Tari Saman Sebagai Media Komunikasi dan Seni Islam (Bag. 4)

oleh

Oleh : Salman Yoga S*

Dalam sejarah dan khasanah budaya, kesenian bukan saja menjadi media dalam pengekspresian diri dan kehalusan jiwa. Ia telah berperan sebagai suatu yang mempunyai nilai lebih dari sekedar sebuah kesenian yang memiliki pesan moral luhur.

Ada proses dan muatan nilai yang juga ikut diusungnya. Kesenian menjadi sesuatu yang dapat menyampaikan, melarang, menganjurkan, membantah, merekam bahkan mengkritisi suatu realitas sosial masyarakat yang dianggap tidak ideal dalam konteks budaya lokal dan agama.

Kesenian Gayo sebagaimana halnya dengan seni yang lain, adalah hasil produksi yang banyak melibatkan aspek. Disamping fungsi tekstual, juga mempunyai kekuatan dan pengaruh tersendiri terhadap budaya.

Karena seni dan bahasa dalam pengertian kemahiran merumuskan konsep, merangkai kata dan kalimat secara teratur dan indah, ia juga mengandung pesan agama dan budaya.

Kesenian tradisional dalam kaitan ini bukan saja sekedar estisasi kata dan ungkapan, tetapi suatu hasil cipta rasa dan refleksi budaya yang mengandung pesan dan nilai humanis yang bersumber dari kontemplasi terhadap realitas ril dan imaji yang mewakili persoalan serta motif-motif di luar maupun di dalam budaya.26

Muatan pesan agama seperti nilai takwa, iman, kebenaran, indah, halus, riang, kreatif, harmoni, melankolis, tertib, harga diri, waspada, inovatif, disiplin kompetitif, dinamis dan lain sebagainya.

Kesenian Didong, Saér pada masyakat Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah bertolak dari nilai harga diri kelompok, yang harus ditunjang daya kreativitas tinggi, dengan sifat kompetitif yang lekat, dalam melahirkan keindahan yang berkualitas, dengan nuansa rasa dan pikir yang amat menonjol.

Tari Cakalele dan Maku-Maku dari Seram, Maluku, membawakan pesan kesetiakawanan yang kental, terbangun oleh sifat kompetitif yang berakhir dalam damai; kesemuanya berakar pada sejarah leluhur.

Seni tenun ikat Sumba sebagai wahana membangun jati diri, bersentuhan dengan harga diri, ditunjang kreativitas dalam disiplin diri yang pekat. Gejala-gejala seni musik, tari sastra (mantra) dalam upacara Beliatnt pada Dayak Benoaq di Kabupaten Kutai Kalimantan Timur bertolak dari sistem keyakinan, lalu mengembangkan pengetahuan-penyembuhan penyakit, melalui suatu proses inivasi panjang yang melelahkan.27

Demikian juga dengan jenis seni tari Saman di Kabupaten Gayo Lues, Seudatai, Laweut,28 Dalail dan lain-lain di Aceh pesisir.

Unsur nilai seni biasanya terdapat pula dalam kategori-kategori nilai pengetahuan, keyakinan, sosial atau ekonomi sebagai bagian dari keseluruhan konfigurasi budayanya.

Semua itu menjadi acuan utama bagi perilaku mulai dari lingkup terkecil, misalnya mengatur hubungan anak-ayah, adik-kakak sampai lebih luas yaitu masyarakat dalam lingkup kebudayaan.

Peran dan fungsi kesenian tradisional bagi masyarakat pemiliknya adalah sebagai wahana komunikasi dan aktualisasi diri, sebagai media untuk menyatukan setiap individu dalam berekspresi dan pada akhirnya menyampaikan pesan-pesan Dakwah Islam dan pesan budayanya sebagai bentuk pewarisan nilai.

Tari Saman Sebagai Media Penyampaian Pesan Keislaman

Pengungkapan syair dalam tari Saman adalah merupakan sesuatu yang umum, terdapat dalam setiap gerakan, pembuka dan perlaihan antar gerakan dan penutup. Dalam hal ini ia bukan saja menjadi bagian dari tari Saman itu sendiri tetapi juga telah menjadi media dalam menyampaikan pesan.

Salah satu ciri utama kesenian tradisional Gayo yang melingkupi empat kabupaten di Provinsi Aceh adalah pada syair-syairnya, tidak terkecuali tarian-tarian dengan atau tanpa alat musik pengiring apalagi sastra lisan.

Dalam pementasan tari Saman, Bejamu Saman, Saman Jejunten, Saman Mungerje atau Jalu Saman dalam kehidupan masyarakat hal yang paling ditunggu-tunggu adalah lebih kepada syair-syair yang yang dilantunkan selain dari pada sekedar gerakkan.

