Takengon-LintasGAYO.co : Bahasa Gayo, yang telah lama digunakan secara turun-temurun oleh orang Gayo. Kini mendapat perhatian besar dalam sebuah diskusi yang digelar pada Sabtu, 04 November 2023.
Acara ini menggambarkan semangat dan komitmen yang kuat untuk melestarikan bahasa Gayo yang kaya kata.
Diskusi yang berjudul “Punahnya Bahasa Gayo: Resiko dan Upaya Pelestariannya” dipandu oleh Moderator Bachtiar Gayo.
Pembicara pertama, Bentara Linge, dari Majelis Adat Gayo (MAG). Sebagai ketua Khazanah Adat MAG, memberikan gambaran bahasa Gayo disampaikan penuh tamsil dalam bentuk primestike dimasa lalu, namun saat ini keindahan rasa bahasa Gayo semakin jarang digunakan, bahkan tidak lagi terdengar dari generasi muda.
Belum adanya standar penulisan juga menjadi persoalan dalam mendokumentasikan bahasa Gayo dalam bentuk buku. dalam memberikan pandangan mendalam tentang bahasa Gayo dan pentingnya melestarikannya.
Lebih jauh Bentara Linge menyampaikan, Kepunahan bahasa Gayo salah satunya dipengaruhi oleh sikap bahasa para penuturnya. Ada yang mengira bahwa dengan berbahasa daerah, maka itu artinya sama dengan menunjukkan diri sebagai “orang kampungan,” tidak keren, dan tertinggal.
Seperti inilah yang paling kuat menjadi penyebabnya, akibatnya para orangtua, remaja, dan anak-anak tidak lagi menggunakan bahasa daerahnya sehingga akhirnya bahasa itu memasuki fase kritis lalu kemudian punah,” ungkapnya
Menutup paparannya, Bentara Linge mengusulkan pembentukan lembaga seperti Balai Bahasa Gayo. “Kalau bahasa daerah kita punah itu artinya kita kehilangan identitas dan jati diri, kita hilang bukan hanya sejarah tapi segala jenis kearifan lokal,” pungkasnya.
Mukhlis Gayo praktisi budaya membahas peran bahasa dalam kebudayaan dan sejarah perkembangan bahasa dalam sejarah manusia.
Ia membahas pengaruh campuran etnis terhadap bahasa Gayo, khususnya di wilayah Aceh Tengah. Apabila dikorelasikan dengan sifat kebudayaan, tentunya bahasa daerah termasuk ke dalam kebudayaan yang bersifat dinamis yang berarti akan mengalami dekonstruksi dan atau rekonstruksi bahasa.
Lanjutnya, kenyataan menunjukkan bahwa pada saat ini Bahasa Gayo cenderung atau mulai ditinggalkan penuturnya karena bahasa lain yang lebih luas daya jangkau komunikasinya (language of wider communication) dapat menggantikan Bahasa Gayo dalam berbagai ranah penggunaan bahasa untuk mencapai peluang sosial dan ekonomi yang lebih luas.
Diskusi yang diikuti oleh sejumlah peserta dari kalangan kepemerintahan, akademisi, dan pekerja seni, diwarnai oleh generasi muda memberikan pemahaman lebih dalam mengenai perubahan bahasa Gayo dan identifikasi keturunan bangsa.
Zulfikar Ahmad Aman Dio, pembicara ketiga, menggarisbawahi pentingnya perlindungan bahasa Gayo sebagai wadah ilmu dan pengetahuan tradisional.
Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap perubahan dalam bahasa Gayo akibat pengaruh teknologi modern dan perubahan budaya.
Lebih lanjut Aman dio menyampaikan, upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam melindungi bahasa daerah adalah dengan mengusulkan undang-undang Bahasa Daerah sebagai salah satu rekomendasi dalam Kongres Bahasa Indonesia ke- XII.
Menurut Aman Dio upaya ini perlu ditindak lanjuti oleh masing-masing pemerintah daerah dengan menyusun peraturan daerah, mengingat kondisi bahasa dearah berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Sebagai penutup, Zulfikar Ahmad, Aman Dio mengusulkan penyusunan kamus bahasa Gayo dengan definisi kalimat berbahasa Gayo seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan pengembangan database bahasa Gayo berbentuk Corpus.
Tanggapan peserta diskusi, membahas langkah-langkah konkret untuk mencegah punahnya bahasa Gayo. Para peserta berbicara mendukung perlindungan bahasa Gayo melalui peraturan perundang-undangan, penyusunan kamus bahasa Gayo, dan pengembangan database bahasa.
Menurut data yang dirilis oleh UNESCO, dalam kurun tiga puluh tahun terakhir sudah ada 200 bahasa daerah di dunia yang mengalami kepunahan. Sementara, kalau di Indonesia dari 718 bahasa, 25 di antaranya terancam punah, yang enam kritis dan 11 bahasa sudah dinyatakan punah.
Moderator, Bachtiar Gayo, mengakhiri acara ini dengan harapan bahwa langkah-langkah nyata akan diambil untuk melestarikan bahasa Gayo, meningkatkan kesadaran akan keberagaman bahasa dan budaya, serta mengintegrasikan bahasa Gayo dalam pendidikan dan pembelajaran sains.
Diskusi ini bukan hanya sekadar perbincangan, tetapi langkah awal yang penting dalam upaya pelestarian bahasa Gayo dan budaya Aceh yang kaya. Semua peserta sepakat bahwa bahasa Gayo adalah harta berharga yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.
Upaya pelindungan terhadap bahasa Gayo agar tidak segera mengalami kepunahan melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengadakan upaya revitalisasi. Balai Bahasa Aceh dapat memfasilitasi kajian lanjutan dan rekomendasi kepada pemerintah daerah.
[Radi]