya ikan yang cukup melimpah, terutama jenis-jenis ikan asli (native). Bahkan beberapa jenis ikan asli di dataran tinggi Tanoh Gayo ini mungkin tidak terlalu dikenal oleh masyarakat daerah Aceh Tengah sendiri, padahal beberapa jenis komoditas sumberdaya ikan yang terdapat di Aceh Tengah sedang menjadi komoditas incaran di luar daerah, dan malah menjadi komditas primadona di Luar Negeri. Jenis ikan tersebut secara sadar atau tidak sadar ternyata banyak ditemukan disekitar kita. Kondisi lingkungan, habitat tempat jenis ikan ini hidup sangat cocok dan sangat menjanjikan jika dikembangkan atau ditebar diperairan umum dan tidak akan menyebabkan terjadinya persaiangan dengan ikan lain karena ikan ini merupakan ikan asli (native) di perairan umum Aceh Tengah.
Salah satu jenis ikan tersebut adalah ikan pedih ada juga yang menyebut ikan kerling. Di Danau Toba Sumatera Utara disebut dengan nama ikan Batak, di Kuningan dan Sumedang Jawa Barat disebut ikan Dewa atau ikan Keramat, di daerah Sumatera Bagian Selatan menyebutnya ikan Semah dan disebut Ikan Larangan di Sumatera Barat. Di daerah kita dataran tinggi Tanoh Gayo banyak jenisnya ada yang menyebut ikan pedih, sebagian masyarakat menyebut ikan Kerling, ikan Gegaring, Kebaro dan lainnya.
Perlu diketahui ikan pedih atau lebih dikenal dengan kelompok ikan Tor merupakan ikan yang termasuk dalam ordo Cypriniformes sub family Cyprinidae. Sampai saat ini diketahui bahwa terdapat 17 jenis ikan Tor yang tersebar hidup didataran tinggi dan tersebar di Indonesia, Malaysia, Indocina, Vietnam, Pakistan serta Nepal diduga masih banyak lagi jenis ikan Tor yang belum teridentifikasi.
Ikan Tor yang telah terdokumentasi oleh beberapa peneliti ikan sejak tahun 1993 sampai dengan 2005 dari pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan adalah Tor soro, Tor doroniensis, Tor tambroides, Tor tambara, Neoilsochillus theinamani, Neoilsochillus sumatranus, Neoilsochillus longipinis. Banyaknya jenis ikan ini membuat wajar jika di dataran tinggi Gayo masih perlu dilakukan identifikasi untuk penggolongan ataupun penetapan nama yang jelas karena masih terjadi kesimpang siuran nama ikan tersebut di kalangan nelayan dan masyarakat.

Ikan ini disukai disebabkan karena rasanya yang lezat. Konon dulunya jenis ikan ini mempunyai populasi cukup melimpah di daerah kita, namun semakin menurun seiring dengan perubahan waktu dan perkembangan peradaban budaya masyarakat, diantaranya disebabkan akibat tingginya tingkat ekploitasi, parahnya lagi ekplotasi yang dilakukan masyarakat, khususnya masyarakat Aceh Tengah banyak menggunakan metode terlarang dan tidak ramah lingkungan, seperti menggunakan stroom dan racun. Sebut saja pada hari menjelang dan sesudah lebaran lalu penulis sempat mendapat informasi bahwa penduduk kampung Berawang Dewal mulai kesulitan menangkap jenis ikan Pedih ini. Ditenggarai penyebabnya adalah maraknya penggunaan stroom (elektro fishing) dan racun (tube) akhir-akhir ini. Hal yang sama juga terjadi di kawasan Lukup Badak dan sepanjang sungai Pesangan, penangkapan ikan dengan metode terlarang tersebut sering dilakukan oleh oknum masyarakat.
Perlunya Peran dan dukungan Pemerintah
Sebenarnya jenis ikan Tor ini dapat dibudidayakan, beberapa Balai yang menangani masalah budidaya perikanan di Indonesia telah berhasil menguasai teknologinya. Demikian juga dengan pemerintah Kabupaten Aceh Tengah yang memiliki kesempatan untuk mengembangkan komoditas ikan ini. Namun yang menjadi pertanyaannya mengapa tidak!, padahal di Kabupaten Aceh Tengah setidaknya terdapat enam jenis ikan ini dan kemungkinan lebih banyak lagi, karena telah terbukti dari beberapa hasil survey dan penelitian diperairan diwilayah Kabupaten Aceh Tengah, dan kemungkinan wilayah Aceh Tengah merupakan wilayah yang memiliki jenis ikan Tor terbanyak di Indonesia.
Selama ini benih ikan Pedih didapat dari alam, beberapa pengusaha dan pembudidaya ikan keramba jaring apung di teluk One-one Danau Lut Tawar telah mencoba melakukan usaha penangkaran dan pembesaran, namun usaha budidaya pembesaran Ikan Pedih ini dinilai kurang berhasil karena suplai benih sangat tergantung pada alam.

