Antara Sate Kodok dan Uang Berkhodam

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Uangnya “tidak berseri” dimaknakan sebagai orang kaya atau penuh keceriaan. Makna lainnya uang juga tidak mengenal “serinen” atau saudara. Lebih parah lagi, maksud uang “tidak berseri” juga “tidak seimbang.”

Betapa tidak, demi uang banyak orang mengorbankan banyak nyawa dan menjauhkan harga diri dengan alasan; idiologi dan pembenaran tindakan dengan mencari dalil-dalil yang ujung-ujungnya adalah uang, yang akibat lanjutnya, seharusnya uang sebagai sarana kemakmuran, justru banyak keluarga karena riyal, dolar, euro atau rupiah menjadi hancur.

Benarlah uang tidak selamanya membuat orang bahagia, bahkan tidak jarang juga menjadi malapetaka. Lihatlah, negara-negara timur tengah yang kekayaannya melimpah ruah, kini hancur berkeping-keping, lagi sebab uang. Perebutan kekuasaan dan uang adalah sumber runtuhnya peradaban negeri yang kaya minyak itu.

Kita sadar, meskipun faktor eksternalnya ada dugaan sebagian pengamat yang curiga keterlibatan zionis, tetapi sebab internalnya soal perebutan terhadap uang sesama mereka. Sehingga barangkali ada benarnya yang dikatakan filsuf Voltaire, “Apabila kita bicara soal uang, maka semua orang sama agamanya.”

Kita sebagai pengamat, hanya bisa menyumbang saran. Kalaulah hanya uang yang menjadi tujuan, mengapa harus repot-repot kerja keras, mengintimidasi, merampok, mencuri, korupsi dan memeras. Cukup siapkan mental, sate kodok, garam dan kardus, lalu pergi ke tengah hutan yang angker. Tepat pada pukul 00:00 WIB, lebih mujarab dilaksanakan pada malam Jum’at.

“Sateeeee!….garaaaaam!” teriak berulang-ulang sebagaimana layaknya berlaku seperti pedagang kaki lima.

Tarik nafas dalam-dalam dan tahan di perut serta bernafaslah melalui hidung untuk menghindari rasa takut karena akan datang pembeli-pembeli dengan wajah yang menyeramkan.

“Bang, sate lima tusuk!” pembeli dari golongan jin yang tampak hanya kepala yang berdarah-darah dengan wajah yang tidak teratur.

“Bang, garam dua bungkus!” pembeli lainnya datang dengan hanya tulang belulang dan bicara dengan suara gemeretak giginya yang terantuk-antuk.

Kalau mental tidak boleh jatuh. Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama “berdagang,” kardus akan terisi penuh dengan uang atau sebaliknya bisa berakibat gila bagi pelakunya ketika jiwanya tidak sanggup melihat perilaku hantu atau jin dengan segala kengeriannya.

Kalau takut mencari rizki dengan cara ekstrem, ada juga dengan cara yang elegant; yakni dengan mendawamkan bacaan bagian dari nama Allah dalam Asmaul Husna; Ya Hanan, Ya Manan, Ya Fattah, Ya Razaq, Ya Ghaniy, Ya Mughniy. Sekali lagi, mudah-mudahan Allah SWT akan menurunkan rizki bagi yang mengamalkan cepat atau lambat.

Banyak jalan menuju kelimpahan rizki. Terutama dengan memperbaiki niat dan fikiran dari negatif ke positif. Orang yang selalu berfikir negatif rezekinya “seret”.

Sebaliknya orang yang berfikir positif rezekinya akan melimpah ruah. Sehingga upaya revolusioner keluar dari kubangan kemiskinan adalah dengan “merestart” dari fikiran atau mental miskin kepada fikiran atau mental kaya.

Akan tetapi perlu dicatat dalam ingatan bahwa setiap uang punya khodam yang bertengger padanya. Khodam pada uang berfungsi untuk mengontrol dari sumber sampai dengan distribusi; didapat dari mana dan diberikan kepada siapa serta untuk apa?

