Budaya Membaca dan Kemauan Untuk Menulis (9)

oleh

Catatan : Mahbub Fauzie*

Siapa suka membaca, berarti patuh dan taat pada perintah agama (Islam). Nah, marilah kita biasakan suka membaca. Dari sana pula kita nanti bisa menulis! Kalimat tersebut merupakan kalimat yang sengaja dijadikan sebagai penutup dalam catatan saya yang berjudul: “Banyak Sumber Inspirasi dan Referensi untuk Menulis (8)”.

Tidak berlebihan kiranya jika orang Islam yang suka membaca dikatakan sebagai orang yang taat pada perintah agama terkait perintah Iqra’! sebagaimana wahyu yang pertama kali diturunkan Tuhan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw di awal kenabian dan keRasulannya. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan!” (QS. Al-Alaq : 1)

Dalam ayat selanjutnya secara beruntun Allah Swt memfirmankan: “Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq: 2 – 5)

Ketaatan orang Islam untuk suka membaca, merupakan bagian dari ketaatan kepada perintah agamanya. Bukan tanpa alasan mengapa membaca merupakan hal yang penting bagi manusia sebagai makhluk yang berakal budi yang perlu meningkatkan kapasitas diri menjadikan kebiasaan membaca sebagai hobi.

Dari rangkaian wahyu Tuhan tersebut di atas, jelaslah bahwa semangat membaca harus diawali dengan semangat “Bismirabbika”. Semangat dengan menyebut nama Tuhan (Allah Swt). Siapa Dia? Dialah yang menciptakan manusia dari segumpal darah.

Tuhan yang Maha Mulia, yang mengajarkan manusia dari segala sesuatu yang tidak diketahuinya dengan perantaraan ‘alat tulis’ yaitu ‘pena’. Di sini terpikirkan oleh kita, bahwa ternyata sejak jauh hari Islam, berkepentingan dengan perintah membaca, dan secara tersirat juga diiringi dengan perintah menulis. Bukankah membaca itu, selain mrmbaca fenomena juga utamanya membaca tulisan?
Bukankah pena merupakan alat tulis?

Lantas, refleksi dari perintah iqra’ tersebut, sudahkan kita menjadikan kebiasaan suka membaca sebagai sesuatu yang sudah kita budayakan? Mudah-mudahan demikian dan jikapun belum tidaklah terlambat untuk kita upayakan. Mari kita budayakan semangat literasi mulai dari diri kita, keluarga kita, anak-anak kita.

Kemudahan hari ini dengan canggihnya teknologi informasi kita dimudahkan dalam berbagai hal terkait literasi. Selain buku-buku, majalah, jurnal dalam edisi cetak, melalui digital internet sangat mudah kita dapatkan.

Tinggal bagaimana kita, ada tidak kemauan untuk membaca. Iya, mau tidak kita meluangkan waktu waktu senggang kita untuk membaca. Membaca tulisan-tulisan tentang pengetahuan, informasi dan lain-lain.

Sejenak dalam catatan ini saya ingin berliterasi tentang beberapa keterampilan bahasa. Bahwa kita dikenalkan dengan 4 (empat) keterampilan bahasa yang saling terkait. Yaitu keterampilan menyimak (mendengar), berbicara, membaca dan menulis

Keterampilan menyimak atau mendengar adalah kemampuan dalam memahami bahasa lisan yang sifatnya reseptif, sehingga menyimak bukanlah sekedar mendengar bunyi dari bahasa saja namun sekaligus kemampuan dalam memahami makna dari bahasa tersebut.

Keterampilan berbicara merupakan kemampuan dalam mengutarakan sesuatu secara oral. Pada keterampilan ini seseorang diharapkan mampu mengucapkan bunyi dengan jelas, menggunakan tekanan, nada dan intonasi yang jelas, menggunakan bentuk-bentuk dan urutan kata dan lain sebagainya.

Sedangkan keterampilan membaca merupakan keterampilan reseptif bahasa dalam bentuk tulisan. Keterampilan ini bisa dikembangkan secara terpisah dari keterampilan mendengar dan juga berbicara namun akan selalu terhubung dengan keterampilan menulis.

Menulis juga merupakan keterampilan dan kemampuan yang sifatnya produktif dengan memakai tulisan. Menulis ini adalah keterampilan berbahasa yang paling rumit sebab bukan sekedar menyalin kata atau kaimat tetapi juga menuang dan mengembangkan pikiran melalui tulisan yang terstruktur.

Jika kita berkenan menghubungkan keterkaitan antara keterampilan-keterampilan bahasa di atas, maka bisa kita logikakan bahwa untuk bisa berbicara dengan baik dan benar, kita harus pandai menyimak atau mendengar. Juga mau dan bisa membaca dengan baik dan benar pula.

Penceramah atau khatib misalnya, jika ingin bisa menyampaikan ceramah atau khutbah yang bagus dan mantap, baik intonasi, retorika ucapannya atau kedalalaman isi yang dibicarakan tentu tidak terlepas dari pengalaman mendengar dan pastinya bahan bacaannya (literasi).

Membaca sangatlah dahsyat pengaruhnya. Orang bisa bercerita, karena membaca. Orang bisa menulis juga karena membaca. Dan sungguh, budaya membaca memang berpengaruh sangat dengan kemauan dan kemampuan menulis.

Dari sebuah tautan di beranda facebook ada teman berkomentar mengenai kemauan menulis: “Bagaimana mau mulai menulis, kalo membaca pun malas…” Nah?

*Alfakir yang insyaAllah sedang semangat belajar menulis

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.