Kebijakan Pendidikan Daerah

oleh

Oleh : Kausara Usman*

Membaca media pada 09 September 2022, terbaca saya dengan berita yang sangat menarik yaitu Pelantikan Pimpinan dan Anggota Majelis Pendidikan Aceh Tengah periode tahun 2022 s/d 2027. Tentunya dengan di lantiknya para anggota Majelis Pendidikan Aceh Tengah ini kita selaku masyarakat berharap besar dengan perubahan dan perkembangan dunia pendidikan di Aceh Tengah pada umumnnya.

Disisi lain pendidikan adalah suatu investasi yang sangat besar baik di pemerintahan pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota yang mengalokasikan anggaran 20 persen.

Kalau kita mengacu pada Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 3 tahun 2021 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Pendidikan Daerah di pasal 1 ayat 6 menerangkan bahwa Majelis Pendidikan Daerah adalah yang selanjutnya disingkat MPD adalah Badan Berbasis Masyarakat dan Bersifat Independen yang dibentuk untuk menetukan kebijakan di didang pendidikan.

Majelis Pendidikan Daerah adalah yang selanjutnya disingkat MPD adalah badan berbasis masyarakat dan bersifat independen yang dibentuk untuk menetukan kebijakan di bidang pendidikan, tentunya sangat besar peran bagi kepentingan khalayak banyak terutama yang berkaitan dengan pendidikan.

Berbagai permaslahan yang muncul tentunya perlu peran semua pihak untuk memecahkan segala masalah yang dihadapai di dunia Pendidikan perlu kiranya kebijakan yang memihak untuk kemajuan pendidikan di daerah kita.

Secara tupoksi kala penulis boleh memberi masukkan, kiranya bukan mengajari, hanya solusi yang penulis tawarkan, karena semua yang dilantik menjadi pimpinan dan anggota Majelis Pendidikan Daerah kabupaten Aceh Tengah merupakan para pakar ahli dari semua bidang terutama yang berkaitan dengan pendidikan.

Mengutip beberapa pendapat maupun ahli bahwa berbicara pendidikan. Pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak.

Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab, istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan.

Dalam perkembangannya, istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap peserta didik oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.

Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi.

Bila kata kebijakan dikaitkan dengan kata pendidikan maka akan menjadi kebijakan pendidikan (educational policy).

Pengertian kebijakan pendidikan sebagaimana dikutip oleh Ali Imran dari Carter V. Good bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu pertimbangan yang didasarkan atas sistem nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situsional.

Pertimbangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk mengoperasikan pendidikan yang bersifat melembaga serta merupakan perencanaan umum yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengambil keputusan agar tujuan yang bersifat melembaga dapat tercapai.

Berdasarkan teori diatas penulis berpendapat, kebijakan Pendidikan didaerah harus selaras dengan visi dan misi Bupati Aceh Tengah tahun 2017 s/d 2022 ini termuat dalam poin ke-3. CERDAS (BERMAKNA TERWUJUDNYA KONDISI MASYARAKAT YANG MEMILIKI PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI).

Merujuk dari Visi dan Misi Bupati Aceh Tengah inilah yang sering jadi salah artikan dalam menuangkan program-program kegiatan, sering kali terjadi bertentangan antara program dan dan visi dan misi Bupati, tentunya ini merupakan salah satu kegiatan yang bisa di jalankan oleh Majelis Pendidikan Daerah Aceh Tengah khusunya dalam bidang pendidikan, agar terjadi kesinambungan antara program dengan Visi Misi Bupati Aceh Tengah.

Tentunya dibantu juga dan perlu dukungan dari semua pihak yang terkait demi suksenya program-program kegiatan Pendidikan.

1. Pendekatan Social Demand Approach (kebutuhan sosial)

Sosial demand approach adalah suatu pendekatan dalam perumusan kebijakan pendidikan yang mendasarkan diri pada aspirasi, tuntutan, serta aneka kepentingan yang didesakkan oleh masyarakat.

Pada jenis pendekatan jenis ini para pengambil kebijakanakan lebih dahulu menyelami dan mendeteksi terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat sebelum mereka merumuskan kebijakan pendidikan yang ditanganinya.

