Cinta Bersemi saat Diklat Penyuluh Pertanian

oleh

Oleh : Fathan Muhammad Taufiq

Penyuluh Pertanian“Kalau jodoh, memang tak kemana”, pameo itu mungkin tepat untuk menggambarkan kisah perjalanan asmara sepasang penyuluh pertanian yang bertugas di tempat berbeda yang jaraknya berjauhan. Sudah cukup lama, Sulaiman, seorang penyuluh pertanian yang bertugas di BP3K Lut Tawar Aceh Tengah ini selalu menjadi bahan olok-olok teman-tamannya, karena meski usianya sudah berkepala tiga, namun dia masih bertahan dengan status “jomblo”nya. Sebenarnya penyuluh pertanian kelahiran Takengon, 14 Juli 1982 ini bukan “tidak laku”, bermodal wajah lumayan ganteng dengan postur tinggi besar, Sulaiman banyak juga di”lirik” dara-dara Gayo yang dikenalnya, tapi entah kenapa, pintu hatinya begitu sulit terbuka untuk menerima kehadiran seorang perempuan untuk menjadi pendamping hidupnya.

Tapi selalu saja ada jalan bagi seseorang untuk akhirnya menemukan pasangan hidupnya, meski kadang sama sekali tidak pernah diduga atau terlintas di kepala sekalipun. Entah sebuah kebetulan, atau memang sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, akhirnya Sulaiman menemukan juga jodohnya melalui cara yang terbilang “unik”. Bulan Mei tahun 2015 yang lalu, kebetulan Sulaiman ditugaskan oleh instansinya untuk mengikuti seuah Diklat bagi penyuluh pertanian di Balai Diklat Pertanian Saree, Aceh. Keberangkatan Sulaiman mengikuti Diklat Teknis Budiaya Tanaman Hias itupun sebenarnya bukan sebuah kesengajaan, kebetulan waktu itu salah seorang temannya yang sudah ditunjuk untuk mengikuti Diklat tersebut berhalangan, sehingga Koordinator BP3K Lut Tawar, Husaini memutuskan untuk mengirimkan Sulaiman sebagai peserta pengganti.

Tapi keikutsertaan penyuluh bujangan yang tidak sengaja itu, justru menjadi pengalaman unik dan tidak terlupakan yang telah merubah sejarah perjalanan hidupnya. Diklat Teknis Budidaya Tanaman Hias yang digelar selama seminggu dari tanggal 19 sampai 26 Mei 2015 itu pesertanya kebanyakan penyuluh pertanian perempuan, hanya ada beberapa orang penyuluh pria saja, termasuk Sulaiman yang mengikuti Diklat yang memang rada-rada spesifik bagi penyuluh pertanian perempuan itu. Sebuah kebetulan juga, dari tiga puluh peserta Diklat, ada dua orang penyuluh yang kebetulan masih berstatus “jomblo”, Sulaiman yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah dan Nur Syafriati, SP, seorang penyuluh pertanian yang bertugas di Kabupaten Aceh Barat.

Seperti ada “magnet” ajaib yang kemudian mendekatkan mereka secara spesifik, berawal dari bincang-bincang biasa pada waktu istirahat, keduanyapun akhirnya saling berkenalan. Entah kenapa, hati Sulaiman yang selama ini nyaris “membeku”, tiba-tiba saja mencair dan berbunga-bunga saat mulai mengenal Afi, nama panggilan Nur Syafriati, gadis manis berusia 26 tahun itu. Gayungpun bersambut, karena Afi pun seperti sudah menemukan tambatan hatinya. Sosok idola yang selama ini dia idamkan seagai seorang gadis, sepertinya sudah dia temukan pada diri Sulaiman, sosok pendiam tapi punya selera humor yang lumayan tinggi, sehingga setiap pertemuan yang mereka lalui selama pelaksanaan Diklat itu terasa sangat berkesan.

“Jatuh cinta pada pandangan pertama” mungkin kata itu cocok untuk menggambarkan pertemuan sejoli penyuluh pertanian ini, meski baru kenal, kemudian mereka segera akrab, apalagi setelah keduanya menyadari status mereka yang sama-sama masih sendirian. Kalau bagi sebagian peserta diklat lainnya, mengikuti pelatihan selama seminggu terasa jenuh dan membosankan, tapi bagi Man dan Afi, justru pelatihan itu terasa begitu singkat.

Usai penutupan Diklat, keduanyapun terpaksa harus berpisah untuk kembali menjalankan tugas membina petani di daerah mereka masing masing. Namun simpul cinta yang sudah tertaut diantara keduanya tidak lantas terputus saat mereka harus berpisah, keduanya masih terus menjalin komunikasi baik melalui teleopon seuler maupun lewat media social, sesekali mereka janjian untuk ketemu di suatu tempat yang mereka sepakati, karena tempat tugas mereka memang sangat berjauhan. Jarak dari Aceh Tengah ke Aceh Barat via Nagan Raya mencapai 200 kilometer dengan rute perjalanan yang lumayan sulit, dalam kondisi normal saja butuh waktu 4 sampai 5 jam untuk menempuhnya, melewati jalanan yang masih diapit hutan-hutan di sekeliling nya. Kalau harus memutar melewati Banda Aceh, tentu lebih jauh lagi, bisa sampai 12 jam perjalanan, tapi kondisi jalannya jauh lebih bagus.

Tapi memang dasar sudah jodoh yang sudah ditentukan Tuhan, meski nyaris hanya merajut benang-benang cinta lewat dunia maya, tapi api asmara mereka tetap menyala, nyaris tak terpadamkan. Semakin gerah Sulaiman mendengar olok-olok teman-temannya, semakin bulat pula tekatnya untuk mengakhiri masa lajangnya, apalagi hatinya memang sudah terpatri erat dengan Afi, gadis yang dikenalnya dalam moment Diklat penyuluh itu.

Mungkin ingin mengabadikan kenangan saat pertama kalinya mereka berkenalan, Man dan Afi sepakat memutuskan untuk membangun mahligai rumah tangga, karena masa “orientasi” selama setahun, rasanya sudah cukup bagi keduanya untuk saling mengenal karakter mereka masing-masing. Sejoli penyuluh pertanian ini sepata untuk mengukuhkan hubungan cinta mereka di pelaminan tanggal 19 Mei 2016 yang lalu, tepat setahun setelah mereka berkenalan untuk pertama kalinya. Tanpa dinyana, ternyata Diklat Teknis Budidaya Tanaman Hias yang digelar di Balai Diklat Pertanian Saree ini, jadi awal pertautan cinta dua insane yang kebetulan berprofesi sama. Keduanya hanya bisa tersenyum malu saat teman-teman mereka menyalami mereka di pelaminan sambil berbisik “Cintamu bersemi di Diklat Tanaman Hias”, tapi raut kebahagiaan jelas terpancar saat mereka bersanding di pelaminan. Selamat Man dan Afi, semoga dapat menggapai keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.