Oleh : Fauzan Azima*
Tulisan ini saya maksudkan kepada siapapun yang berkuasa; para pejabat dan orang-orang kaya. Pejabat berkuasa dengan jabatannya dan orang kaya berkuasa dengan uangnya.
Siapapun kita, utamanya penguasa dan pengusaha, Ingatlah sejarah! Peristiwa masa lalu itu sepatutnya dijadikan pedoman dalam menapak jalan hidup. Sejarah juga mengajarkan kita agar bijak membaca tanda-tanda zaman.
Sebuah Sunnatullah, sejarah berulang. Sejak Nabi Adam alaihisalam sampai kepada kita hari ini, sadar atau tidak, banyak peristiwa berulang. Hakikat mengkaji sejarah, tujuan sebenarnya agar peristiwa buruk masa lalu tidak terulang pada kita saat ini.
Kitab Suci Al-Qur’an sebagai pedoman ummat Islam banyak mencatat kesalahan tokoh pada masa lalu yang hidupnya berakhir tragis karena menentang kebenaran.
Tujuan kitab suci disusun sebagai petunjuk bagi manusia supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama, seperti yang dibuat tokoh jahiliah masa lalu. Bukti sudah cukup, sejarah telah mengajarkan dan termaktub dalam Al-Qur’an.
Salah satu sejarah penting yang tercatat dalam Al-Qur’an, tentang Firaun (ahli sejarah menyebutnya Ramses II) yang menentang kebenaran yang dibawa Nabi Musa Alaihisalam, akhirnya tenggelam bersama pasukannya.
Pertanyaannya, mengapa Firaun yang kekuasaannya begitu kuat bisa jatuh? Kekuasaan Firaun tetap langgeng meski didera berbagai penyakit dan bencana alam karena dia hanya bermain dibalik layar untuk menzalimi dan menentang Nabiyullah Musa.
Begitu ambisi Firaun turun sendiri untuk mengejar Rasulullah Musa dan keinginan kuat untuk membunuh “Tokoh pembaharu” itu dengan tangannya sendiri, maka di sanalah dia mati dan kekuasaannya runtuh.
Firaun tidak saja mati, tapi dihinakan dan jasadnya abadi agar menjadi peringatan kepada siapapun yang mau mengambil hikmah dari peristiwa itu. Sayangnya hanya segelintir orang yang mau menjadikan kejatuhan Firaun sebagai pelajaran.
Kejatuhan Soeharto dari Presiden Republik Indonesia walau tidak tercatat dalam Al-Qur’an, tetapi masuk dalam ayat takhiriah (realitas sejarah). Soeharto lengser keprabon karena turun tangan langsung mengurusi kekuasaannya. Padahal sebelumnya Presiden RI ke-2 itu selalu mendelegasikan kepentingannya.
Tokoh spiritual menyatakan bahwa kejatuhan Soeharto juga karena menentang Falsafah Jawa, yaitu; “Kalau ingin menjadi pelayan jadilah birokrat, Kalau ingin mulia jadilah pedagang, kalau ingin menjadi satria, jadilah tentara. Kalau tentara ingin menjadi pedagang dan birokrat, tunggulah kehancuran.”
(Mendale, Juli 20, 2024)