Kemiskinan dan Kekufuran Sistem

oleh

Oleh. Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Hadits Nabi menyebutkan kalau kefakiran mendekatkan seseorang kepada kekufuran كاد القفر أن يكون الكفرا , ini merupakan peringatan dari Nabi Muhammad kepada kita yang berguna untuk kehati-hatian dalam menjalani hidup, karena kemiskinan mudah sekali merusak keimanan seseorang atau juga masyarakat secara umum, banyak orang karena alasan kemiskinan berpindah dari satu keyakinan kepada keyakinan yang lain dengan alas an yang terkadang tidak rasional.

Kemiskinan identik dengan kekurangan atau ketidak punyaan harta sampai kepada sangat membutuhkan harta, sehingga bila ada orang yang bisa memberi harta untuk menutupi kebutuhannya maka dengan mudah ia mengikuti kemauan mereka yang memberi harta kepadanya.

Kufur dimaknai dengan keingkaran terhadap keyakinan yang benar dan berpindah kepada keyakinan yang tidak benar dan kufur juga dimaknakan kepada mereka yang tidak berkeyakinan yang benar walaupun sebelumnya mereka tidak mengetahui adanya keyakinan yang benar.

Kelompok pertama adalah mereka yang pada awalnya berkeyakinan atau beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab dan seterusnya, sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang dilahirkan, dibesarkan dan tetap dalam keyakinan orang tua mereka.

Dalam hadits tersebut di atas Nabi menjadikan kemiskinan sebagai sebab dari kekufuran, artinya kemiskinan adalah salah satu sebab dan bukan satu-satunya sebab yang dapat menjadikan seseorang menjadi kufur.

Walaupun disebutkan kemiskinan sebagai salah satu sebab maka tidaklah sepatutnya kita terpaku dengan sebab yang telah disebutkan oleh Nabi tanpa mencari runtut dari lebih jauh tentang sebab dari sebab yang dikatakan oleh Nabi.

Kondisi atau keadaan pandemi yang melanda dunia pada saat ini, menjadikan semua produk yang dihasikan oleh masyarakat terlebih masyarakat petani tidak dapat terjual. Para toke yang diharapkan dapat menampung hasil pertanian kini tidak mempunyai uang untuk membeli barang, sementara barang yang selama ini telah mereka beli menumpuk di gudang-gudang penyimpanan.

Mungkin untuk barang-barang yang dapat disimpan lama para toke berharap masih ada yang membelinya tapi untuk barang-barang yang cepat busuk mereka tidak punya solusi kecuali membuangnya.

Selama ini peran pemerintah untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi para petani dan toke belum mendapatkan hasil, hal ini boleh jadi disebabkan karena permasalahan yang dihadapi sekarang ini bukan permasalahan local satu-satu kabupaten/kota atau provinsi tertentu, tetapi merupakan permasalahan yang global yang dialami oleh seluruh dunia.

Kopi yang menjadi produk unggulan eksport tidak bisa terjual karena Negara buyer mempunyai nasib sama dengan negara penjual.

Demikian juga dengan produk lain yang menjadi konsumsi dalam negeri (termasuk kopi dan tanaman palawija) tidak bisa terjual, karena uang yang dimiliki negara difokuskan pada penanganan covid-19 sehingga peningkatan kesejahteraan masyarakat terganggu.

Keadaan seperti ini tidak hanya berpengaruh kepada masyarakat bertani tetapi juga kepada lapangan pekerjaan yang lain, sepertu perusahaan dan perdagangan.

Semua orang kini berharap-harap cemas akan datangnya perubahan kea rah yang lebih baik, namun bagaimana bila keadaan yang seperti ini terus berlanjut dengan batasan waktu yang tidak dapat dipastikan.

Mungkin inilah artinya kehidupan modern yang semua orang atau masyarakat sangat tergantung dengan Negara, padahal ketika masyarakat hidup dalam masa tradisional dan tidak sepenuhnya berharap kepada Negara keadaan yang seperti sekarang ini tidak menjadi permasalahan yang besar.

Dari semua itu bisa dipahami bahwa pengertian fakir atau miskin dalam masyarakat agraris berbeda dengan masyarakat yang hidup di zaman modern, dalam masyarakat agraris fakir atau miskin lebih dimaknai dengan ketiadaan makanan, bukan pada ketiadaan uang.

Sedangkan dalam masyarakat modern yang dikatakan dengan miskin adalah ketika masyarakat tidak mempunyai uang. Tidak jauh berbeda dengan konsep kalau dalam masyarakat pedesaan dikatakan miskin adalah masyarakat yang tidak mempunyai makanan walaupun ia mempunyai rumah dan tanah yang luas, sedang dalam masyarakat kota mereka yang dikatakan miskin adalah masyarakat yang tidak mempunyai rumah walaupun mereka dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Dari pembahasan di atas maka makna kefakiran mendekati kepada kekufuran juga memerlukan penafsiran ulang, dimana pada masa Negara belum banyak berperan dalam kehidupan manusia maka kemiskinan itu pada masing-masing individu dan upaya pengkufuran juga ditujukan pada masing-masing individu.

Tetapi ketika kefakiran itu dalam system Negara maka kekufuran juga diupayakan melalui system, maka akibatnya juga lebih besar dan menyeluruh. Hal ini bisa kita lihat dalam pola perekonomian yang berlaku dan juga pola pikir kapitalis yang di anut oleh anggota masyarakat, seolah tidak bisa hidup tanpa uang, mulai dari masalah kehidupan yang terkecil sampai kepada urusan yang terbesar.

*Pemerhati sosial dan budaya


Ikuti channel kami, jangan lupa subscribe :

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.