Pendekatan social demand sebenarnya tidak semata-mata merespon aspirasi masyarakat sebelum dirumuskannya kebijakan pendidikan, akan tetapi juga merespon tuntutan masyarakat sertelah kebijakan pendidikan diimplementasikan.

Partisipasi warga dari seluruh lapisan masyarakat diharapkan terjadi baik pada masa perumusan maupun implementasi kebijakan pendidikan. Dalam perumusan kebijakan dapat digolongakan ke dalam tipe perumusan kebijakan yang bersifat pasif. Artinya suatu kebijakan baru dapat dirumuskan apabila ada tuntutan dari masyarakat terlebih dahulu.

2. Pendekatan Man-Power Approach

Pendekatan jenis ini lebih menitikberatkan kepada pertimbangan-pertimbangan rasional dalam rangka menciptakan ketersediaan sumberdaya manusia (human resources) yang memadai di masyarakat.

Pendekatan man-power ini tidak melihat apakah ada permintaan dari masyarakat atau tidak, apakah masyarakat menuntut untuk dibuatkan suatu kebijakan pendidikan tertentu atau tidak, tetapi yang terpenting adalah menurut pertimbangan-pertimbangan rasional dan visioner dari sudut pandang pengambil kebijakan.

Pemerintah sebagai pemimpin yang berwenang merumuskan suatu kebijakan memiliki legitimasi kuat untuk merumuskan kebijakan pendidikan. Dapat dipetik aspek penting dari pendekatan jenis kedua ini, bahwa secara umum lebih bersifat otoriter.

Man-power approach kurang menghargai proses demokratis dalam perumusan kebijakan pendidikan, terbukti perumusan kebijakannya tidak diawali dari adanya aspirasi dan tuntutan masyarakat, akan tetapi langsung saja dirumuskan sesuai dengan tuntutan masa depan sebagaimana dilihat oleh sang pemimpin visioner.

Terkesan adanya cara-cara otoriter dalam pendekatan jenis kedua ini. Namun dari sisi positifnya, dalam pendekatan man-power ini proses perumusan kebijakan pendidikan yang ada lebih berlangsung efisien dalam proses perumusannya, serta lebih berdimensi jangka panjang.[14]

1. Perumusan Masalah (defining problem).
Pemahaman terhadap masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang tersembunyi, mendiaognosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan yang bertentangan dan rancangan peluang kebijakan baru.

Perumusan masalah merupakan sumber dari kebijakan publik, dengan pemahaman dan identifikasi masalah yang baik maka perencanaan kebijakan dapat di susun, perumusan masalah dilakukan oleh mereka yang terkena masalah atau orang lain yang mempunyai tanggung jawab dan pembuat kebijakan harus mempunyai kapasitas untuk itu.

Proses kebijakan publik di mulai dengan kegiatan merumuskan masalah secara benar, karena keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan perumusan kebijakan ini akan sangat berpengaruh pada proses pembuatan kegiatan ini akan sangat berpengaruh pada proses pembuatan kebijaksanaan seterusnya.

2. Agenda Kebijakan

Sekian banyak problema-problema umum yang muncul hanya sedikit yang mendapat perhatian dari pembuat kebijakan publik. Pilihan dan kecondongan perhatian pemuat kebijakan menyebabkan timbulnya agenda kebijakan.

Sebelum masalah-masalah berkompotensi untuk masuk dalam agenda kebijakan, masalah tersebut akan berkompetisi dengan masalah yang lain yang pada akhirnya akan masuk dalam agenda kebijakan.

3. Pemilihan Alternatif Kebijakan untuk memecahkan Masalah

Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukan masalah tersebut ke dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Dalam tahap ini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan untuk memecahkan masalah tersebut.

4. Tahap Penetapan Kebijakan

Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan, untuk di ambil sebagai cara memercahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir dalam pembuat kebijakan adalah penetapan kebijakan, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Proses pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan proses penetapan atau pengesahan kebijakan.

Dari beberapa penjelasan diatas, itu hanyalah sebagai masukan dan saran dari penulis, bukan berarti menjadi bahan pijakan para pemangku kepentingan, ini hanya bersifat membangun bagi terwujudnya Pendidikan Aceh Tengah yang baik dan berwibawa di masa akan dating, karena Pendidikan adalah sebuah investasi.

*Penulis Alumni Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.