Oleh : Iman Ahmadi, S.Pd.I*
Hakikat qurban dalam Islam adalah simbol menyembelih sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia, seperti keserakahan, tamak, dan angkuh.
Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah penting dalam ajaran Islam. Ibadah ini memiliki fondasi kuat dan memiliki akar sejarah panjang dalam tradisi rasul terdahulu.
Umur ibadah qurban adalah setua sejarah manusia itu sendiri. Berqurban sejatinya merupakan fitrah manusia yang bersumber dari perintah Allah dan tidak boleh didasari hawa nafsu.
Qabil dan Habil diperintah berkurban. Ada qurban yang diterima, ada pula tidak. Kurban yang diterima pastilah kurban yang baik, berkualitas, dan ikhlas.
Ajaran kurban dan prakteknya telah ditunjukkan secara sinergik oleh para nabi dan rasul hingga Nabi Muhammad SAW.
Nabi Ibrahim AS, dikenal sebagai peletak batu pertama ibadah ini. Peristiwa penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim AS, terhadap anaknya, Nabi Isma’il AS merupakan dasar bagi adanya ibadah kurban.
Nabi Ibrahim AS dengan penuh iman dan keikhlasan bersedia untuk menyembelih anak kesayangannya Ismail, hanya semata-mata untuk memenuhi perintah Allah SWT.
Peristiwa yang mengharukan ini, dilukiskan dengan indah oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah as-Shaffat ayat 102
“Tatkala anak itu sampai umurnya dan sanggup berusaha bersamasama Ibrahim. Ibrahim berkata Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu. la menjawab, wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, insyaallah kamu akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar.”
Ini adalah ujian ketaatan Nabi Ibrahim kepada Allah. Di kemudian hari, pengorbanan ini menjadi anjuran bagi umat Islam untuk menyembelih qurban.
Deskripsi historis ini menggambarkan bahwa, keteguhan hati, keyakinan akan kebenaran perintah Allah, keikhlasan, ketaatan, dan kesabaran adalah esensi yang melekat dari ibadah Qurban.
Nilai-nilai ini telah diimplementasikan dengan baik oleh Nabi Ibrahim dan Ismail AS dalam peristiwa yang mengharukan itu.
Kesanggupan Nabi Ibrahim AS menyembelih anak kandungnya sendiri Nabi Ismail AS bukan semata mata didorong oleh perasaan taat setia yang membabi buta (taqlid), tetapi meyakini bahwa perintah Allah SWT itu harus dipatuhi.
Bahkan, Allah SWT memberi perintah seperti itu sebagai peringatan kepada umat yang akan datang bahwa adakah mereka sanggup mengorbankan diri, keluarga dan harta benda yang disayangi demi menegakkan perintah Allah SWT.
Dan adakah mereka juga sanggup memikul amanah sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Dalam studi fiqh, Kurban sering disebut dengan istilah udhhiyah, karena penyembelihan binatang ternak dilakukan pada saat matahari pagi sedang menaik (dhuha).
Oleh karenanya, Ibn Qayyim al-Jauziyah memahami makna kurban dengan tindakan seseorang menyembelih hewan ternak pada saat dhuha, guna menghasilkan kedekatan dan ridha Allah SWT. Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan.
Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Penegasan Allah SWT Tentang qurban mengindikasikan dua hal. Pertama, penyembelihan hewan ternak sebagai kurban, merupakan bentuk simbolik dari tradisi Nabi Ibrahim AS, dan merupakan syi’ar dari ajaran Islam.
Kedua, Allah SWT hanya menginginkan nilai ketakwaan, dari orang yang menyembelih hewan ternak sebagai ibadah kurban.
Indikasi ini sejalan dengan peringatan Rasulullah SAW “Sesungguhnya Allah SWT tidak melihat bentuk luarmu dan harta bendamu, tetapi Dia melihat hatimu dan perbuatanmu”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Sehubungan dengan perintah untuk berkurban di atas, maka Rasulullah saw setiap tahun selalu menyembelih hewan kurban dan tidak pernah meninggalkannya.
Meskipun dari sisi ekonomi beliau termasuk orang yang menjalani hidup sederhana, tidak mempunyai rumah yang indah nan megah, apalagi mobil yang mewah. Bahkan tempat tidurnya hanya terbuat dari tikar anyaman daun kurma.
Oleh karena itu, orang muslim yang telah mempunyai kemampuan untuk berkurban tetapi tidak mau melaksanakannya boleh dikenakan sanksi sosial, ialah diisolasi dari pergaulan masyarakat muslim.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw. dalam hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah RA
“Barangsiapa yang mempunyai kemampuan menyembelih hewan qurban tetapi tidak melaksanakannya, maka janganlah sekali kali ia mendekati tempat shalat kita” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah)
Kalau ibadah kurban dilaksanakan dengan ikhlas demi mengharap ridha Allah SWT. akan memberi hikmah dan manfaat bagi pelakunya, baik di dunia maupun di akhirat, diantaranya:
1. Meningkat keimanan kepada Allah SWT. Ibadah kurban yang dilaksanakan oleh orang muslim dapat melatih kepatuhan dan kepasrahan total kepada Allah SWT.
Orang-orang yang dekat dengan Allah akan memperoleh predikat muqarrabin, muttaqin serta mendapat kemuliaan dan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2. Membersihkan diri dari sifat-sifat bahimiyyah. Pada saat hewan kurban jatuh kebumi maka saat itulah sifat kebinatangan harus sirna, seperti rakus, serakah, kejam dan penindas.
3. Menanamkan rasa kasih sayang dan empati kepada sesama. Ibadah kurban dalam Islam tidak sama dengan persembahan (offering) dalam agama-agama selain Islam.
Islam tidak memerintahkan pemujaan dalam penyembelihan hewan, tetapi Islam memerintahkan agar dagingnya diberikan kepada orang miskin agar ikut menikmati lezatnya daging hewan. Sehingga timbul rasa empati, berbagi, memberi, dan ukhuwah islamiyah antar sesama.
4. Melatih kedermawanan.
Ibadah kurban dilakukan setiap tahun secara berulang-ulang sehingga orang yang memberi kurban terbiasa untuk berderma kepada yang lain.
“Alumni Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan 2007