Indikasi Korupsi Dalam Proses Pembagian Bantuan Wirausaha Pemula (WP) Aceh 2021

oleh
Mahlizar Safdi

Oleh : Mahlizar Safdi*

WP Aceh 2021 adalah program batuan permerintah melalui Dinas Koperasi dan UKM Aceh. Sebagaimana kata yang dipilih menjadi namanya, program ini ditujukan kepada usahawan yang sedang merintis dan mengembangkan usaha.

Tapi sayangnya, sebagaimana banyak dikeluhkan para penerima bantuan, terjadi banyak kejanggalan berindikasi korupsi dalam proses pembagian alat dan perlengkapan usaha yang digagas pemerintah Aceh ini.

Kejanggalan ini misalnya, dapat dilihat dari spesifikasi barang dan nama penerima bantuan yang ditetapkan melalui SK Gubernur Aceh.

Saat barang dibagikan, terjadi kesenjangan antara spesifikasi barang yang termaktub dalam Berita Acara Serah-Terima Penggunaan dan Pemanfaatan.

Saya, Mahlizar Safdi, adalah salah seorang penerima bantuan yang berdomisili di Banda Aceh dinyatakan menerima bantuan yang tertulis dalam berita acara yang saya terima, mendapat bantuan senilai Rp 16,5 juta.

Merek mesin di berita acara adalah Breville Infuser BES840 ditambah satu unit Smart Grinder BCG820BSS dengan total nilai unit sebesar Rp 16.500.000,00. Namun pada waktu penyerahan pihak pengurus disana malah menyerahkan kepada saya mesin kopi espresso dengan Merek Mayaka Premium CMG-5700s GS yang memang sudah build in dengan grinder di dalamnya, ketika saya cek di marketplace harga mesin ini hanya senilai Rp 5.750.000,00 sampai dengan Rp 7.000.000,00. Tentu saja saya kesal ketika dihadapkan dengan fakta ini.

Sebagai upaya mengkonfirmasi, agar tidak menjadi fitnah, saya mencoba menanyakan kejanggalan tersebut kepada petugas yang menjadi representasi Dinas Koperasi dan UMKM Aceh yang berada di sekitar tempat penyerahan bantuan.

Petugas tersebut menyarankan saya untuk menangguhkan penerimaan bantuan dan mengkomplain langsung ke kantor. Sembari menambahkan kalau dengan begitu, ada resiko bantuan yang sedianya saya terima itu, akan dialihkan kepada orang lain.

Dalam pandangan saya yang awam, semestinya petugas tersebut bisa langsung mengkomplain spesifikasi barang kepada pihak kontraktor.

Atau setidaknya mereka menyampaikan kepada penerima bantuan untuk tidak menerima barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana yang tertulis di berita acara serah-terima.

Kenyataannya, mereka malah bersikap pasif. Bukannya membimbing penerima bantuan, mereka malah mengarahkan penerima bantuan untuk menerima bulat-bulat peralatan yang tidak sesuai dengan spesifikasi teknis.

Tapi faktanya, imbauan untuk menolak barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi baru muncul setelah ada pemberitaan di media. Kepada saya, Pak Donni menyampaikan langsung, tetapi para penerima bantuan tidak tau tentang hal ini.

Ketika itu, saya datang ke lokasi pada tanggal 17 Desember 2021 dan menerima penjelasan langsung dari PPTK Dinas Koperasi dan UMKM Aceh sehari sesudah saya datang melaporkan keanehan yang saya alami.

Sementara, pernyataan terbuka Donni Deiriadi baru terpublikasi pada tanggal 24 Desember, itupun dalam pemberitaan media lokal.

Selain berupaya melakukan komplain ke kantor, saya juga mencoba berkomunikasi dengan Chairul dan Yusuf Sabri R, Dua orang Kolega yang berdomisili di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Ia mendapati kejanggalan serupa.

Seorang kerabat Chairul mengajukan permohonan bantuan sealer, di berita acara serah-terima, harga Rp 4,5 juta. Sementara, harga barang yang diterimanya cuma senilai Rp 150 ribu. Yusuf Sabri R dari Aceh Tengah bernasib lebih ‘ajaib’. Ia mengajukan permohonan bantuan mesin kemas (sealer) dan penggiling (grinder) kopi. Namun, bantuan yang diterimanya adalah dandang kukus, pemipih tepung dan kuali.

Saya yakin ada banyak orang yang mengalami hal ini, tetapi mereka tidak punya pilihan selain menerima. Selain itu, mereka juga merasa takut jika mereka mengkomplain, nama mereka akan masuk dalam daftar hitam (blacklist) dinas terkait.