Setidaknya bagi penonton yang mengerti bahasa Gayo yang menjadi bahasa utama syair-syair tari Saman. Karena pengungkapannya merupakan sesuatu yang dianggap khas (sastrawi) lebih mengandung informasi dan rasa dari para pelaku tari Saman (Pesaman) atas realitas atau atas apa saja yang menghantarkan mereka hingga berada di tempat tersebut, sebagaimana petikan syairnya di bawah ini:

Kadang ta selo lengkio kebermu sawah
Iosah ko tenah ku manuk ceeeeem sinting asal nyata
I bur si atas uyem beriring, i karang tebing gurili atu
Pepalisen benatang noang i atasni karang kunul berjunté
Pepalisen manuk kaling pines, bumi si lues i karang menasé
Erah jernang so basa-berbasa
Nong nge méh senang natéku

Terjemahan bebas:

Mungkin entah kapan burung lengkio beritamu sampai
Kau berikan pesan kepada burung ceeem sungguh benar nyata
Di gunung yang tinggi pinus beriring, di karang yang tebing ditimpa batu
Sangat celaka binatang kambing hutan, di atas karang duduk berjuntai
Sangat celaka burung layang-layang, bumi begitu luas di karang bersarang
Burung erah jantan itu berkata-kata
Aku sudah puas senang hatiku

Hal ini bukan saja berbanding terbalik dengan daya tarik tari Saman bagi masyarakat di luar lingkungannya yang terpukau dari unsur keseragaman gerak dan dinamika performance sebagai sebuah pementasan.29

Syair-syair yang bermuatan pesan keagamaan secara umum dan lebih banyak didendangkan dalam pementasan tari Saman Bejamu, Saman Jejunten, Saman Mungerje atau Jalu Saman dalam kehidupan interaksi sosial-adat dalam budaya masyarakat.

Dalam even-even ini durasi waktu pementasan tentu lebih panjang dan lebih memungkinkan para group serta pe-Saman untuk mengekflorasi kekayaan tema dan isi dari syair-syairnya. Syair-syair yang mengingatkan dan menghubungkan antara kehidupan di dunia dengan kehidupan di akherat kelak. Syair yang berhubungan dengan Tuhan dapat disimak dalam petikan berikut:

Kadang berdosa péh kite ku Tuhen, negon perbueten i wasni ingin ini
Ikegere becaya kokén Tuhen, rui wasni uten sahan keta nejemé
Barik sideh péh carongni beru, baju bamu turah seluk ko
Barik sideh péh carongni bujang, songkok lintang turah cube ko
I akérat kahé dedete reman kerna tukang saman atasni denie
Ibelang laén dih edet gere ninget asal agama
I denie enti ko jengkat, i akerat kona sikse (di dunia jangan
I denie gati semiang kati senang kite lang-lang ho
Kénamainekite turah hurmet kati endepetsapaat ari Tuhente
Dirodari malé turun gelap emun gere jadi (bidadari akan
Murip i denie gere mokot, arake ninget kite ku maté (hidup
Ike ngenal reta gere darih bekarat, kerna ku akérat gere kite mai
Bebuet jeroh ibedet enti taring, oya si sunguh sinting nulung kite30

Terjemahaan bebas:

Mungkin bersalahpun kita kepada Tuhan, menyaksikan tingkahlaku ini
Jika tidak percaya engkau kepada Tuhan, duri di hutan siapa yang menajamkannya
bagaimana pun cantiknya gadis, baju warna abu-abu pasti kau pakai
bagaimana pun gantengnya laki-laki, kopiah melintang pasti kau coba
di akhirat nanti dada kita lembam karena pemain saman di atas dunia
di Belangkejeren lain sekali adat tidak ingat tentang agama
di dunia jangan kamu sombong, di akhirat kena siksa
di dunia sering sembahyang agar senang kita nanti/di akhirat
kepada bapak dan ibu kita harus hormat agar mendapat syafaat dari Tuhan kita
bidadari akan turun embun gelap sehingga tidak jadi
hidup di dunia tidak lama, adakah teringat kita pada mati
kalau mencari harta tidak usah dipaksakan karena ke akhirat tidak kita bawa
bekerja baik dan ibadah jangan tinggal, itulah yang benar-benar menolong kita31

Lingkup tema dan isi syair-syair tari Saman sangatlah beragam, mulai dari hubungan manusia dengan Tuhan hingga hubungan manusia dengan alam sekitar, makhluk-makhluk selain manusia juga tentang alam, lingkungan, adat, pergaulan, ketauladanan, pergaulan remaja dan lain sebagainya.

