Legislatif Jamin Bisa Lakukan Tugas Eksekutif; Pembohongan Publik atau Kalap Karena Sakit Hati?

oleh

Oleh : Satria Mahtamahara*

Dugaan banyak kalangan bahwa serangan bertubi-tubi terhadap Nova Iriansyah dan Alhudri dalam beberapa hari belakangan ini dilatarbelakangi oleh alasan politis dari kelompok yang kehilangan jatah akibat kebijakan Alhudri yang di masa kepemimpinannya di Disdik Aceh mengutamakan peningkatan mutu daripada pembangunan fisik yang banyak menjadi bancakan semakin terbukti.

Kita baca di sebuah media cetak yang terbit di Banda Aceh, seorang anggota DPRA dengan lantang menyatakan menjamin bahwa tidak akan ada pemotongan dana BOS dan tidak akan ada pencopotan kepala sekolah terkait dengan vaksinasi.

Bagi pembaca awam yang tidak paham dinamika politik di level elit tertinggi provinsi Aceh, mungkin akan dengan lugu melihat bahwa ucapan si anggota DPRA ini sebagai sesuatu yang heroik, membela kepentingan masyarakat.

Tapi, bagi yang mengetahui bagaimana keretakan hubungan sang anggota DPRA ini dengan pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di provinsi Aceh ini, sulit untuk tidak berpikir kalau ada motif sakit hati dari orang yang digadang-gadang akan menjadi calon bupati di salah satu kabupaten di Aceh pada pemilu 2024 nanti.

Bagi yang mengikuti dinamika politik tingkat provinsi, jelas mendengar rahasia umum yang berkembang menjadi pembicaraan banyak kalangan, mulai dari tingkat akademisi sampai kelas warung kopi, bahwa sang anggota dewan yang sekarang bersuara lantang, selama ini dikenal sangat dekat dengan Aceh Satu, tapi hubungan mereka kemudian merenggang akibat persoalan anggaran.

Terbukti, sang anggota dewan yang biasanya selalu menempel ketat Aceh Satu dalam setiap kunjungan, seperti surat permintaan maaf dengan materai 10.000. Sekarang hubungannya ibarat Tom and Jerry.

Entah kalap atau karena mungkin berpikir kalau seluruh masyarakat Aceh adalah kumpulan orang bodoh yang begitu naïf mudah dimanipulasi. Si kawan mengeluarkan pernyataan, menjamin sesuatu yang ada di luar wewenangnya.

Tidak perlu otak yang terlalu cerdas untuk mengetahui kalau anggota DPRA sama sekali tak punya wewenang untuk menghentikan atau melarang menghentikan dana bos. Tidak perlu menjadi seorang analis politik ulung untuk mengetahui fakta bahwa anggota DPRA tak punya wewenang untuk memberhentikan atau melarang memberhentikan kepala sekolah.

Untuk mengetahui apakah seorang anggota DPRA punya wewenang seperti itu, cukup ketikkan “Wewenang anggota DPRA” di mesin pencari Google, akan keluar semua faktanya dan saya berani menjamin, kita tidak akan bisa menemukan bahwa kegiatan seperti menghentikan dana BOS atau mengganti kepala sekolah. Itu wewenang eksekutif, bukan legislatif. Kalau ada anggota legislatif yang berani menjamin bisa melakukan apa yang menjadi wewenang eksekutif, maka hanya ada tiga kemungkinan :

Pertama, si anggota legislatif memang sangat polos dan awam, sama sekali tak paham apa yang menjadi wewenangnya.

Kemungkinan kedua, dia terbiasa menyalahgunakan jabatan, sehingga meski dia berposisi legislatif, dia terbiasa berlaku layaknya eksekutif.

Atau kemungkinan ketiga, dia sedang melakukan manipulasi dengan cara menyampaikan kebohongan publik.

Untuk kasus ini, silahkan para pembaca sekalian menilai, si anggota legislatif ini bergelar SH, apakah kemungkinan pertama itu mungkin?

Kemudian melihat latar belakangnya, sebelum ini dirinya begitu dekat dengan Aceh Satu, apakah mungkin tadinya dengan posisi seperti itu dia biasa menekan para pejabat eksekutif dengan berlindung di balik baying-bayang Aceh Satu.

Atau yang ketiga?

Atau ketiganya benar, lalu bagaimana model serangan bertubi-tubi ini saling berkaitan, siapakah yang punya kemampuan menjadi ‘master mind’ di balik semua serangan terstruktur yang menimpa Nova dan Alhudri di hari-hari belakangan ini?

Semuanya silahkan pembaca yang menyimpulkan sendiri, saya sebagai penulis opini hanya menyampaikan fakta-fakta yang saya amati berdasarkan kacamata saya.

Tapi ingat, kita tak perlu menuduh atau menunjuk hidung, silahkan pahami dan jadikan pengetahuan pribadi agar kita tak mudah dimanipulasi dan dijadikan kuda tunggangan oleh dan untuk kepentingan ambisius seorang politisi.

*Mahasiswa asal Gayo Sekbid Intelektual HMI MPO Jakarta Selatan

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.