Hilangnya Wibawa Pemimpin

oleh

Oleh : Rizkan Abqa, S.M*

Kepemimpinan merupakan suatu hal yang harus ada dalam aktivitas kehidupan umat manusia. Tanpa adanya kepemimpinan, maka tatanan dunia akan kacau dan penuh dengan masalah. Oleh itu sejak Islam diturunkan untuk manusia, selalu mementingkan urusan kepemimpinan.

Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya, hingga kepemimpinan setelahnya, terus berusaha memberi kepemimpinan yang terbaik. Karena pentingnya kepemimpinan ini, Allah SWT berfirman:

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman: Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al Baqarah: 30).

Arti wibawa menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pembawaan untuk dapat menguasai dan mempengaruhi, dihormati orang lain melalui sikap dan tingkah laku yang mengandung kepemimpinan dan penuh daya tarik. Wibawa sudah menjadi keharusan yang dimiliki oleh seorang pemimpin.

Dalam ilmu leadership, disebutkan bahwa wibawa sangat penting dimiliki pemimpin. Wibawa ini terangkai dalam kemampuan berkomunikasi dan ketegasan dalam mengambil keputusan. Salah satu tolak ukur wibawa pemimpin adalah saat mengambil keputusan, apakah keputusannya didengar dan dijalankan segera oleh bawahannya.

Ketegasan pemimpin dalam mengambil keputusan didasarkan pada dua hal. Pertama, ketika keputusan tersebut diambil, dia sudah paham akibat yang akan timbul. Kedua, keputusan yang diambil berdasarkan rasa keadilan, hati nurani, serta manfaat untuk orang banyak. Kedua hal itu harus dilakukan dengan cepat serta mampu dikomunikasikan dengan baik kepada publik dan tegas dalam membuat peraturan.

Dalam keadaan krisis seorang pemimpin yang tampil di hadapan publik harus sudah memegang keputusan di tangannya. dan tentunya setelah suatu keputusan itu di ambil maka beliau sebagai pemimpin harus menjadi contoh terhadap bawahanya.

Ketika seorang pemimpin kehilangan wibawa, maka semua kepercayaan dan keyakinan yang diperoleh sebelumnya dari orang lain akan lenyap dan terhapus begitu saja tanpa ada lagi penghormatan dan pujian. Kewibawaan seorang pemimpin itu hidup dalam roda kehidupan sehari-hari yang terus berputar tanpa pernah berhenti sejenakpun untuk beristirahat.

Menjadi penguasa atau pemimpin itu gampang akan tetapi lebih sulit menjadi pemimpin yang memiliki wibawa dan akhlak baik, keduanya harus saling melekat.

Ambisi setiap orang untuk menjadi pemimpin hebat, seringkali malah menjerumuskan mereka sendiri ke dalam perilaku sempit dan semu.

Banyak sekali para pemimpin bersikap menjaga wibawa dengan tujuan agar dirinya disegani dan dihormati oleh para pengikutnya, seperti jas, dasi, baju bermerek, ruang kerja sangat besar, mobil mewah, pengawal pribadi, dan sederet asessoris lainnya telah dijadikan sebagai alat untuk menjaga wibawa kepemimpinan mereka.

Padahal kewibawaan lahir dari karakter yang melayani semua orang lain secara jujur dan tulus dalam sebuah integritas dan kredibilitas yang tinggi.

Wibawa seorang pemimpin yang dibungkus dengan berbagai asessoris dan atribut yang menciptakan jarak antara dirinya dan yang dipimpinnya, apabila masa kepemimpinannya telah selsai dan terjadi sesuatu masalah hanya dalam hitungan detik semua wibawanya bisa hilang oleh rasa tidak percaya dan tidak patuh dari para pengikutnya.

Sebab selama ini wibawa sang pemimpin tersebut hanya karena rasa takut dan terpaksa untuk mengikuti semua perintahnya dan bukan karena rasa hormat atau pengabdian tulus dari pengikutnya yang menyerahkan diri mereka secara ikhlas dan tulus untuk diperintah oleh pemimpinnya.

Dewasa ini banyak kita lihat contohnya di sekitar kita masing-masing, setelah selesai masa bakti jabatan seorang pemimpin tersebut, maka hilang juga rasa hormat terhadap pemimpin itu.

Hilangnya wibawa pemimpin telah menjadikan para pemimpin beralih profesi menjadi pengusaha. Dalam konteks ini, para pemimpin mengabdikan kemampuan mereka demi meraup pendapatan pribadi sebanyak-banyaknya. Layaknya para pengusaha yang bekerja keras mengeruk keuntungan semaksimal mungkin.

Kepemimpinan seperti itu menjadikan mentalitas para pemimpin tingkat eksekutif, yudikatif dan legislatif menjadi tamak, rakus dan koruptif. Meskipun risikonya mereka harus berani mengorbankan kepentingan rakyatnya. Padahal Allah SWT telah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu Pemimpin) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Alloh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. AN Nahl 90)

Dewasa ini sungguh disayangkan banyak kita lihat pemimpin yang telah diberi kepercayaan oleh masyarakat, akan tetapi tergoda oleh indahnya dunia sehingga lupa akan kehidupan akhirat dan kini berakhir di rumah tahanan. Semoga para pemimpin di negeri ini cepat sadar dan mengetahui apa saja sebenarnya tugas menjadi seorang pemimpin yang berahklak baik dan berwibawa.

Wallahu a’lam bish shawab.

*Warga Takengon, tinggal di Kampung Kemili, Kecamatan Bebesen

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.