Catatan Redaksi*
Politik uang di Aceh Tengah akan tetap mewarnai dan mempengaruhi secara massif pada Pemilukada 2024 dimana faktor demografi seperti gender, perbedaan desa dengan kota dan usia tetap tidak akan mampu membendung politik uang.
Beberapa faktor penyebab berlangsungnya politik uang di Aceh Tengah dapat dianalisis.
Pertama ; Beberapa penelitian di wilayah terkait politik uang dalam Pemilukada salah satunya dipengaruhi oleh faktor rendahnya tingkat pendidikan.
Tingkat pendidikan masyarakat Aceh Tengah pada tahun 2022 tergolong masih rendah yaitu banyak didominasi oleh lulusan SD Sederajat sejumlah 34.566, lulusan SMP sederajat sebesar 30.257 serta SMA sederajat sederajat sebesar 49.658 jiwa.
Kedua ; Penduduk miskin di Aceh Tengah masih tergolong tinggi, yaitu 14,38% (BPS 2023) dan pendapatan per kapita Rp 43,97 juta (BPS 2023). Hal itu mengindikasikan pendapatan masyarakat di Aceh Tengah masih rendah. Dimana, mayoritas penduduk di Aceh Tengah masih bertumpu pada sektor pertanian.
Selain produktivitas rendah, sebagian besar masih terjerat dengan tengkulak. Hal ini berbanding lurus dengan rendahnya angka pendapatan masyarakat.
Ditambah lagi, situasi saat ini, inflasi year on year di Aceh Tengah dari bulan Maret-Mei 2024 cukup tinggi.
Inflasi Aceh Tengah, di bulan Maret sebesar 4,51% sementara inflasi Aceh hanya 3,25%, bulan April inflasi sebesar 4,73% sementara inflasi Aceh sebesar 3,14% dan pada bulan Mei angka inflasi di Aceh Tengah sebesar 4,91%.
Kondisi ini apabila tidak disikapi oleh Pemkab Aceh Tengah, maka yang terjadi daya beli masyarakat akan semakin menurun karena tingginya harga-harga kebutuhan pokok. Artinya secara ekonomi kondisi masyarakat Aceh Tengah saat ini mengkhawatirkan.
Ketiga ; Imbas dari rendahnya pendapatan masyarakat dimanfaatkan oleh para politisi yang berselingkuh dengan patronase ekonomi, yaitu para pengusaha/pemodal politik di wilayah dengan harapan mendapat cuan dari kebijakan Bupati dan Wakil Bupati terpilih nantinya.
Upaya tersebut dengan memberikan keuntungan pada individu atau kelompok secara langsung tanpa melihat track record dan kapabilitas Calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tengah ke depan.
Keempat ; Masih adanya persepsi yang kuat dari sebagian besar masyarakat Aceh Tengah, bahwa Pemilu/ Pemilukada merupakan sebuah perayaan, kultur pragmatisme jangka pendek, lemahnya dialektika untuk mencari nilai-nilai ideal membangun visi bersama dan lemahnya aturan main yang dipraksiskan oleh penyelanggara pemilu.
Kelima ; Rendahnya tingkat Party ID (kedekatan masyarakat Aceh Tengah dengan Partai Politik yang ada di wilayah). Masyarakat hanya merasakan partai politik hadir disaat dimulainya kontestasi Pemilu/ Pemilukada.
Ditambah lagi dengan kekecewaan masyarakat yang sebelumnya telah menggantungkan harapan perbaikan pembangunan dan kesejahteraan baik melalui DPRK Aceh Tengah maupun para pemimpin periode sebelumnya.
Harus diingat dan menjadi PR besar bagi para pemimpin di Aceh Tengah, saat ini situasi tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Banyak persoalan internal Pemkab Aceh Tengah yang belum terselesaikan dari adanya defisit anggaran yang berlangsung terus menerus tanpa ada upaya keberanian, dimana prioritas tetaplah prioritas dengan mengesampingkan kepentingan kelompok atau golongan hingga ke persoalan-persoalan sosial, hukum ekologi yang tentunya sudah bisa dianalisa oleh pembaca sendiri.
Situasi tidak baik-baik saja ini diprediksi akan tetap berlanjut sampai dengan terpilihnya Calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Tengah 2024-2029, harapannya dengan momentum Pemilukada, masyarakat Aceh Tengah sadar
Saat ini bukan pemimpin pencitraan yang dicari dan dipilih, bukan pemimpin yang berselingkuh dengan para pengusaha yang dibutuhkan. Namun pemimpin yang mampu mengidentifikasi persoalan dan menemukan solusi kongkret yang aplikatif sehingga manfaatnya bisa dirasakan oleh Masyarakat.
Vivamus Moriendum Est (mari kita hidup, karena kita harus mati).