Cegah Korupsi dengan Pendidikan Anti Korupsi*

oleh

Oleh : Ahmad Dardiri*

Menjelang akhir bulan kemerdekaan Republik Indonesia, kita disuguhi Operasi Tangkap Tangan (OTT) bupati Probolinggo yaitu Puput Tantriana Sari dan suaminya Hasan Aminuddin di rumah pribadinya, Jalan Raya Ahmad Yani No 9, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Mayangan. Keduanya ditangkap bersama 8 orang lainnya yakni beberapa camat dan ajudan, Senin (30/8/2021) dini hari (sumber: detikNews Selasa, 31 Agustus 2021).

Berita tentang tertangkapnya koruptor di negeri ini nampaknya hampir tidak pernah jeda setiap waktu, bukannya menjadi sebuah peringatan bagi para pelaku untuk mengerem dan menjauhi perilaku tak bermoral yang merugikan masyarakat dan negara. Perilaku koruptif menyebar kemana-mana, baik di daerah yang nota bene bersyariat ataupun tanpa embel-embel syariat, di semua level dan di semua segi kehidupan dengan beragam jenis, modus, dan kompleksitas.

Pandangan masyarakat terhadap para koruptor juga masih sangat santun, dan menganggap suatu yang biasa, mungkin ini terjadi karena bangsa ini sudah apatis terhadap perilaku koruptif. Yang tertangkap sepertinya hanya kena sial, dan ia akan mempertanggungjawabkan di depan hukum yang kadang-kadang dalam pandangan masyarakat hanya sebagai dagelan, faktanya para koruptor ada yang mendapat hukuman jauh dari efek jera, bahkan ada yang menikmati kehidupan di penjara sebagaimana layaknya hidup di hotel.

Sebutan untuk perilaku culas dan menjijikan berbeda jauh dengan perilku maling ayam atau lainnya yang hanya sekeder untuk memenuhi kebutuhan makan sehari dua hari. Untuk para penggasak uang rakyat bernilai juataan, milyar dan trilyun itu disebut koruptor, bagi maling kecil di sebut pencuri.

Cendekiawan muslim Indonesia, M Quraish Shihab, menilai sebutan koruptor bagi terpidana korupsi terlalu halus. Menurut Quraish, sebutan yang tepat bagi mereka adalah pencuri.

“Kenapa orang miskin yang mengambil bukan haknya dinamai pencuri, sementara pejabat atau pegawai, kita namai koruptor. Dia itu pencuri,” katanya dalam tayangan Shihab & Shihab seperti dikutip dari laman NU Online, Ahad, 29 Agustus 2021. Lanjut dia para koruptor pun meski telah dijatuhi hukuman, banyak terpidana korupsi yang masih bisa ‘berlenggang-kangkung.’

Menurutnya pencegahan perilaku korupsi sebenarnya bisa dilakukan oleh keluarga dan masyarakat, hal ini salah satu faktor yang menurut dia penting digalakkan dalam masyarakat adalah peranan istri dan anak. Suami atau ayah bukan sekedar didorong agar tidak korupsi. Ayah dan ibu perlu tahu penghasilan anaknya bila nampak lebih dari gajinya, demikian juga isteri dan anak bila melihat penghasilan ayahnya. Menurut dia ini untuk menciptakan kenyamanan dalam keluarga.

Pencegahan prilaku korupsi tentu bukan hanya dalam keluarga saja sebagai institusi pendidikan informal, pendidikan formal seperti sekolah atau pun madrasah dan pendidiakn non formal di masyarakat juga dapat mencegah, mengurangi dan bahkan memberantas korupsi. Jadi upaya pendidikan anti korupsi perlu dilaksanakan sebagai upaya melahirkan generasi masa depan dengan budaya baru anti korupsi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia telah membuat dan menjalankan strategi pemberantasan korupsi. Salah satunya adalah dengan pendekatan pendidikan masyarakat mulai dari Taman Kanak-kanak / Raudhatul Athfal (TK/RA), Sekolah Dasar / Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas / Kejuruan / Madrasah Aliyah (SMA/SMK/MA) hingga perguruan tinggi.

Di semua tingkatan lembaga pendidikan tersebut diterapkan nuansa pembelajaran untuk membentuk mindset dan culture-set segenap elemen dan anak bangsa agar terbebas dari perilaku koruptif dan laten korupsi. Di madrasah upaya untuk memberikan Pendidikan Anti Korupsi sudah dicetuskan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam No. 1696 Tahun 2013 tentang Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi di Madrasah.

Pengertian, fungsi, dan contoh Pendidikan Anti Korupsi

Menurut Agus Wibowo pendidikan antikorupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai antikorupsi.

Dalam proses tersebut, maka pendidikan antikorupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan (kognitif), namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif), dan kesadaran moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik), terhadap penyimpangan perilaku korupsi.

Adapun menurut Komisi Pemberantasan Korupsi yang dimaksud dengan pendidikan anti korupsi adalah proses untuk menguatkan sikap anti korupsi dalam diri peserta didik, baik siswa maupun mahasiswa.

Dalam website https://haloedukasi.com/ disebutkan fungsi dan pendidikan anti korupsi adalah: 1) Fungsi kognitif, yakni menambah pengetahuan serta wawasan mengenai korupsi dan dampak massif yang ditimbulkan. 2) Fungsi afektif, yakni membentuk moral dan karakter anti korupsi peserta didik dengan cara menanamkan nilai-nilai anti korupsi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 3) Fungsi psikomotorik, yakni kesadaran moral untuk melawan berbagai bentuk praktek korupsi yang ada di lingkungan sekitar.

Adapun contoh pendidikan anti korupsi antara lain sebagai berikut: tidak menyontek ketika ujian, tidak melakukan plagiarisme, tidak menitip tanda tangan kehadiran kuliah, selalu tepat waktu, patuh pada semua peraturan yang berlaku, selalu mengerjakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, rajin belajar, melihat dan menilai sesuatu secara obyektif, adil terhadap diri sendiri, berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab untuk memperbaikinya, membantu orang yang membutuhkan, tidak mengonsumsi narkoba, rendah hati, tidak terlalu tergantung pada orang lain.

Bagi para guru dan tenaga kependidikan sebagai contoh dalam pendidikan anti koriupsi adalah dalam proses pembelajaran hendaknya memiliki sikap terbuka, jujur, tidak melakukan tindakan-tindakan pengurangan waktu, tidak korupsi materi pelajaran yang diberikan, tidak korupsi absen mengajar tanpa izin dan sebagainya.

Sebagai guru dan tenaga pendidikan yang mempunyai tugas mengelola pendidikan harus memiliki pemahaman bahwa pendidikan mempunyai peran penting dan strategis dalam mendukung dan bahkan mempercepat pembentukan masyarakat berkeadaban, sehingga pendidikan anti korupsi mampu menghasilkan generasi yang bersih dan jauh dari prilaku korupsi. Semoga, Wallahu a’lam bishawab….

*Guru Madya, Kepala MAS Al-Huda Jagong Jeget, Aceh Tengah

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.