Sehingga dijamin semua proses mendapatkan dan mempergunakannya harus benar-benar halal lagi baik. Sekali lagi ingat, setiap uang yang diperoleh dengan cara bathil dan terlarang cenderung akan mencelakai pemegangnya.

Sebagai mana menjadi pengetahuan bersama; khodam adalah makhluk ghaib yang suka dengan kebaikan dan senang dengan orang yang berbuat baik. Seseorang yang melestarikan berbuat baik akan dijaga khodam; baik langsung maupun lewat benda bertuah. Seperti keris, batu cincin dan lain-lain.

Mari berfikir sejenak, begitu banyak uang di dalam bank, mengapa tuyul dan dukun-dukun ahli penarikan uang tidak mampu membobolnya ? Jawabnya, khodam pada uang itu jauh lebih sakti dari pada tuyul dan dukun tersebut. Konon pada setiap mesin ATM distempel dengan cap “Nyi Roro Kidul.”

Begitu juga sering terjadi perampokan dan pembobolan bank, pemalsuan serta penggandaan uang dan pejabat korupsi sebagian besar tertangkap karena khodam uang akan terus mengikuti “orang nakal” tersebut kemanapun perginya dan khodam akan selalu membisikkan posisi orang itu kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Mereka menjadi “Apah” yang dengan mudah bisa melihat dengan telanjang kesalahan para tersangka.

Kalau tidak tertangkap oleh APH atau “Apah”, maka khodam tersebut akan mengganggu kehidupan orang yang ikut serta makan uang haram tersebut. Seperti menderita penyakit yang mematikan, kecelakaan, hancur kehidupan rumah tangganya, anak cucunya memalukan keluarganya, anak istri terlibat narkoba atau nakalnya luar biasa sampai membangkrutkan orang tuanya dan suaminya.

“Bapak akan diperiksa di Mapolda” kata anggota KPK dan koruptor menjadi lemah dan tidak berkutik.

Begitulah tersangka akan nurut saja karena kecerdasan dan kekuatan koruptor tersebut dicabut oleh khodam uang tersebut. Padahal kalau memang merasa tidak korup wajib mempertahankan diri; karena kita diajarkan wajib mempertahankan diri, kehormatan, keluarga, harta dan nasab.

Logikanya, kalau tidak merasa bersalah, kok mau dengan mudah diajak ke Mapolda? Apa pula seorang yang pangkatnya rendah mengajak seorang pejabat ke tempat pesakitan. Sekali lagi, khodam uang sudah mulai bekerja dan menguasai tersangka koruptor. Sehingga yang pinter menjadi bodoh, yang kuat menjadi lemah dan yang pandai bicara menjadi kelu lidahnya.

Khodam uang akan membiarkan para pelaku “pengambil uang haram” jika tidak ada niat sedikitpun dari pelaku menguasai hasil jarahannya untuk memperkaya dirinya, namun semata-mata digunakan untuk kaum fakir miskin; seperti Robinhood, Sunan Kalijaga sebelum bertemu Sunan Bonang, Awan Rubu Toweren dan Bujang Pane.

Selanjutnya, siapapun yang tertera gambarnya pada uang; mulai dari Ir. Soekarno pada uang pecahan Rp. 100 ribu sampai dengan pecahan Rp. 1000 yang bergambar Ibunda Cut Mutia dipastikan bukan orang sembarangan. Semakin tinggi nilai uang itu, semakin kuat khodamnya, juga semakin sulit dipalsukan atau “digandakan”, meskipun kita tahu jenis kertas, tinta dan pita pengamannya.

Akhirnya, uang adalah ayat kauniyah atau kenyataan-kenyataan alam yang sama derajatnya dengan ayat qauliah atau Firman Allah yang sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Pasti banyak rahasia pada selembar kertas bergambar “Soekarno-Hatta”, yang berarti juga “tuan” atau “orang tua”. Jadi, carilah “orang tua” sebagai mana kita mencari “uang” yang akan membimbing kita untuk keselamatan dan kebahagiaan dalam hidup dan kehidupan sekarang maupun yang akan datang.

(Mendale, 10 Sepetember 2022)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.