Bang Bela dan Asal Usul Lembide Lut Tawar

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Pada zaman dahulu kala, hidup seorang pria yang sehari-harinya sebagai petani, dan pada malam hari mengisi kekosongan waktunya dengan mengajar anak-anak mengaji di kampung.

Guru ngaji juga manusia, sangat manusiawi kalau punya rasa cinta. Sayangnya, “pengajar kebaikan” ini termasuk tipe pria yang tidak percaya diri. Harapannya dalam soal cinta, tanpa usaha berarti, wanitalah yang mengejarnya dan mengiba-iba kepadanya minta dinikahi.

Besar harapannya dan cita-citanya segera terwujud. Dia pun pergi ke dukun meminta ilmu pelet yang paling ampuh. Dukun itupun mengiyakan, asal menikahi orang yang dipelet, tidak boleh menyia-nyiakannya. Dukun itu menuliskan beberapa bait mantra dan harus mengambil rambut wanita yang ditaksir sebagai medianya.

Sebagai guru, tentu sangat mudah baginya soal hapal menghapal. Dalam hitungan hari mantra ilmu pelet itu sudah melekat diingatkannya. Tinggal mengusahakan sehelai rambut wanita yang menjadi sasaran ilmu pelet yang tiada duanya itu.

“Pucuk dicinta, ulampun tiba,” fikirnya.

Kebetulan wanita yang ditaksir sang guru itu adalah kakak perempuan dari salah seorang muridnya. Tanpa menyia-nyi akan kesempatan, dia pun meminta tolong kepadanya untuk mengambil rambut kakaknya.

Sepertinya murid itu sudah curiga soal akal bulus sang guru. Dia pun putar otak memikirkan pengganti rambut kakaknya. Kebetulan orang kampung sedang menyembelih kerbau. Dia mencabut sehelai bulunya untuk diberikan kepada gurunya. Girang bukan kepalang, gurunya menerima pemberian murid yang baik hati itu.

Malamnya, tepat pada pukul 12 malam, “rambut” yang telah dibungkus kain putih itu pun diritualkan. Setelah selesai, guru itupun membaringkan diri di kasur dengan senyum sumringah membayangkan wanita pujaannya akan tunduk dan patuh kepadanya.

Guru itu mengandaikan dirinya seperti Nabi Yusuf AS; sebelas bintang, matahari dan rembulan tunduk kepadanya dengan Kuasa Allah. Dia pun tertidur pulas dalam hayalan yang melambung tinggi.

Pada esok paginya, dengan baju yang rapi dan semerbak wangi-wangian, sang guru menunggu di tepi Danau Lut Tawar tempat yang biasa dilalui wanita pujaannya untuk mencuci pakaian.

Tiba-tiba dari kejauhan guru itu melihat benda aneh tertuju kepadanya. Benda itu semakin dekat, guru itu lari ketakutan, namun naas baginya, benda yang berdarah-darah itu, yang ternyata kulit kerbau berhasil menggulungnya dan melompat serta menenggelamkannya ke dasar danau. Beberapa hari kemudian ditemukan telah meninggal. Semoga guru ngaji itu Husnul Khotimah.

Demikianlah cerita hantu lembide atau hantu mirip tikar di Danau Lut Tawar yang ternyata berasal dan berusul dari kulit kerbau yang bulunya pernah dijadikan media ilmu pelet. Sampai sekarang, hantu lembide sering dikaitkan dengan orang yang musibah tenggelam di danau yang menjadi ikon Kabupaten Aceh Tengah itu.

Baca juga : Lembide si Penunggu Lut Tawar

“Lalu apa hubungannya dengan Bang Bela,” tanya kawan-kawan penasaran.

Diakui atau tidak, kepemimpinan Bang Bela sedikit mengalami kemajuan. Komunikasi politiknya sudah mulai cerdas dalam menata kalimat-kalimatnya, walaupun intonasinya sangat datar dan kurang jelas. Saya kira sebagai seorang pemula cukup lumayan.

“Kalau aku sih, yes!” timpal seorang kawan.

Sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara hantu lembide Lut Tawar dengan Bang Bela. Sangat jelas tidak ada kaitannya; Bang Bela adalah bangsa manusia, sedangkan hantu lembide adalah kulit kerbau, namun hikmah yang bisa kita petik dari cerita tadi harus ekstra hati-hati dalam menjaga rahasia dan mendelegasikan sesuatu yang penting.

Bang Bela terlalu sering salah kaprah soal “Etika kerahasiaan” dan “pemanfaatan telangke”. Sehingga banyak hal-hal yang penting kerahasiaannya, tetapi sampai tukang becak pun tahu detailnya. Misalnya soal Sekda Pak Karimansyah dan Tanah Kampung Kung. Sikap Bang Bela dalam hal ini sangat bertentangan dengan Hadits Nabi, “Jalankan usahamu dengan penuh rahasia.”

Sebagai catatan, hancurnya hubungan Abu Doto sebagai gubernur dengan Muallim sebagai wakil gubernur pada waktu itu karena “seulangke” atau “sang perantara” mengambil keuntungan dari dari perpecahan itu. Bicara dengan Abu Doto begini, tetapi disampaikan kepada Muallim begitu. Sehingga akibat buruknya keduanya telah benci roman sampai saat ini.

“Mengapa selalu Bang Bela yang dikaitkan, termasuk dengan hantu lembide ini?” kawan lain ingin tahu lebih jauh adakah dendam pribadi antara kami.

Seratus persen tidak ada! Hanya saja Bang Bela ini seperti jemaah yang rajin shalat Jum’at. Khatib selalu menasihati dirinya dan jama’ahnya. Kadang-kadang khatib marah dan menyindir jama’ahnya. Begitulah perumpamaannya; saya sebagai khatib jum”at yang menasihati Bang Bela sebagai jama’ahnya.

Beruntunglah Bang Bela sebagai “jema’ah” yang rajin ke mesjid, kalau tidak, tentu tidak mendapat nasehat dan pelajaran dari saya sebagai “khatib.”

(Mendale, Ahad, 6 September 2020)


Ikuti channel kami di Pemred LintasGAYO, jangan lupa like and subscribe :

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.