Hadirkan Ahli Berkompeten, Sejarah Gayo Non Klenik Segera Diwebinarkan

oleh
Antusias dengan temuan-temuan sisa kehidupan pra sejarah di Loyang Mendale Takengon. (LGco_Kha@Zaghlul)

TAKENGON-LintasGAYO.co : Turbulensi yang mengikuti kontroversi asli tidaknya mahkota Reje Linge yang dipamerkan pada acara peringatan hari ulangtahun Kota Takengon ke-445, telah membuat rasa ingin tahu masyarakat Gayo terhadap sejarahnya sendiri, mencapai titik tertinggi yang mungkin tidak pernah terjadi sebelumnya.

Akibat dari kontroversi tersebut, publik di Gayo yang selama ini hanya mendapatkan informasi simpang siur dan cerita kekeberen terkait sejarah Gayo, mulai banyak yang bertanya-tanya, “sebenarnya, seperti apa sejarah kita?”

Fenomena ini tak luput dari perhatian Pusat Kajian Kebudayaan Gayo, sebuah lembaga non profit yang diketuai oleh Yusradi Usman al Gayoni.

Untuk memenuhi “lape ni ate” publik Gayo terkait sejarahnya ini, akan mengadakan webinar Sejarah Gayo dengan menghadirkan para ahli yang kepakarannya sudah diakui secara nasional bahkan internasional. Sehingga, ini memungkinkan sejarah Gayo dibahas dalam koridor yang benar-benar ilmiah.

Webinar Sejarah Gayo ini, ungkap Yusradi, akan dinarasumberi Guru Besar Sejarah UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. M. Dien Madjid dan Kepala Kantor Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Sumatera Utara Badan Riset dan Inovasi Nasional Dr. Ketut Wiradnyana, M.Si untuk mewakili para pakar yang akan membedah sejarah Gayo secara ilmiah.

Selain mereka berdua, webinar ini juga akan menghadirkan Win Wan Nur, sebagai perwakilan masyarakat yang sejak tahun 2003, melalui ratusan tulisannya telah mengkritisi cara penelusuran sejarah Gayo yang menurutnya mengambil arah yang keliru.

“InsyaAllah akan diadakan pada hari Kamis, tanggal 27 April 2022 secara daring melalui Zoom Meeting,” kata Yusradi Usman al-Gayoni, Minggu (3/4/2022).

Mrnurutnya, Prof. M. Dien Madjid akan mengupas sejarah Gayo dalam kurun waktu 1900-1950. Bagaimana Gayo dalam 50 tahun tersebut, awal abad ke-20, sampai negara kita, Indonesia berdaulat, tahun 1950. Termasuk, perubahan-perubahan pola hidup dan konflik yang terjadi antar masyarakat di Gayo mengikuti perubahan yang terjadi.

Untuk diketahui, awal abad ke-20 ini, Gayo mulai ditulis, oleh Dr. Christian Snouck Hurgronje, sebelum terbitnya buku pertama yang ditulis orang Gayo, Abdurrahim Daudy atau Tengku Mude Kala, tahun 1938.

Di lain pihak, lanjut Yusradi, Dr. Ketut Wiradnyana, M.Si., melihat Gayo dari hasil penelitian Kantor Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Sumatera Utara Badan Riset dan Inovasi Nasional selama 10 tahun di Gayo.

“Hasil penelitian Kantor Arkeologi, Bahasa, dan Sastra Sumatera Utara Badan Riset dan Inovasi Nasional ini sangat penting dalam melihat sejarah Gayo. Mesti jadi rujukan utama, karena merupakan hasil penelitian ilmiah dan sudah jadi produk ilmu pengetahuan. Sejarah Gayo mesti merujuk ke hasil arkeologi ini,” tegasnya.

Sementara itu, tambahnya, Win Wan Nur akan melihat dari sisi masyarakat.

Anggota dewan redaksi LintasGAYO.co ini, yang menilai kalau tidak pernah majunya pembahasan sejarah Gayo selain yang berbasis Ceruk Mendale, terjadi akibat bercampurnya keyakinan yang bersifat klenik dan fakta ilmiah, akan membuat perbandingan tentang bagaimana harusnya sejarah Gayo itu diteliti, apa yang seharusnya ditelititi sebagai sejarah dalam pengertian ilmiah dan mana yang seharusnya dibiarkan menjadi dogma berupa kearifan lokal yang bersifat pribadi.

[Red]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.