Kerlòp

oleh

Oleh: Ali Abubakar Aman Nabila

Jika kita mengacu pada Gajosch-Nerderlandsch Woordenboek met Nerderlandsch-Gajosch Register oleh Dr. G. A. J. Hazeu (Batavia, 1907), kerlὸp diartikan dengan weg of moeras, zoo drassig (jalan atau rawa; sangat berawa); dicontohkan dengan kerlὸp pedih dené. Diartikan juga dengan dat men er met de beenen inzakt of doorzakt (yang tenggelam atau melorot dengan kakinya).

Arti kerlὸp pertama lebih menekankan pada tempat yang sangat basah sehingga disebut dené kerlὸp atau paya kerlὸp, sedangkan arti kerlὸp kedua lebih cenderung pada keadaan seseorang yang terjatuh ke dalam satu lubang, baik basah atau kering;biasanya dimulai dengan kaki. Misalnya, “mukerlὸp iwan rerak” atau “mukerlὸp kidingku wan tété”  (ada yang masih ingat dengan tété? Bukan “titi” ya, walaupun fungsi keduanya ada sedikit persamaan). Tété umumnya adalah lantai rumah atau jamur yang terbuat dari papan atau bambu (tetar) yang disokong oleh gergel. Sebagian tété ini, terutama yang dari bambu, berlubang (karena bentuk yang tidak lurus atau karena dimakan usia) sehingga sangat mungkin seseorang mukerlὸp. Dalam bahasa Indonesia, kerlὸp ini dekat dengan makna kata “terperosok”.

Kesimpulannya, kerlὸp lebih bermakna pasif (ada kata “ter”) daripada aktif. Artinya, satu kejadian yang tidak disengaja atau tidak diinginkan, seperti arti kata “terperosok” yang juga bermakna kejadian yang tidak disengaja.

Namun demikian, seorang Gayo senior di Ciputat_Tangerang, Abang Basiq Djalil Aman Miki (asal Balee Takengon), melalui media sosial, mengirimi saya beberapa kalimat yang menunjukkan bahwa kerlὸp juga bisa bermakna aktif. Berikut kalimatnya, “Rowa si mesti kite ingeti. Mupien nge kite kerlὸpen jema dan mupien nge iuwet ni jema kite ari mukerlὸp. Dan rowa si mesti kite lupenen: mupien nge kite uweten jema mu kerlὸp dan mupien nge kite i kerlὸp ni jema”.

Kalimat ini mungkin versi Gayo dari kata ahli hikmah, “Ingatkah olehmu dua hal: kesalahanmu pada orang dan  kebaikan orang lain kepadamu. Lupakan olehmu dua hal, kesalahan orang lain kepadamu dan kebaikanmu pada orang lain”. 

Penggunaan kata “kerlὸp” dalam pesan Abang Basiq di atas menunjukkan bahwa kata tersebut juga bermakna lebih luas daripada sekedar terperosok, baik pasif maupun aktif. “Kerlὸp” bisa bermakna “berbagai kesulitan”: keuangan, sandang, pangan, kesehatan, pendidikan, dll. Mungerlὸp ni jema, artinya menjerumuskan orang ke dalam kesulitan; sedangkan ikerlὸp ni jema artinya dijerumuskan orang ke dalam kesulitan atau kesusahan. Kerlὸp yang bermakna kesusahan atau kesulitan dapat juga terjadi sebagai akibat dari tindakan seseorang yang salah atau tidak etis. 

Dalam satu peri mestike Gayo diungkap, “ilet mupelet, jekὸp mukerlὸp”.  Jika kita sepakat bahwa banyak peri mestike Gayo merupakan pembawa nilai-nilai agung al-Qur’an, maka “ilet mupelet, jekὸp mukerlὸp” merupakan turunan dari QS. al-Isra: 7: “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”.

Mari jauhkan diri kita dari “kerlὸp” (Berijin ku Abang Basiq yang telah mengingatkan kita pada kata “kerlὸp”). []

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.