Saat mengkonfirmasi langsung ke Dinas Koperasi dan UMKM Aceh, saya akhirnya bertemu dengan Donni Deiriadi, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Koperasi dan UMKM Aceh. Menurut Pak Donni, semua berkas yang pending, bantuannya akan diserahkan ke depan.

Saya berharap, pihak terkait segera menyelidiki kejanggalan penyaluran bantuan WP Aceh, karena pengusaha kecil sangat membutuhkan bantuan dalam mendukung tumbuh-kembang aktivitas ekonomi di tengah terpaan pandemi COVID-19.

Kalau kualitas peralatan yang kami terima melenceng dari spesifikasi, maka umur peralatan itu akan sangat pendek.

Menurut pengamatan saya saat akan mengambil bantuan di Grand Cafe & Doorsmeer di kawasan Ajuen-Lam Hasan, selama ia berada di tempat pembagian bantuan, peralatan yang dibagikan tidak ada yang sesuai dengan spesifikasi seperti yang tertulis lembar berita acara serah terima.

Namun kebanyakan penerima bantuan, mau tidak mau mesti menerima dan menandatangani berita acara serah-terima.

Kebanyakan penerima bantuan tidak berani mengkomplain kejanggalan yang mereka alami. Mereka khawatir akan ditandai dengan tujuan untuk tidak lagi menerima bantuan jika ada program serupa di masa depan

Saya yakin, dari 1200 penerima bantuan, ada ratusan kasus seperti yang saya alami. Sebab seperti yang saya sebut di atas, para penerima bantuan banyak yang tidak berani melapor karena khawatir nama mereka akan di blacklist dalam program bantuan lain.

Menurut seorang di antara mereka, blacklist tidak cuma dilakukan oleh dinas yang kesalahannya dilaporkan, tetapi juga dinas-dinas lain.

Saya melihat ada konspirasi birokrat antar-dinas yang memiliki jejaring untuk memblacklist para penerima bantuan yang melaporkan pelanggaran kewenangan, karena itulah pegawai dinas yang bertugas tidak memihak kepada penerima bantuan.

Indikasinya:

1. Mereka tidak menyarankan penangguhan penerimaan bantuan jika spesifikasi tidak sesuai dengan yang termaktub dalam SK Gubernur.Saran penangguhan penerimaan bantuan hanya dilakukan ketika ada penerima bantuan yang mempertanyakan ketidaksesuaian spesifikasi barang yang dibagikan dengan spesifikasi barang yang termaktub dalam SK Gubernur Aceh
terkait Wirausahawan Pemula (WP) Aceh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi.

2. Pendaftaran pertamakali dibuka pada program WP Aceh dianggarkan sebagai kegiatan yang dananya berasal dari APBA 2021. Implementasinya tidak sesuai dengan pernyataan.

3. Tidak ada kejelasan persoalan ini akan diselesaikan tanggal berapa dan bulan berapa, tetapi Pak Donni Deiriadi, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Koperasi dan UMKM Aceh.bilang akan digeser ke tahun depan. Apakah itu bermakna APBA tahun ini atau tahun depan? Atau, anggaran dana tahun depan untuk program yang dicanangkan tahun ini? (Untuk diketahui, egiatan ini dilakukan provinsi, sementara kabupaten kota Cuma berperan sebagai pendata.)

4. pemberitaan mengenai permasalahan ini dilakukan pada tanggal 24 Desember, seminggu setelah kami mengalami kejanggalan.

Begitulah yang saya amati mengenai kejanggalan berindikasi korupsi penerimanaan bantuan ini.

Bagaimana nasib penerima bantuan yang menolak menerima dan menandatangani bantuan karena spesifikasi yang tidak sesuai?

Akhirnya, sebagai masyarakat kecil yang tak memiliki pengaruh kepada kekuasaan, saya hanya bisa berharap, aparat hukum, apakah itu kejaksaan, kepolisian ataupun KPK, tidak menutup mata atas kejadian ini dan menegakkan hukum setegak-tegaknya. Tanpa itu, kami masyarakat kecil ini hanya akan bisa pasrah dieksploitasi oleh aparat korup yang mengatasnamakan negara.

Dan karena Aceh ini adalah daerah bekas konflik, saya takutkan kejadian-kejadian seperti ini akan memicu gejolak, karena masyarakat tak lagi percaya pada negara.

*Penulis adalah seorang pengusaha kecil berdomisili di Banda Aceh

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.