Aceh Tengah Banjir di Musim Hujan, Kita Lupa Fungsi Paya

oleh

Catatan : Darmawan Masri*

Dalam beberapa pekan terakhir, ramai di media mainstream dan media sosial, kondisi Kabupaten Aceh Tengah yang mengalami banjir saat hujan deras turun.

Pemandangan ini, dalam kurun beberapa tahun terakhir memang kerap terjadi di Aceh Tengah, dan terparah kondisi ini terjadi 3 tahun belakangan ini.

Terkait : Hampir Setiap Sudut Jalan Protokol di Kota Takengon Tergenang Air

Banyak yang mengatakan, banjir rob yang melanda pusat Kota Takengon saat hujan deras, dikarenakan karena aliran air tersumbat lantaran drainase tidak mengalir dengan baik.

Hal itu tidak sepenuhnya salah. Namun, ada satu hal yang terlupakan oleh kita, banjir rob yang terjadi, lantaran banyak rawa atau dalam bahaya Gayo disebut Paya, kini beralih fungsi, ditimbun dan bangunan berdiri di atasnya.

Padahal, paya yang banyak ditemui di seputaran Kecamatan Bebesen, Kebayakan dan Lut Tawar, adalah serapan alami yang telah diciptakan Allah SWT.

Dengan hilangnya paya-paya ini, aliran air tidak meresap sempurna ke celah-celah tanah. Dan kebanyakan air hujan akan mengalir mencari tempat yang lebih rendah, dan akhirnya bermuara ke Danau Lut Tawar sebagai waduk raksasa.

Dengan kondisi demikian, drainase sebesar apapun pasti tidak akan bisa menampung debit air yang masuk, hingga akhirnya meluber ke jalan dan terjadilah genangan.

Hilangnya fungsi paya ini, juga berdampak pada debit air di Danau Lut Tawar. Musim kemarau, debit air danau berpenghuni mitos Lembide dan ikan endemik Depik dan Kawan, turun drastis.

Terkait : Air Danau Lut Tawar Susut, Selain Deforestasi Fungsi Rawa Juga Hilang

Sebagaimana diketahui, Danau Laut Tawar atau hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan di Kabupaten Aceh Tengah adalah salah satu dari 840 danau besar yang merupakan sumber air permukaan utama di Indonesia.

Air permukaan yang ditampung oleh Danau Laut Tawar yang luasnya 5.472 ha (17 km x 3,219 km) mencapai 2,5 trilyun liter.

Dengan kecepatan 5.664 liter/detik, air permukaan dari Danau Laut Tawar mengalir melalui DAS Peusangan melewati Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Kabupaten Bireuen.

Bagi Kabupaten Bireuen, air permukaan dari DAS Peusangan digunakan untuk irigasi Pante Lhoong, sedangkan Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe memanfaatkan air baku ini sebagai sumber air bersih.

Para ahli di bidang ini sepakat, bahwa rawa yang dalam bahasa Gayo disebut dengan paya, memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga permukaan air di suatu wilayah. Paya merupakan daerah penyerap air.

Air dalam lapisan tanah yang berlebihan berpindah secara alami menuju rawa. Sehingga, mencegah tanah longsor atau erosi. Rawa juga mampu mencegah terjadinya banjir karena menyerap jumlah air yang berlebihan dari sungai yang meluap.

Seorang pemerhati lingkungan di Gayo, Munawardi pernah menuliskan tentang hilangnya salah satu paya di pusat Kota Takengon.

Terkait : Paya Ilang yang Hilang

Hilangnya fungsi paya di daerah yang berdekatan dengan Danau Lut Tawar, juga menjadi satu sebab susutnya air permukaan di danau yang terletak di ketinggian rata-rata 1200 Mdpl itu.

Paya Ilang salah satunya, ditambah lagi dengan Paya Serngi, Paya Reje, Paya Tumpi, Paya di Pinangan dan masih banyak lagi daerah-daerah genangan di seputaran Danau Lut Tawar yang dulu berfungsi sebagai paya juga turut hilang.

Maka jangan heran, begitu aliran DAS Peusangan di normalisasi, air danau menyusut dengan cepat terutama di musim kemarau.

Di musim hujan, daerah kota Takengon juga ditandai dengan banyaknya genangan air yang melimpah ruah ke jalan, hingga ada yang masuk ke pemukiman warga. Ini juga menjadi ciri, bahwa rawa di Aceh Tengah tak bekerja lagi sebagaimana fungsinya sebagai daerah resapan.

Melihat dari fungsi rawa, harusnya saat musim hujan, rawa akan menyerap air lebih banyak, kemudian disimpan di celah-celah atau pori-pori tanah.

Lalu, saat musim kemarau, rawa akan melepas air yang disimpan tadi secara perlahan, dan kemudian akan dialirkan melalui aquifer untuk menjaga air permukaan Danau Lut Tawar tetap stabil. Jika pun susut, terjadinya tidak parah seperti saat ini.

Kedua kondisi ini, seakan menjadi penanda bahwa kita semua lupa fungsi paya yang cukup krusial, dan kini perlahan hilang berganti dengan timbunan lalu dibuat bangunan.

Begitu pentingnya peran rawa dalam menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Namun apa daya, rawa-rawa itu kini ditimbun. Bangunan demi bangunan (mesti gak megah-megah kali) berdiri di atasnya. Dan fungsi paya pun dinyatakan hilang.

Masihkah semuanya diam? wallahualam bissawab

*Pemimpin Redaksi LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.