Oleh : Dr. Jamhuri Ungel, MA*
Kejahatan dalam bahasa Arab disebut dengan kata jarimah, kata jarimah berasal dari kata jarama yang bersumber dari kata jaramatan yangnberartinperbhatan dosa, perbuatan salah atau juga disebut dengan kejahatan.
Dalam buku fikih jinayah sering kita temukan kata jarimah zina, jarimah korupsi, jarimah pencurian dan lain-lain.
Dalam hukum positif (hukum yang berlaku saat ini di Indonesia sama dengan tindak pidana (pristiwa pidana, delik). Ulama sering juga melihat kejahatan tersebut dari sisi hukuman yang diberikan, yaitu jarimah (kejahatan) hudud dan jarimah (kejahatan) ta’zir.
Jarimah hudud adalah jenis kejahatan yang dihukum dengan hukum hudud, yakni hukuman yang sudah ditentukan secara pasti jenis, bentuk dan jumlah hukumannya.
Penjatuhan hukuman hudud ini tidak boleh ada keraguan terhadap kebenaran pelaku perbuatan, kebenaran perbuatan yang dilakukan dan juga kebenaran tempat dan waktu perbuatan itu dilakukan.
Bila terjadi keraguan terhadap pelaku, keraguan terhadap perbuatan dan keraguan terhadap tempat dan waktu maka hukuman hudud tidak bisa dijatuhkan.
Dalam kaidah fikih disebutkan :
الحدود تسقط بالشبهات
Hukuman hudud gugur karena syubhat.
Sebagaimana disebutkan bahwa ketidakpastian terhadap pelaku, ketidakpastian hadap terhadap perbuatan dan ketidakpastian terhadap tempat dan waktu menyebabkan gugurnya hukuman hudud. Perbuatan-perbuatan yang dihukum dengan hudud (jarimah hudud), terdapat dalam dalil nash al-Quran dan hadis.
Jarimah (perbuatan) zina, ditentukan hukumannya oleh al-quran dalam surat an-Nur ayat 2. “Pezina perempuan dan pezina laki-laki hendaklah dihukum jilid (cambuk) sebanyak 100 (seratus) kali…”.
Ayat ini menghendaki penjatuhan hukuman hudud terhadap pelaku yang benar-benar melakukan perbuatan zina baik laki-laki ataupun perempuan, dengan jumlah hukuman tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang dari 100 (seratus) kali cambuk.
Untuk membuktikan tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang ada dengan memperhatikan alat cambuknya tidak boleh ganda dan tidak boleh pecah, karena kalau ganda atau pecah maka hitungannya tidak lagi pasti dan terhukum boleh mempraperadilankan penghukum.
Kemudian bila dilihat dari segi pelaku jarimah zina maka orangnya betul-betul pelaku jarimah, bila pelakunya tidak betul-betul maka tidak bisa dijatuhkan hukuman hudud, namun juga tidak bisa dibiarkan bebas tetapi harus dijatuhi hukuman ta’zir (hukuman yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku).
Bisa jadi dihukum dengan hukuman jilid kurang dari 100 kali atau juga dihukum dengan hukuman penjara.
Selanjutnya kepastian perbuatan jarimah zina harus dibuktikan sesuai dengan yang disebutkan di dalam al-Quran, yakni empat orang yang menyaksikan secara langsung jarimah zina dilakukan, sesuai dengan yang difirmankan :
واللاتي يأتين الفاحشة من نسائكم فاستشهدوا عليهن أربعة منكم …
Artinya : (terhadap) para wanita kalian yang melakukan perbuatan keji, hendaklah hadirkan empat orang saksi dari kaliah (yang menyaksikannya).
Ayat ini menghendaki apabila seseorang mengatakan orang lain telah melakukan jarimah zina, maka bagi mereka yang mengatakan hendaklah membuktikannya dengan menghadirkan empat orang saksi.
Para ulama memahami kesaksian disini bukanlah dugaan atau ungkapan orang lain, tetapi kesaksian yang dimaksud adalah melihat langsung jarimah zina yang dilakukan.
Tentu kesaksian ini bukanlah perbuatan yang mudah, karena secara akal tidak mungkin pelaku jarimah mempertontonkan perbuatannya kepada orang lain bahkan sampai kepada empat orang.
Qadzaf, qadzaf adalah perbuatan seseorang menuduh orang lain melakukan perbuatan zina, sedang ia tidak memilkii bukti.
Baik itu bukti pada pelaku, bukti pada perbuatan atau juga bukti pada tempat dan waktu
Orang yang melakukan perbuatan qadzaf dikenakan hukuman hudud dengan 80 (delapan puluh) kali cambuk, berdasarkan surat an-Nur ayat 4 :
والذين يرمون المحسنات ثم لم يؤتوا بأربعة شهداء فاجلدوهم ثمانين جلدة ولا تقبلوا لهم شهادة أبدا…
Orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali cambukan, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya…
Mereka yang menuduh orang lain melakukan jarimah zina dan tidak dapat menghadirkan empat orang saksi (yang melihat jarimah zina secara langsung), maka penuduh dikanakan hukuman hudud (tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang) 80 (delapan puluh) kali cambuk.
Tidak hanya itu, penuduh juga dikenakan hukuman untuk tidak diterima kesaksiannya selama-lamanya.
Membaca dan memahami apa yang dikehendaki Allah yang termaktub di dalam al-Quran bahwa hukuman bagi mereka yang melakukan jarimah zina dan mereka yang menuduh orang lain melakukan jarimah zina dan tidak dapat membuktikan kebenaran tuduhannya, maka ia dikenakan hukuman hudud juga.
Bagi pezina dicambuk 100 kali dan bagi penuduh di samling di cambuk 80 kali juga tidak dapat lagi menjadi saksi seumur hidupnya.
Untuk itu harus dipahami,ketika seseorang melakukan perbuatan zina, lalu ia mengatakan bahwa jarimah zina yang dilakukan dengan seseorang yang lain, kemudian ia mengatakan bahwa bukan hanya dia yang melakukan tetapi ada orang lain maka bagi pelaku yang mengatakan juga orang lain maka ia dihukum dengan dua hudud. Pertama sebagai pelaku zina dan yang kedua sebagai penuduh.
Ketika sekarang ini banyak kasus yang beredar di media, baik itu media online atau offline, sedangkan secara bukti belum dapat dikatakan kebenaran jarimah secara hukum islam atau hukum negara, sedang kebanyakan orang sudah mengatakan perbuatan itu benar telah terjadi dan itu menjadi konsumsi publik dalam media, maka kita harus berhati-hati bahwa apabila tidak dapat dibuktikan dengan empat orang saksi yang melihat langsung, maka penuduh bisa dihukum dengan hudud sebanya 80 kali cambuk.
Untuk itu marilah kita berhati-hati dengan hukum Allah, karena dibalik apa yang tertulis tentu Allah lebih tau dan kita harus selalu mencari apa yang dihendaki Allah.
*Dosen Fak. Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh