[Cerpen] Kerudung Merah Jambu

oleh

Siti Nurhaliza Khadeejah

BULAN sabit tergantung di langit, kecil namun sangat terang. Angin menerpa rambut lelaki tua yang sudah memutih. Lelaki tua berjenggot putih itu terus menatap bulan sambil melafazkan isi hatinya.

“Ah andaikan engkau duduk di sini bersamaku”

Ia tersenyum sambil memegang erat sebuah kerudung tua lusuh berwarna merah jambu.

“Kau sangat cantik memakai kerudung ini, ya… sangat cantik”, lelaki tua itu berbicara sendiri.  

Masih basah kenangan singkat itu, ketika ia harus kehilangan istri tercinta untuk selamanya yang baru saja melahirkan seorang putra tampan. Pernikahan seumur jagung, satu tahun tujuh bulan. Betapa hancur hatinya melihat tubuh kaku terbaring tak bernyawa, seorang gadis yang sangat ia cintai, gadis merah jambu, begitu ia sering menyebutnya, gadis yang suka memakai kerudung merah jambu.  

Terpukul, sangat terpukul atas tragedi menimpanya. Menangis, tak seorang pun bisa menenangkan hatinya, menghentikan tangisannya. Ia terus mengutuki takdir, kenapa istrinya harus mati karena pendarahan itu? Ia terus berteriak, sampai suara adzan. Maghrib berhasil menghentikan tangisannya.

Tangisannya berhenti, tangisan lain pun terdengar. Ya suara tangisan bayi merah yang dilahirkan istrinya siang tadi. Dirangkulnya bayi merah itu dari gendongan mertuanya. Ditatapnya dalam-dalam. Ini adalah kenangan terindah dari sang gadis merah jambu, buah cinta mereka berdua. Saat itu dia bangkit dan bertekad membesarkan anak laki-lakinya seorang diri tanpa istri dan ibu baru bagi anak semata wayangnya.

Ketika ditanya

“Kenapa kau tidak menikah lagi?”, sambil tersenyum ia menjawab

“Aku tak mampu melupakan dan mengganti posisi gadis berkerudung merah jambu di sini, di hatiku”.  

“Kakek!”

Suara teriakan gadis kecil yang juga berkerudung merah jambu membuyarkan lamunan sang lelaki tua. Gadis kecil itu berlari ke arahnya.

“Kau mengejutkan kakek gadis kecil”.

“Kakek sedang apa malam-malam duduk sendirian di luar kek? Kok ada air di pipi kakek? Apakah kakek menangis?”, celoteh gadis kecil kerudung merah jambu.

“Hahaha, kau sangat cerewet gadis kecil, aku tidak menangis, kakek hanya sedang melihat bulan sabit, ya tentu saja sambil melihat foto cantik nenekmu”, sahut lelaki tua sambil menampakkan album foto lama pada sang cucu.

“Lalu apa ini kerudung milik nenek?”, kata gadis kecil sambil menarik-narik kerudung tua merah jambu.

“Hei hati-hati sayang, kerudung itu sudah tua, nanti dia rusak, tentu saja ini milik nenekmu, yang cantiknya sama sepertimu”.  

Malam tiba lelaki tua itu bercanda dan tertawa bersama dengan gadis kecil berkerudung merah jambu, sambil melihat album foto lama kenangan masa mudanya dengan gagah memakai pakaian adat pengantin bersama gadis yang suka memakai kerudung merah jambu, ya istrinya tercinta.  

“Sudah dua puluh tujuh tahun sayang kau meninggalkan aku, aku sudah tua sekarang, rambutku sudah putih, tak lama lagi aku akan menyusulmu, sampai jumpa kelak, aku mencintaimu, aku sangat merindukanmu istriku sayang”.

Sudah pukul 22:45 WIB, lelaki tua itu menguap seraya membaca bismillah dan doa tidur kemudian memejamkan mata untuk selamanya. Lelaki tua itu menyusul sang istri sambil tertidur dan menggenggam erat kerudung berwarna merah jambu. [SY]

Meuligo, Aceh Selatan 25 Juli 2017.

Siti Nurhaliza Khadeejah, mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.