Oleh : Abrar Syarief *
Seiring perkembangan permukiman dan tempat wisata yang semakin banyak di seputaran danau Lut Tawar, selain memberi berbagai dampak positif berupa kemajuan ekonomi bagi masyarakat, tapi tak pelak, hal ini juga membawa beberapa ekses negatif yang meski sebenarnya bisa dihindari, tapi keburu terjadi.
Salah satu dampak negatif itu adalah menghilangnya banyak kawasan hunian burung di seputaran danau Laut Tawar dan lebih menyedihkan lagi, beberapa jenis burung endemik tak tampak lagi kita saksikan.
Hilangnya kawasan rawa akibat pembangunan ini jelas berdampak pada berkurangnya populasi burung endemik dan hilangnya juga beberapa species burung.
Sebagai contoh, untuk saat ini bangau berbulu coklat yang di pulau Jawa dikenal dengan nama Blekok dan orang Gayo menyebutnya Jongok, yang dulu begitu sering terlihat di daerah Dedalu, saat ini sudah tak pernah lagi terlihat.
Konon bangau berbulu coklat yang besarnya hampir dua kali ukuran bangau putih yang sudah tak pernah lagi tampak di seputaran danau Laut Tawar ini, sekarang hanya sesekali terlihat di daerah Kuyun, karena sekarang habitatnya di daerah seputaran danau Laut Tawar ini sudah tak lagi mampu mendukung kehidupan Jongok dan juga dikhawatirkan tidak lama lagi akan menimpa burung-burung endemik lainnya.
Untuk saat ini, kawasan hunian burung di seputaran danau Laut Tawar hanya tinggal beberapa titik saja, salah satunya yang masih banyak ditumbuhi oleh tumbuhan bambu air (pelu),rumput rawa dan berbagai jenis teratai air tawar adalah di kampung Dedalu – Dermaga (Ujung Baro) dan kampung Boom – Dermaga Alfitrah.
Kalau di berbagai tempat lain, kawasan hunian burung ini sudah musnah, termasuk di Paya Ilang. Sebaliknya, di kedua kawasan ini, kita masih bisa menemukan puluhan jenis spesies burung endemik,reptil dan ikan khas danau lut tawar.
Selain untuk tempat berkembang biak kawanan burung,kawasan ini juga berfungsi sebagai jalur migrasi beberapa unggas lainnya seperti bangau putih dan bangau tong tong.
Mengingat, kerusakan yang sudah terjadi tak bisa lagi dipulihkan. Terkait dengan persoalan di atas, saya berharap pemerintah untuk dapat memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini. Salah satu langkah nyata yang akan menyelamatkan banyak spesies burung endemik dari kepunahan adalah dengan cara segera menetapkan dua kawasan ini sebagai kawasan konservasi burung yang dilindungi dan menetapkan sanksi-sanksi yang jelas bagi siapapun yang merusak dua kawasan tersisa ini.
Ada dua keuntungan bagi Pemkab Aceh Tengah dengan menetapkan dua kawasan ini sebagai kawasan konservasi.
Selain menyelamatkan burung endemik yang pasti akan mendapat apresiasi dari berbagai pihak secara nasional dan internasional, dengan dijaganya kelestarian dua kawasan ini, lokasi ini juga dapat dijadikan sebagai tempat wisata burung dan publivc education tentang lingkungan.
Kalau ini dikelola dengan serius, mengingat wisata pengamatan burung adalah jenis pariwisata yang sangat mahal dan mendatangkan banyak wisatawan berkantong tebal. Keberadaan dua kawasan konservasi ini akan membawa manfaat ekonomi yang tidak kecil bagi masyarakat setempat dan juga menambah PAD kabupaten Aceh Tengah.
*Penulis adalah seorang pegiat dan pemerhati lingkungan, pendiri lembaga Gayo Conservation