Adat Dan Budaya

oleh

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA*

Dua istilah adat dan budaya sering digunakan di kalangan masyarakat termasuk akademisi dan praktisi adat dan budaya, mereka sering membedakan dalam definisi tetapi mereka tidak memisahkan dalam pemahaman dan pelaksanaan.

Untuk dalam pembahasan ini perlu sedikit pemahaman tentang definisi dari keduanya sehingga nanti dalam pembahasan tidak menimbulkan kesalah pahaman.

Adat istiadat adalah kebiasaan turun temurun yang dilakukan berulang-ulang yang telah menjadi tradisi atau ciri khas dari suatu daerah atau seperangkat nilai atau norma, kaedah dan kekayaan sosial yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat desa atau masyarakat lainnya.

Sedangkan budaya atau kebudayaan yang banyak didefinisikan oleh para ilmuan, diantaranya yang kita kutip adalah, menurut Selo Soemarjan dan Soelaeman Somardi, kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat budaya adalah segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.

Dua definisi yang telah disebutkan oleh para ahli tentang adat dan budaya di atas dapat memberi panduan kepada kita untuk mengenal lebih dekat tentang kedua istilah tersebut.

Pada tulisan sebelumnya telah kami jelaskan tentang perbedaan antara syariat dan adat, kedua istilah ini dibedakan dari segi sumber.

Kalau syariat bersumber dari Allah yang termuat dalam firman-Nya dan ungkapan Rasul-nya untuk selanjutnya dilakukan oleh manusia, sedangkan adat berasal dari manusia dan dilaksanakan oleh manusia itu sendiri.

Kemudian untuk kedua istilah adat dan kebudayaan, keduanya bersumber dari manusia dan dikerjakan oleh manusia dalam kehidupan bermasyarakat.

Bila kita baca dan pelajari sejarah kehidupan manusia dalam rentang waktu yang panjang, kehidupan yang dimulai dengan masa pengumpul, peramu dan pemburu, dimana pada masa ini kehidupan mereka masih bersifat nomaden tidak menetap pada wilayah tertentu sehingga menyebarkan penduduk ke seluruh dunia, kemudian dilanjutkan dengan masa pertanian atau masa agraris.

Pada masa ini manusia sudah mulai menetap di suatu daerah dengan menanam tanaman yang cocok dengan daerah mereka tinggal dan menetap di daerah tersebut dan kehidupan mereka menyesuaikan dengan alam dan memakan tanaman yang ada.

Tetapi juga tidak bisa dipungkiri mereka selalu berusaha mendomistikasi tanaman yang berasal dari daerah lain dengan tetap memelihara tanaman dosisti. Demikian juga dengan hewan, di samping mereka memelihara hewah domistik juga berupaya mendomistikasi hewan yang berasal dari luar daerah mereka.

Ketika mereka beralih dari masyarakat pemburu ke masyarakat bertani tidak secara serta merta mereka meninggalkan tradisi memburu dan meramu mereka, karena kebutuhan hidup ketika menetap menjadi petani tidak dapat dipenuhi secara keseluruhan, tetapi masih diperlukan mencari binatang buruan, sampai sekarang dalam masyarakat petani masih ditemukan tradisi berburu walaupun hasil tanggapan dari dari buruan tidak lagi dijadikan sebagai makanan pokok sebagaimana halnya pada masa berburu.

Dari produk alam disekitar mereka mereka unakan untuk kebutuhan sehari-hari, buah-buahan, daun-daunan mereka jadikan makanan ditambah dengan hewan, sedangkan untuk pakaian mereka ambil dari kuit, apakah itu kulit hewan atau juga kulit pepohonan.

Semua perlakukan atau kegiatan yang menghasilkan pemenuhan kebutuhan yang mereka lakukan merupakan budaya atau kebudayaan, selanjutnya kebudayaan yang ditemukan dan dilakukan secara terus menerus sampai masa yang lama dan berganti generasi.

Seperti masa menanam padi di sawah dilakukan secara teratur disesuaikan dengan alam serta jenis tanaman yang ditentukan yaitu padi dan dilakukan secara terus mengerus dari satu generasi ke generasi yang lain, maka inilah yang dinamakan dengan adat dari suatu daerah.

Prosesi berkebun di lading dengan memulai dari menebang pohon, membersihkan lahan dan menanam tanaman dilalukan oleh mereka yang bertani dari satu generasi ke generasi lain juga dinamakan dengan adat.

Kebudayaan lain yang menjadi kebiasaan masyarakat dan dilakukan berulang-ulang dan dilanjutkan oleh beberapa generasi diantaranya adalah acara pernikahan.

Acara pernikahan telah dilaksanakan oleh manusia sejak lama dengan prosesi yang sama untuk wilayah tertentu dan berbeda dengan daerah adat yang lain. Seperti adat perkawinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lain, baik dari sisi tata cara pelaksanaan, bahasa yang digunakan dan juga pakaian yang dikenakan.

Contoh tahapan perkawinan dalam masyarakat Gayo yang dilakukan secara berulang dan terus menerus dari satu generasi kegenerasi selanjutnya yaitu, diawali dengan munginte, Betelah, mujule emas, mah bayi, mangan penan, mah kero opat (4) ingi dan niro izin.

Di samping adat perkawinan masih banyak adat-adat yang dilaksanakan di dalam masyarakat, seperti memberi nama anak pada hari ketujuh sembari memotong aqiqah, khitanan, ini untuk daur kehidupan manusia yang berjalan beriring bersamaan dengan agama, dan dalam proses mencari nafkah dan kebutuhan dimana banyak adat yang berbaringan dengan budaya.

*Penulis adalah Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry dan Penguru Adat pada Majelis Adat Aceh (MAA) Banda Aceh.

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.