Merajut Masa Depan Bener Meriah

oleh

Saatnya Pemimpin dan Generasi Bersatu Membangun Warisan Kebaikan

Oleh : Iwan Fitra, SE*

Kabupaten Bener Meriah, dengan segala keindahan alam dan kearifan lokalnya, adalah anugerah yang tidak ternilai.

Namun di balik kesejukan udaranya dan keramahan penduduknya, kita tidak bisa menutup mata bahwa daerah ini juga sedang menghadapi berbagai persoalan sosial yang cukup serius dan kompleks.

Ini bukan hanya soal pembangunan fisik atau infrastruktur yang tertinggal, tetapi lebih dalam lagi tentang kualitas kehidupan sosial masyarakat yang mulai rapuh.

Penomena pengroyokan sesama siswa yang baru-baru ini viral di berbagai flatform media sosial, menjadi sirine yang menandakan kondisi moral generasi saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Demikian halnya dengan kasus geng motor di kalangan remaja yang akhir-akhir ini mencuat hanyalah salah satu cerminan dari krisis identitas dan hilangnya arah di kalangan generasi muda.

Mereka tidak sedang memberontak tanpa alasan. Seringkali, mereka hanya sedang mencari ruang untuk diterima, didengar, dan dihargai keberadaannya.

Ketika keluarga tak mampu menjadi tempat berlindung, ketika sekolah terasa terlalu formal, dan ketika masyarakat enggan peduli, maka mereka menciptakan dunia mereka sendiri—meski dengan cara yang destruktif.

Lebih dari itu, berbagai persoalan sosial lainnya juga kian mengkhawatirkan. Angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terus terjadi secara laten.

Perceraian meningkat, bukan hanya di kalangan muda, tapi juga yang sudah bertahun-tahun membina rumah tangga.

Kasus narkoba semakin sering terungkap, menunjukkan bahwa zat haram ini telah menyusup bahkan hingga ke pelosok desa.

Pembunuhan hingga kasus asusila yang melibatkan anak di bawah umur semakin menyesakkan dada.

Ini bukan sekadar catatan criminal, ini adalah potret luka sosial yang dalam dan memerlukan perhatian serius. Semua ini mengisyaratkan satu hal, kita sedang menghadapi darurat peradaban.

Dan di titik inilah peran pemimpin menjadi sangat krusial. Para tokoh masyarakat, pejabat publik, pemuka agama, dan para orang tua—mereka bukan hanya pemangku jabatan, tetapi pewaris nilai.

Generasi yang ada hari ini tumbuh dalam atmosfer yang mereka bentuk, sadar ataupun tidak. Jika hari ini kita mendapati anak muda yang kehilangan arah, bisa jadi karena teladan yang mereka lihat belum mampu memberi arah.

Jika hari ini masyarakat saling curiga dan mudah terpecah, bisa jadi karena para tokohnya lebih sibuk membangun kubu daripada membangun kepercayaan.

Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan generasi mendatang mewarisi keburukan yang ditinggalkan oleh generasi sebelumnya.

Sudah saatnya kita bertanya lebih dalam, warisan seperti apa yang ingin kita tinggalkan? Apakah warisan konflik dan perpecahan? Atau warisan persatuan dan kemajuan?

Bener Meriah butuh pembenahan menyeluruh. Bukan hanya membangun jalan, kantor, atau gedung-gedung baru—tetapi membangun manusia, membangun karakter, dan membangun peradaban.

Pemimpin harus menjadi teladan dalam integritas dan empati. Tokoh masyarakat harus menjadi jembatan, bukan benteng.

Anak-anak muda harus dibimbing bukan hanya untuk patuh, tapi untuk tumbuh dan berpikir mandiri. Ruang-ruang publik harus menjadi tempat pembinaan, bukan tempat penghakiman.

Lebih dari itu, kita harus mengubah cara kita memandang persaingan. Selama ini, antar sesama warga bahkan antar pejabat, seringkali justru sibuk “bersaing diam-diam”—bukan untuk memberi solusi, tapi untuk berebut pengaruh dan kedudukan.

Kita lupa bahwa dunia luar tidak menunggu kita. Daerah lain terus berbenah, terus berlari, dan dunia global terus bergerak. Jika Bener Meriah tetap terjebak dalam persaingan sempit antar kelompok, maka kita akan tertinggal jauh.

Sudah saatnya kita membangun kesadaran baru, bahwa satu-satunya persaingan yang sehat adalah dengan diri kita sendiri dan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Kita harus melatih generasi muda untuk bersaing secara sehat, berinovasi, berkolaborasi, dan membawa nama daerah ini menjadi percontohan, bukan hanya dalam infrastruktur, tetapi dalam kualitas manusianya.

Mari kita wariskan kebaikan. Mari kita tinggalkan jejak yang dapat dikenang dengan bangga oleh anak cucu kita. Jangan biarkan mereka menanggung beban akibat kegagalan kita dalam memimpin hari ini.

Jadilah pemimpin yang membangun jembatan, bukan tembok. Jadilah generasi yang menyatukan, bukan memecah belah. []

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.