Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
“Revolusi kesadaran sombong menuju kesadaran rendah hati adalah gerakan bagi kita semua, melihat ke bawah dengan menunduk ke bumi setiap langkah dalam orientasi kehidupan.”
Revolusi kesadaran sombong menuju kesadaran rendah hati (tawadhu) salah satu gerakan revolusi yang dipelopori oleh Socrates, ia melawan orang-orang sofis yang sombong, orang yang mengerti apa saja dan ahli dalam kemahiran berbahasa untuk melakukan maksud-maksud jahat.
Orang sofis dikenal dengan kepintarannya dan pandai juga mengelabui orang untuk mendapatkan uang dan super mahir dalam menjilat penguasa, maka tidak heran alat paling ampuh yang digunakan golongan sofis dalam meyakinkan orang adalah dengan retorika. Hari ini betapa banyak orang sofis mengelabui masyarakat dengan retorika-retorika mengagumkan dan diksi-diksi indah laiknya mutiara.
Jargon dari Socrates “Aku tidak mengerti apa-apa” dengan tidak mengerti apa-apa, maka ia pun bertanya untuk mencari kebenaran dan pengetahuan. Pemikiran Gadfly of Athens ini mengajarkan kepada kita untuk selalu rendah hati. Walaupun mempunyai ilmu pengetahuan yang banyak, tidak lantas membuat kita sombong.
Orang yang mengerti dan tahu segalanya cenderung merendahkan orang lain yang seolah-olah orang lain tidak tahu dan hanya dirinya lah yang paling tahu dan paling benar. Sifat sombong seperti ini merupakan sifat tercela yang ada dalam diri manusia, sikap ini tak ubahnya seperti iblis yang merendahkan Nabi Adam.
Secara etimologi, iblis berarti mahkluk yang habis harapan untuk memperoleh rahmat Tuhan. Dalam Alquran disebutkan bahwa iblis ini merasa lebih baik dari manusia, “Iblis berkata, “Saya lebih baik daripadanya, Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. al-A’raf: 12).
Iblis bukan makhluk ateis, ia percaya dan mengenal Allah dengan baik. Sikap sombong yang ada pada iblis lah berujung pada penolakannya terhadap kebenaran dan merendahkan manusia, dalam hal ini Nabi Adam, sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf di atas, iblis menolak sujud karena merasa lebih baik dari Nabi Adam dan akhirnya iblis pun diusir dari surga.
Sikap sombong merupakan sifat tercela dan merupakan lawan dari sifat terpuji dari sikap rendah hati (tawadhu) yang mana orang-orang yang mempunyai rasa tawadhu adalah orang yang tidak angkuh dan tidak sombong. Sikap rendah hati bukan hanya disukai Allah tapi juga disenangi oleh manusia.
Rendah hati merupakan sikap adanya tenggang rasa dan mau menghargai orang lain. “Jika ingin dihargai, maka hargailah orang lain” kata hikmah yang sering kita dengar. Namun, dalam dunia medsos betapa banyak orang sombong yang tidak menghargai orang lain dengan cara merendahkan dan menghina.
Saling menghina merupakan cerminan dari sifat sombong, perbuatan tercela di antara manusia. Dalam Alquran Allah menegaskan bahwa “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. an-Nisa’: 36).
Salah satu kasus yang sering merendahkan orang lain hanya karena masalah ‘perbedaan’ berbeda pandangan dengan kelompoknya maka kelompok yang lain direndahkan sedemikian rupa dan orang yang tidak mau menerima perbedaan karena merasa paling benar merupakan salah satu pikiran picik dari sempitnya cara berpikir.
Pikiran picik lebih berbahaya daripada berbuat jahat, perbuatan jahat itu seperti luka bakar, ia gatal dan menggelitik dan akhirnya memecah, ia berbicara dengan jujur. Sementara pikiran picik bagaikan kanker, ia merayap dan bersembunyi dan tidak mau memperlihatkan diri di mana pun sampai ke seluruh tubuh sudah busuk. Demikian penjelasan WF.
Nietzsche dalam “Sabda Zarathustra.”
Padahal tidak semua yang berbeda itu berlawanan (kontradiktif), mematahkan pendapat lawan tidak dengan serta merta membuat pendapat yang ada dalam diri kita itu benar. Kita juga terus mencari, bertanya, dan menyusun argumen sekuat mungkin sehingga dapat menjadi pegangan bagi diri sendiri.
Masalah yang ada di lapangan adalah merasa tahu dan mengerti segalanya tapi sebenarnya tidak tahu apa-apa sehingga menyalahkan dan menuduh orang lain itu salah, orang-orang seperti ini berbahaya bagi kehidupan sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Revolusi kesadaran sombong menuju kesadaran rendah hati adalah gerakan bagi kita semua, khususnya bagi penulis sendiri. Rendah hati harus ada dalam diri kita masing-masing, sebagai manusia yang tempatnya salah dan lupa tidak selayaknya bersikap sombong dan merasa paling benar di mata manusia.
Dengan adanya sikap rendah hati (tawadhu) yang ada dalam diri kita sehingga bisa melihat ke bawah dengan menunduk ke bumi setiap langkah dalam orientasi kehidupan dan alam semesta pun bisa tersenyum dan damai bersama kita.
Nah, sebagai penutup dari tulisan singkat tentang revolusi kesadaran sombong menuju kesadaran rendah hati, marilah kita renungkan kata hikmah berikut ini:
Rendah hatilah!
maka engkau akan menjadi seperti bintang yang terlihat dipermukaan air,
namun sebenarnya ia berada pada posisi yang tinggi.
Dan janganlah seperti asap yang membumbung tinggi
dengan sendirinya ke lapisan atmosfer
namun sebenarnya ia berada pada posisi rendah.
*Penulis, Kolumnis LintasGAYO.co. Mahasiswa Prodi Ilmu Agama Islam (Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam) Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry.