Cerita Win Icon, Melukis “Guel” di Langit Negeri Kuta Raja

oleh
Icon saat menarikan tari Guru Didong pada pagelaran Gayo Art Summit di Banda Aceh (Foto: Ist)

“Apa yang bisa saya banggakan untuk anak-anak saya nanti kalau saya hanya mahir menceritakan budaya orang lain sedangkan kekayaan tanah kelahiran diri sendiri tidak tau. Karena itu saya ingin belajar lebih banyak, selagi saya punya waktu, saya ingin berbagi di perantauan ini,” tutup Icon mengakhiri asa nya.

(Ist)
(Ist)

SENI Gayo sudah seperti darah, rasanya selalu mengalir deras sampai ke jantung. Begitulah kalimat singkat pria satu ini menjawab pertanyaan sebesar apa kecintaanya terhadap kesenian asal Gayo khususnya kesenian tari tradisional seperti Guru Didong, Guel, Didong, dan seni lainnya.

Nama lengkapnya Afrianda Mizaska, biasa dipanggil Win Icon. Ia baru saja menyelesaikan tugasnya sebagai mahasiswa FKIP Sejarah di Universitas Syiah Kuala dengan predikat cum laude.

Di lingkungan mahasiswa asal Gayo di Banda Aceh dan Aceh besar, Icon bukanlah nama yang asing. Pasalnya, Icon selama ini aktif mengurusi sejumlah sanggar dan himpunan asal Gayo seperti IPPEMATA, MAPESGA, Sanggar Sipi-sipi, Sanggar Jernih serta Sanggar Ahoy Wiw. Selain itu, Icon juga kerap dipercayakan untuk menampilkan kesenian tari Gayo di even-even besar di Banda Aceh.

Pria kelahiran Kampung Jongok Meluem, Kebayaken, Aceh Tengah ini memang memiliki totalitas gerakan tari Gayo yang kuat. Kecintaannya terhadap seni budaya Gayo membuat Icon tidak pernah main-main untuk belajar kepada seniornya. Alhasil, penampilannya selalu mampu membius ribuan penonton yang menyaksikan baik di pagelaran besar sekalipun seperti Gayo Art Summit serta sejumlah acara lainnya di Banda Aceh. Gerakan tubuhnya yang ringan, lembut dan tegas dinilai menjadi karakter kuat pria kelahiran 11 April 1993 ini.

Selesai menamatkan kuliahnya tidak membuat Icon diam, dengan modal pengalamannya kini Icon aktif mengajar puluhan siswi di SMA N 9 Lhong Raya menari guel. Dalam ceritanya kepada LintasGayo, Jum’at (4 Februari 2016) siang, Icon berharap bisa ikut serta membantu untuk memperkenalkan dan menjaga keaslian kesenian Gayo.

“Saya ingin bisa ikut berperan membantu melestarikan budaya ini (Seni Gayo) meski sedikit. Selama ini, selain mengajar gerakan, saya juga mengajarkan filosofinya. Karena itu saya banyak membaca buku-buku mengenai kesenian Gayo dan belajar kepada tokoh seni di Gayo untuk memperkaya saya saat mengajari para siswi,” terang Icon.

Menurutnya, faktor kesalahan dalam menarikan sejumlah tari asal Gayo adalah karena yang melatih hanya mengerti tentang gerakan saja. Padahal, tambah alumni SMA N 1 Takengon ini, untuk menjadi penari yang baik tidak cukup hanya menguasai gerakan saja, filosofi juga sangat penting.

“Pertanyaannya, bagaimana seorang penari bisa menari dengan baik dan menghayati gerakan yang dia bawa sedangkan sejarah dan maknanya saja dia tidak tau,” kata Icon serius.

Icon saat menarikan tari Guru Didong pada pagelaran Gayo Art Summit di Banda Aceh (Foto: Ist)
Win Icon saat menarikan Guru Didong pada pagelaran Gayo Art Summit di Banda Aceh (Foto: Ist)

Baginya, memahami seni dan budaya daerah sendiri adalah hal yang wajib walaupun sebatas ilmu dasarnya saja. Minimal, lanjut Icon, para pemuda Gayo paham dengan sejarah dan filosofinya agar bisa memperbaiki dengan bijak jika melihat masalah kesalahan menarikan seni Gayo seperti yang sering terjadi selama ini.

“Kita tidak perlu marah-marah ketika seseorang menarikan kesenian kita dengan cara yang salah, di satu sisi harusnya kita bangga banyak orang yang menyukai kesenian asal Gayo ini. Mereka salah karena tidak di didik oleh orang yang benar-benar paham etika seni,” terang Icon.

Atas dasar inilah, Icon menganggap pelatih tari seni asal Gayo di luar daerah masih kurang. Icon berharap, mahasiswa Gayo yang memiliki kesempatan lebih besar untuk memperbaiki masalah tersebut bisa lebih peka.

“Apa yang bisa saya banggakan untuk anak-anak saya nanti kalau saya hanya mahir menceritakan budaya orang lain sedangkan kekayaan tanah kelahiran diri sendiri tidak tau, karena itu saya ingin belajar lebih banyak. Selagi saya punya waktu, saya ingin berbagi di perantauan ini,” tutup Icon mengakhiri asa nya. (Supri Ariu)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.