Pementasan dan pemanggungan tari Saman untuk kepentingan hiburan umum sebagai pengisi sela acara tertentu syair-syair panjang seperti di atas hampir tidak pernah dimunculkan, selain panjang, dalam konteks isi dianggap tidak mempunyai relevansi dengan objek komunikasi (penonton) yang biasanya heterogen.

Namun demikian syair yang bermuatan pesan agama dalam mukadimah selalu disertakan sebagai bagian dari ciri tari Saman itu sendiri sebagai media komunikasi Islam.

Contoh penggalan syair pembuka tersebut adalah;
Salamu ‘alaikum, salamu ‘alaikum pemulon berlangkah
Ari Rahim bismillah ari Rahim bismillah pemulon kubaca
(Assalamu’alaikum, salamu ‘alaikum pertama berlangkah
Dari rahim bismillah, dari rahim bismillah pertama saya baca)

Baca Juga : Tari Saman Sebagai Media Komunikasi dan Seni Islam (Bag. 3)

*Dipetik dari buku “Para Penabuh Tubuh, Sehimpun Tulisan Perihal Saman Gayo”. Editor: Michael HB & Dede Pramayoza. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Derektorat Jendral Kebudayaan RI, Lintang Pustaka Utama Yogyakarta, 2019. Halaman 150-173.

*Salman Yoga S adalah pelaku seni dan budaya. Pimpinan Lembaga The Gayo Institute (TGI), Komunitas Teater Reje Linge, Redaktur Sastra & Budaya www.lintasGAYO.co serta aktif disejumlah komunitas-organisasi gerakan kebudayaan lainnya. Selain itu ia juga adalah akademisi, mengajar di program S1 dan Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.

Daftar Pustaka
Abu Muhammad ‘Abdull Malik Bin Hisyam Al-Maufiri, Perang Badar Al-Kubra Dari Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, Kuala Lumpur: Al-Hidayah Publishers, 2001.
Azwar AN, Dakwah Islam Dalam Nuansa Kebudayaan, Bakti (No. 26, 1993).
Bambang Sugiharto, Untuk Apa Seni. Bandung: Matahari, 2013.
Everett M. Rogers, Communication Technology, The New Media in Society, London: The Free Press Collier Macmillan Publisher, 1986.
Hamd Hasan Raqith, Merengkuh Cahaya Ilahi Tanggungjawab Menegakkan Pilar-Pilar Dakwah Islam, terj. Maimun Syamsuddin, Yogyakarta: Diva Press, 1997.
Ismail Raji al-Faruqi, Seni Tauhid Esensi dan Ekspresi Estetika Islam, terj. Hartono Hadikusumo, Yogyakarta: Bentang, 1999.
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1983.
______________, Pengantar Ilmu Antropologi, Cet. 8. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
______________, Rintangan-rintangan Mental Dalam Pembangunan Ekonomi di Indonesia, Jakarta: Pamator, 2000.
M. Ridwan Dkk. Kamus Ilmiah Populer, Jakarta: Pustaka Indonesia, tt.
M.J. Melalatoa, Muatan Kebudayaan Daerah di Indonesia, di dalam Sistem Budaya Indonesia: Jakarta: CV. Parmator, 1997.
M. Baharun, Opini Keislaman Aktual, Cet. 2, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996.
Mohammad Hatta, Citra Dakwah Di Abad Informasi, Medan: Pustaka Widyasarana, 1995.
M. Quraish Shihab, Islam dan Kesenian (Sebuah Pengantar).
Rajab Bahry, dkk, Saman Kesenian dari Tanah Gayo, Jakarta: Puslitbang Kebudayaan, 2014.
Ridwan Abd Salam, Tari Saman, Bekasi barat; Wahana Bina Prestasi, 2012.
Salman Yoga S, Masyarakat Dan Seni Budaya Gayo, Majalah Teganing (Edisi Juli, 2005).
____________, Value dan Ekspresi Seni, Harian Umum Analisa Medan,5 Maret 2006.
Sumaryono, Antropologi Tari Dalam Perspektif Indonesia, Yogyakarta: Media Kreativa, 2011.
Syaikh Madun Rasyid, Hiburan Dan Waktu Luang Antara Kebutuhan Jiwa dan Aturan Syari’at, terj. Abdurrasyad Sidik, Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1999. Cet.2.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Polemik Seputar Hukum Lagu dan Musik, terj. Abu Umar Basyir: Jakarta: Darul Haq, 1999.
Seyyed Hossein Nasr, Spiritualitas dan Seni Islam, terj. Sutejo. Bandung: Mizan, 1993.
The Liang Gie, Filsafat Seni. eni, Yokyakarta: Publik, 1996.
Tommy F Awuy, Sisi Indah Kehidupan Pemikiran Seni dan Kritik Teater, Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia, 2003.

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.