[Puisi Berbahasa Gayo] Hamzah Al-Fansyuri
Syair Perahu
Inile gerangan sara madah
mungarang syair olokdi belangi,
mulurusen jelen tempat berpinah,
i soné le i’tiket nge betetah.
Wahai mude kenali dirimu,
ialah perau tamsil rembegemu,
gerele pien mokot móripmu,
ku akhérat we kekal taonmu.
Woy mude arif-budimen,
hasilen kemudi urum pedoman,
alat perahumu we sibueten,
oyale jelen munetahi insen.
Perteguh mi alat peraumu,
hasilen bekal wih den kayu,
luge pengayuh ubun iyoné,
kati selalu munuju perau ku sakaten.
Ke nge muhasil kayu den layar,
tatangen mien penikot den layar,
ku oros kin bekal behu taksir,
niscaya semperne jelen si kabir.
Perteguh mien alat perahumu,
muaraé sempit tempatmu lalu,
simenmi isien gulé den hiu,
munanti peraumu laju.
***
*Dipetik dari penggalan Judul Asli “Syair Perahu”, diterjemahkan ke dalam Bahasa Gayo oleh Salman Yoga S.
Hamzah Al-Fansyuri – merupakan seorang ulama dan pujangga besar Melayu. Juga penyair Melayu pertama yang menggubah syair-syair bersifat agama. Ia lahir pada akhir abad ke-16, pada tahun 1726 Francois Valentijn dalam bukunya Oud en Nieuw Oost-Indie (Hindia Timur Lama dan Baharu) pada bab mengenai Sumatra, menyebut Hamzah Fansuri sebagai seorang penyair yang dilahirkan di Fansur dan menghabiskan banyak waktunya dan menetap di Aceh.
Hamzah Fansuri, seorang penyair dan tokoh tasawuf terkenal dari Aceh, dikenal karena syair-syairnya yang kaya makna dan nuansa sufistik. Beberapa syair terkenal karya Hamzah Fansuri antara lain Syair Perahu, Syair Dagang, Syair Burung Unggas, dan Syair Burung Pungguk. Syair-syair ini sering dikaji dan dipelajari karena memuat ajaran-ajaran tasawuf dan nilai-nilai etika.[SY]