Catatan Mahbub Fauzie*
Setiap tahun, umat Muslim di seluruh dunia memperingati Idul Adha dengan menyembelih hewan kurban sebagai simbol ketaatan kepada Allah dan kepedulian terhadap sesama.
Kurban bukan hanya sekadar ritual tahunan, melainkan juga sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah sekaligus mempererat hubungan sesama manusia.
Selain itu, dengan adanya ibadah kurban, ajaran yang disyariatkan agama Islam ini pastikan juga ikut menggerakan geliat ekonomi masyarakat sekitar.
Karena itu, tidak bisa dipungkiri dan dingkari, bahwa ibadah kurban ternyata memiliki dimensi spiritual sekaligus sosial yang sangat besar dalam Islam.
Bagi Muslim yang melaksanakannya, diyakini mendapatkan pahala dari Allah SWT dan dalam irama kehidupan sosialnya juga ikut menciptakan harmoni di tengah lingkungan masyarakat.
Lebih jauh lagi, selain memiliki dimensi spiritual dan sosial, ternyata ibadah kurban juga memberikan dampak signifikan terhadap geliat ekonomi umat.
Setiap tahunnya, terutama menjelang Idul Adha, guna memenuhi kebutuhan berkurban, permintaan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba meningkat drastis.
Ini tentunya sangat memberi peluang bagi para peternak lokal mendapatkan keuntungan dari penjualan hewan kurban, yang secara langsung meningkatkan pendapatan mereka.
Sementara itu, distribusi daging kurban yang terutama penyalurannya kepada fakir miskin, setidaknya turut membantu penyediaan makanan bergizi bagi mereka.
Dari sisi relasi sosial ada ungkapan rasa syukur dan terima kasih yang diwujudkan dengan bangkitnya kesadaran bagi si penerima. Kemudian termotivasi semangat bangkit untuk meningkatkan strata sosial ekonominya.
Dalam hal ini, Penulis menyaksikan sendiri secara lebih dekat, bahwa ada warga yang tahun-tahun sebelumnya menerima daging kurban, di tahun selanjutnya berkurban.
Dari kesaksian ini kita berkeyakinan, bahwa ternyata ibadah kurban juga bisa membangkitkan kesadaran umat untuk bangkit secara ekonomi. Ada mobilitas sosial yang terjadi sebagai dampak sosial ekonomi dari ibadah kurban.
Sebenarnya, jika kita lebih jeli memperhatikan, bahwasanya dengan adanya ibadah kurban, banyak potensi ekonomi masyarakat yang semakin dinamis pergerakannya.
Dengan adanya prosesi ritual ibadah kurban, dipastikan ada aktivitas pendukung ekonomi. Proses penyembelihan, pengemasan, dan distribusi daging kurban menciptakan lapangan kerja sementara bagi banyak orang.
Tentu saja, rezeki pun mengalir ke banyak kalangan. Banyak elemen pendukung kegiatan ekonomi sekitar ‘menikmati’ berkah ritual ibadah kurban.
Sebutlah misalnya: penjual pakan, tukang jagal, pegiat transportasi, dan peralatan penyembelihan juga mendapat manfaat ekonomi dari kegiatan kurban ini.
Demikianlah, ibadah kurban bukan hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga merupakan wujud nyata dari solidaritas sosial dan ekonomi dalam Islam.
Semoga, ke depan, dengan pengelolaan yang lebih baik, kurban dapat menjadi salah satu motor penggerak ekonomi umat yang berkelanjutan. Wallahu a’lam bish shawab.
*Penghulu Ahli Madya / Kepala KUA Kecamatan Atu Lintang, Aceh Tengah