Manusia Perahu Rohingya: Terusir, Terlantar dan Tertipu

oleh

Catatan: Nikmah Kurnia Sari, S.H*

Akhir tahun 2022 dan awal tahun 2023 ini, terjadi gelombang kedatangan “Manusia Perahu” lagi di Wilayah Aceh.

Ada empat kedatangan yang cukup besar dan cukup menyebar di beberapa daerah di Aceh. 174 orang di  camp daerah Pidie , 111 orang di camp Lhokseumawe, 174 orang di camp Padang Tiji, dan 241 Orang di camp Ladong Aceh Besar.

Kedatangan pengungsi ini cukup dengan jarak waktu yang cukup dekat.  Mereka diberangkatkan dari Bangladesh dan sampai mendarat di Aceh karena kapal rusak. Rata-rata waktu mereka di Laut 27-29 hari.

Di dalam kapal yang cukup kecil untuk menampung di atas 100 orang Rohingya.  Maka tidak ayal di dalam kapal tersebut terjadi kekurangan makanan, mal nutrisi, kurang air, hingga sering ada saja ada yang meninggal dan harus di buang ke tengah laut.

Dalam rombongan pengungsi Rohingya tersebut juga hampir setengahnya anak-anak. Yang notabene tidak layak untuk hidup dalam kondisi seperti dalam kapal tersebut.  Tetapi Rohingya menurut penuturan mereka (para pengungsi) harus mengambil resiko tersebut. Karena bagi mereka tidak ada pilihan. Mereka adalah Stateless people (manusia tanpa kewarganegaraan) yang terusir dari Myanmar karena konflik dan terpaksa lari ke Bangladesh. Di kamp pengungsian Bangladesh sendiri mereka tidak punya hidup yang layak untuk mendapatkan perekonomian dan pendidikan yang memadai.

Dunia seolah melupakan mereka dengan tidak adanya kejelasan dari para pemangku kebijakan, tentang nasib mereka sebagai pengungsi. Bila mereka tidak berusaha sendiri maka status pengungsi ini bisa jadi berlangsung seumur hidup, dan akan turun temurun ke generasi mereka. Sehingga bisa jadi 1,5 juta etnis Rohingya saat ini akan musnah dari muka bumi. Karena tidak ada kebebasan bagi Rohingya untuk hidup dalam pengungsian, ancaman kekerasan, kesewenang-wenangan mengintai kehidupan mereka.

Sehingga satu-satunya kesempatan bagi mereka adalah mencari kehidupan di negara lain. Dan hal ini menjadi tidak mudah, karena mereka sama sekali tidak memiliki identitas negara manapun untuk diakui. Apalagi untuk memiliki Paspor dan ID Card lainnya.

Menjadi manusia perahu adalah satu-satunya pilihan untuk mencari penghidupan dan pendidikan bagi anak-anak mereka, dengan asumsi mereka akan tiba di suatu negara yg akan menerima mereka dengan baik dan dapat memberikan kehidupan yang layak untuk orang Rohingya.  Dan salah satu cara tersebut adalah dengan mengadu nasib ke perairan Laut Andaman dan Selat Malaka dimana tiga negara berhimpun, Thailand, Malaysia dan Indonesia.

Perjalanan menjadi manusia perahu yang penuh resiko seringkali mereka temui, para penipu (perdagangan manusia maupun penyelundupan manusia)  yang hanya mengambil keuntungan dengan mengambil uang mereka yang sangat sedikit dengan menjanjikan kehidupan yang lebih baik seringkali mereka temui.

Seperti Rohingya yang terdampar di Aceh saat ini, mereka bisa jadi ditipu oleh orang yg mengambil keuntungan atas kondisi mereka. Namun mereka sekali lagi tidak punya pilihan lain selain untuk mencoba.

Dunia Rohingya begitu gelap, di era modernitas seperti sekarang ini, sangat jamak bagi Rohingya yang tidak memiliki handphone untuk berkomunikasi dan mengetahui dunia luar yang akan mereka datangi.  Sehingga mudah sekali mereka menjadi korban penipuan perdagangan manusia (human trafficking) ataupun penyelundupan manusia (people smuggling) .

Pos PAHAM Aceh Tengah saat ini terus berupaya untuk ikut membantu meringankan beban kehidupan mereka.

Pada hari Ahad-Senin 15-16 Januari 2023,  Pos PAHAM Aceh Tengah dan PIARA di bantu dengan donasi dari SOLO PEDULI menyalurkan bantuan dari masyarakat antara lain berupa : Alat mewarnai, alat tulis, susu dan makanan bayi , makanan anak-anak, ember, gayung, alatvmandi dan juga alas tidur.  Mengingat pentingnya kebutuhan tersebut untuk mereka. Meskipun bantuan yang kami berikan belum mencukupi kebutuhan mereka, namun setidaknya bisa menghibur dan mengurangi sedikit beban hidup Rohingya.

Semoga masyarakat Aceh yang menjadi tuan rumah, akan terus menjadi “pemulie jamee” dengan mau menerima kedatangan Rohingya dan mau untuk  memberikan shelter sementara bagi mereka.

*Penulis merupakan Direktur Pos PAHAM Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.