Langkah kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah adalah harus fokus dalam penguasaan teknologi budidaya ikan ini. Kabupaten Aceh Tengah sudah punya Balai Benih Ikan (BBI) Lokal yaitu BBI Lukup Badak, yang diharapkan dapat menjadi ujung tombak penguasaan dan alih teknologi budidaya ikan ini.
Kebutuhan Induk ikan Pedih atau jenis-jenis ikan yang tergolong kedalam kelompok ikan Tor yang digunakan untuk pengembangan usaha budidaya dapat dilakukan dengan melakukan koleksi dari alam atau perairan umum di Kabupaten Aceh Tengah seperti perairan umum yang terdapat di wilayah Linge, Silih Nara, Ketol, Rusip, Celala dan daerah lainnya yang memiliki sumberdaya ikan ini. Selanjutnya barulah dilakukan usaha domestifikasi melalui penjinakan dan pembisaan makan, pematangan gonad, pemijahan, perawatan larva dan pembesaran.
Sebagai tindak lanjut pengembangan jenis ikan ekonomis penting ini di Balai Benih Ikan (BBI), selayaknya memerlukan peningakatan kapasitas pegawai BBI Lokal daerah yang bersangkutan, diantaranya dengan cara melatih atau mengirim beberepa orang pegawai atau petugas teknis untuk magang di Cijeruk atau Pusat Pengembangan Teknologi Budidaya Ikan yang berkompeten lainnya di Indonesia, kemudian pemerintah Kabupaten Aceh Tengah juga harus mendukung dengan menyiapkan sarana dan prasarana teknologi pembenihan jenis ikan ekonomis penting ini.
Sifat biologis dan prospek bisnis ikan Pedih

Secara biologis induk ikan Tor yang berukuran 2,5 kg dapat menghasilkan benih sekitar 50.000 ekor. Kemudian selama enam bulan masa pemeliharaan, benih ikan akan mencapai berat 50 – 60 gram per-ekor atau sekitar 20 – 30 ekor perkilogramnya dan pada umur 12-16 bulan masa pemeliharaan, ikan sudah siap di pasarkan atau dikonsumsi. Mungkin berdasarkan hitungannya waktu pemeliharaan yang lama cukup memberatkan dan kurang efektif, namun ikan Tor memiliki harga yang cukup bernilai ekonomis tinggi, ukuran ikan seberat 500-1000 gram/ekornya saja bisa mencapai harga diatas Rp. 200.000/ekor.
Usaha pembesaran ikan ini dapat dilakukan di keramba jaring apung, keramba tancap, kolam air deras dan bahkan di kolam air tenang. Bayangkan jika Kabupaten Aceh Tengah dapat menjadi sentra perikanan Tor di Aceh dan di Indonesia, maka ini merupakan tantangan yang dapat kita jadikan peluang yang harus kita capai demi kemajuan daerah. Tentu harus ada komitmen dari semua pihak, jangan pernah ada cerita menyalahkan atau bahkan pembenaran agar kesejahteraan masyarakat meningkat. Mari kita wujudkan perikanan yang mandiri menuju masyarakat Aceh Tengah yang sejahtera.
*Akademisi dan praktisi dibidang manajemen sumberdaya perairan