Syair Perang Pang Jacky Chan

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

“Kini rapat sudereku
Renye sudereku maju
Majumi ko sudereku
Majumi maju”

Pang Jacky Chan melantunkan syair itu di tengah penyerangan Pos Brimob Buntul. Dia berdiri di belakang pasukan penyerang yang dibantu pasukan Tengku Ahmad Kandang dari Wilayah Samudera Pasai.

Penyerangan di akhir tahun 2000 itu, sangat memuaskan baginya. Dia merasa dendamnya sudah terbalaskan. Beberapa hari sebelum penyerangan itu, dia pernah ditangkap, diinterogasi dan disiksa di sana.

Dia disetrum dengan listrik agar mengakui bahwa dia bersekongkol dengan GAM. Namun sesakit dan sekejam apapun siksaan yang diterima, dia tidak pernah mengakuinya.

“Rupanya kalau orang disetrum rambutnya bisa berdiri,” katanya dengan mimik kesal kepada Panglima Muda, Tengku Amri Aman Sehan di markasnya di daerah Cabang Dua, Kampung Camp.

“Pada hari Jum’at besok akan kita serang pos itu,” kata Tengku Amri yang populer dengan panggilan sandi; Ama Burak untuk membesarkan hati Pang Jacky Chan.

Penderitaan sahabatnya menjadi energi baru bagi Ama Burak yang dibantu pasukan Wilayah Pasee untuk menyerang pos musuh yang terdekat dari markas GAM D1 Wilayah Linge.

Rasanya belum kering air ludahnya melaporkan penderitaannya, kini dia menyaksikan langsung penyerangan itu. Suara peluru sangat dekat dari tempatnya berdiri.

Dia terus saja berteriak sambil melantunkan didong syair perang. Dia kaget dan baru sadar ketika peluru musuh tepat jatuh membongkar tanah di depannya.

Dia cepat bergeser ke arah pematang di sebelah utara yang menurutnya aman. Dia naik pohon alpukat untuk melanjutkan syairnya.

“Gelah inget-inget le kase pora-pora
Maiiin….” dia menepuk tangannya layaknya seorang peningkah pengiring ceh didong.

Belum selesai dia bersyair peluru musuh semakin banyak mengarah kepadanya. Dia pun melompat, kembali menunduk di belakang gundukan tanah sebagai tameng.

Tiba-tiba suasana hening sejenak. Tidak ada suara tembakan lagi. Pasukan menunggu aba-aba. Saling menatap dan bertanya, apa yang terjadi? Dari suara radio HT terdengar, kawasan buntul sudah bisa dikuasai.

Seluruh pasukan GAM turun ke Kota Buntul. Mereka sedikit berpesta atas kemenangan itu di warung kopi yang semula tutup. Pelayan-pelayan warung dengan wajah pucat melayani para pasukan yang baru saja menyerang pos itu. Pasukan larut dengam ceritanya masing-masing.

“Biasa setelah gelombang surut, akan disusul gelombang pasang karenanya harus hati-hati,” bisik hati Pang Jacky Chan teringat kata kakeknya. Dia mulai sedikit gundah.

“Selamat datang,” teriak Tengku Ahmad Kandang sambil melepaskan tembakan otomatisnya. Seketika beberapa pasukan bantuan TNI yang datang dari arah selatan itu tewas di tempat.

Pang Jacky Chan yang tidak bersenjata itu, baru saja menghisap seperempat batang rokoknya dan harus berlari menyelamatkan ke arah belakang Puskesmas Buntul. Dia melompat ke kubangan air pembuangan kamar mandi umum perempuan.

Seluruh tubuhnya basah oleh air comberan yang bau itu, sementara perang semakin menjadi-jadi. Dari kejauhan tampak kepulan asap senjata dari kawan maupun lawan.

“Bapaaaak….
Ini nge izin ni Allah
Mainkan…” teriak Pang Jacky Chan melanjutkan kembali syairnya sambil menonton perang dari pematang Kampung Buntul Peteri.

Posisi “Letter U” pasukan gabungan Wilayah Linge dan Pasee membuat TNI yang menjemput pasukan Brimob yang tewas maupun yang selamat cukup terpojok.

Suara senjata AK mendominasi, sementara suara senjata SS-1 sesekali terdengar. Tidak ada jalan untuk menerobos barikade pasukan GAM. Pasukan TNI pun mundur kembali ke Kota Takengon.

Perang usai, masing-masing pimpinan pasukan GAM mengecek keberadaan anggotanya. Semua pasukan selamat. Hanya beberapa orang yang cedera ringan.

Pang Jacky Chan yang berada dalam kumpulan pasukan itu meminta setiap anggota membaca “Ummul Qur’an” Surat Al-Fathihah untuk mengembalikan roh, arwah dan semangat para pasukan.

“Andai peluru cukup, saya yakin kita bisa menguasai Kota Takengon” kata Pang Jacky Chan.

Ya begitulah, daerah pegunungan Gayo waktu itu, sepatutnya dijadikan wilayah pertahanan yang cukup amunisi. Dia harus seperti bak besar yang menampung air, kemudian mengalir ke daerah yang lebih rendah agar syair didong perang Pang Jacky Chan tuntas dilagukan.

(Mendale, 15 September 2021)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.