Tikus Tidak Mau Jadi Manusia, Kenapa?

oleh

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

Satu kisah menarik dari buku “Hidup Jangan Seperti Babi dan Kera” ditulis oleh Abdillah Firmanzah Hasan, buku tipis ini bagaimana kita belajar memaknai hidup dan berbagi antar sesama sebagai makhluk yang diciptakan Allah Swt.

Dalam kisah ini, dikisahkan bawasannya sapi memberi manfaat pada manusia tapi sapi tidak mau menjadi kucing, kucing memberi manfaat pada manusia tapi kucing tidak mau menjadi tikus, dan tikus juga memberi manfaat pada manusia tapi tikus tidak mau menjadi manusia.

Kenapa, tikus tidak mau menjadi manusia? Padahal manusia diciptakan dalam bentuk terbaik yang dilengkapi mahkota akal di kepala untuk berpikir dan berpikir inilah salah satu keunggulan dan kekuatan bagi manusia. Sementara makhluk lain seperti hewan hanya ada otak di dalam kepala tanpa bergerak dengan pikiran.

Nah, mari kita renungkan bersama-sama hikayat singkat dalam tulisan ini dari buku “Hidup Jangan Seperti Babi dan Kera” mungkin judul buku ini berangkat dari nasihat ulama bernama Buya Hamka yang mengatakan “Kalau hidup sekedar hidup babi di hutan juga hidup, kelau bekerja sekedar bekerja kera juga bekerja.

Suatu hari di hutan, penduduk rimba berkumpul dalam sebuah perjamuan yang dipimpin oleh singa, raja rimba. Pertemuan tersebut begitu ramai karena semua penduduk mulai dari hewan yang jinak hingga buas semuanya diundang untuk mengikuti acara yang diadakan setiap tahun.

Si raja rimba senang dengan acara seremonial tersebut, karena dapat melihat kebahagiaan yang dirasakan oleh rakyatnya. Tak ada penduduknya yang bersedih hati dan bermuram durja, semuanya larut dalam kegembiraan.

Para penduduk rimba bernyanyi dan menari dengan riang, ketika si raja rimba naik podium dan rakyatnya mendengar titah sang raja dengan seksama.

Wahai rakyatku penduduk rimba, apakah kalian yang hadir disini merasakan kebahagiaan? Kami bahagia, wahai raja rimba. Raja bisa lihat sendiri bagaimana kami riang gembira pada malam ini. Ujar seekor monyet yang diikuti anggukan semua yang hadir.
Kami selalu gembira, wahai raja, sahut burung rajawali.

Kami tidak pernah bersedih hati, wahai raja, timpal seekor kijang.
Kami tidak pernah gelisah, wahai raja, imbuh si kancil.

Raja rimba mengamati sejenak wajah-wajah berseri rakyatnya, raja belum yakin sehinga memutuskan untuk bertanya pada beberapa rakyatnya yang hadir.

Wahai sapi, bagaimana kehidupanmu saat ini?
Sapi menjawab, aku sangat gembira dan bersyukur diciptakan menjadi sapi, sehingga dapat membantu manusia menikmati susuku. Dagingku pun banyak mengandung gizi untuk dimakan. Aku senang menjadi sapi daripada menjadi kucing yang hidup dan tidur dikolong-kolong rumah.

Raja pun bartanya kepada kucing, bagaimana kehidupanmu wahai kucing?

Aku tidak pernah bersedih dan selalu senang diciptakan sebagai kucing, karena aku makan dengan menangkap tikus yang menjadi hama bagi sawah para petani.

Tikus pun ditanya oleh raja, bagaimana denganmu wahai tikus?

Wahai raja aku bersyukur diciptakan Tuhan menjadi seekor tikus, karena dapat memakan sisa-sisa makanan manusia yang terbuang percuma, aku lebih senang menjadi tikus daripada manusia.

Raja rimba heran dengan pernyataan si tikus, lalu ditanya lagi. Kenapa?

Tikus menjawab dengan retorika mengagumkan, wahai sang raja rimba, jika aku menjadi manusia tapi tidak memiliki amal kebajikan, maka tidaklah pantas aku disebut manusia, sebab manusia telah dianugerahi kesempurnaan akal, pikiran dan jiwa.

Betapa banyak manusia yang serakah dan membuat kerusakan di muka bumi? Betapa banyak manusia yang berbuat curang, jahil dan dosa sehingga membuat orang lain sengsara? Tidak raja, aku akan tetap menjadi tikus, sampai kapanpun.

Sapi memberi manfaat pada manusia dengan susu dan dagingnya yang lezat, kucing memberi manfaat pada manusia dengan memakan tikus agar sawah para petani aman dari hama, tikus memakan sisa-sisa makanan manusia yang dibuang secara percuma. Lalu, manusia memberi manfaat apa? Tentu jawabannya ada di dalam hati kita masing-masing.

Betapa lugasnya alasan tikus tidak mau menjadi manusia, tikus tetap menjadi tikus sampai kapanpun. Manusia memang diciptakan dalam bentuk terbaik, tapi ada kalanya manusia harus dibina menjadi manusia agar bisa menjadi manusia.

Setiap makhluk diciptakan tidak ada yang sia-sia, semuanya memberi manfaat bagi sesama makhluk. Nah, yang namanya manusia ada saja keliru dalam hidup. “Banyak hal keliru disekitar kita, tapi kita sering tidak tahu bahwa itu keliru atau mungkin kita sebenarnya menyadari itu keliru, tetapi karena semua orang melakukannya, kita menganggapnya lumrah (Kick Andy).”

Dengan kisah singkat di atas, semoga bisa menjadi renungan dan pelajaran bagi kita semua sehingga bisa memaknai hidup dengan baik, terkhusus penulis sendiri.

*Penulis, Kolumnis LintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Ilmu Agama Islam (Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam) Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.