Menulis dengan Semangat Dakwah Profetik (7)

oleh

Catatan : Mahbub Fauzie*

Mengawali catatan ini, kita kemukakan terlebih dahulu tentang arti dakwah profetik. Dakwah secara harfiah berarti mengajak atau menyeru dan memanggil. Sedangkan secara istilah, salah satu definisinya adalah aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru dan mengajak kepada pengamalan ajaran Islam.

Sedangkan arti profetik menurut kamus adalah kenabian. Istilah dakwah profetik di catatan ini dimaksudkan sebagai semangat dan aktifitas penyampaian ajaran Islam untuk diamalkan sesuai dengan misi kenabian, yakni misi Nabi Muhammad Saw.

Ketika menyelesaikan tugas akhir kuliah di Jurusan Penerangan dan Penyiaran Agama Islam pada Fakultas Dakwah Instirut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry Banda Aceh, tahun 2000, saya harus membuat skripsi, dan skripsi yang saya selesaikan berjudul: “Mobilitas Sosial sebagai Strategi Dakwah dalam Mewujudkan Masyarakat Madani”.

Selaku Pembimbing I, yaitu Bapak Drs H Azhary Basar dan Pembimbing II, Bapak Drs Zaini M Amin. Kedua dosen tersebut sangat membantu proses tugas akhir saya itu, kemudian yudisium dan selanjutnya bisa meraih gelar sarjana agama (S.Ag).

Bersama teman-teman saya diwisuda pada Agustus 2000 oleh Bapak Prof. Dr. Safwan Idris, MA selaku Rektor dan Prof. Dr. Rusdy M Ali Muhammad, SH selaku Dekan. Terima kasih kepada beliau semua, semoga Allah Swt selalu memberkahi, memberikan kelapangan, baik di dunia maupun di akhirat. Aamiin.

Dalam catatan kali ini, saya ingin berbagi pengalaman terkait hal-hal yang mengispirasi penulisan skripsi saya. Baik dari judulnya maupun bahan bacaan serta dinamika ketika itu yang turut memberi sumbangan intelektual, hingga skripsi saya bisa selesai.

Pertama, adalah yang menjadi inspirasi penulisan skripsi saya adalah sosok Profesor Safwan Idris yang ketika itu sering saya ikuti ceramah-ceramahnya baik di beberapa seminar maupun dalam kesempatan pengajian di Mesjid Kampus Fathun Qarib, komplek IAIN (sekarang Universitas Islam Negeri/UIN) Ar-Raniry.

Profesor Safwan Idris adalah salah satu tokoh terbaik Aceh yang pada zamannya banyak andil bagi dunia ilmu, keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Beliau pulang ke rahmatullah pada tanggal 16 September 2000 dalam peristiwa tragis yang sungguh sangat menyedihkan berbagai kalangan dalam suasana Aceh dalam kondisi konflik ketika itu. Saya satu di antara ribuan pencintanya yang sangat merasa kehilangan. Allahumaghfirlahu…

Dalam kegiatan akademik, di berbagai kegiatan seminar dan juga pengajian semasa hayatnya Pak Safwan yang sering saya ingat ketika itu adalah banyak memberikan semangat ruhiyah, seiring semangat intelektual bagi para mahasiswa. Beliau yang ketika itu baru menyelesaikan bukunya tentang Transformasi Zakat yang berjudul : “Gerakan Zakat dalam Memberdayakan Ekonomi Umat; Pendekatan Transformatif”.

Yang sering Pak Safwan ulang-ulang adalah tentang pentingnya implementasi Ilmu Sosial Profetik (ISP) yang dirintis gagas oleh pemikir Islam, sejarawan yang juga sastrawan dan budayawan Profesor Kuntowijoyo. Jadi secara tidak langsung, sosok-sosok inspiratif yang turut andil dalam proses penyelesaian skripsi saya adalah Profesor Safwan Idris dan Profesor Kuntowijoyo.

Kedua, hal menarik yang ingin saya sharing adalah tentang judul dan bahan bacaan yang menjadi rujukan penulisan skripsi saya. Yaitu tulisan-tulisan Kuntowijoyo yang banyak saya ikuti selain bukunya maupun artikel-artikelnya, terutama yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi saya. Seperti Buku “Paradigma Islam; Interpretasi Untuk Aksi”. “ Buku “Identitas Politik Ummat Islam” dan tulisan-tulisannya yang dimuat bersambung di Majalah Ummat ketika itu.

Judul skripsi saya : “Mobilitas sosial sebagai strategi dalam mewujudkan masyarakat madani” saya ambil dari salah swtu buah pikiran Kunto tentang strategi perjuangan umat Islam; yaitu Strategi Struktural, Kultural dan Mobilitas Sosial. Gagasan Kunto ini merujuk kepada hadits Nabi dalam menyikapi kemunkaran.

Saat saya menyampaikan Bab I skripsi saya ke Pembimbing I yaitu Bapak Azhari Basar, beliau merasa tertarik. Mungkin karena membaca judul skripsi dan sedikit ulasan dalam bagian latar belakang masalah. Kebetulan dosen saya yang satu ini adalah selain akademis juga seorang politikus. Beliau banyak memberikan koreksi dan masukan hingga skripsi saya selesai. Dibantu juga oleh pembimbing II yang juga sangat teliti memeriksa kata per kata, kalimat per kalimat dan paragraf, hingga BAB dan finisingnya.

Ilmu Sosial Profetik yang digagas oleh Kuntowijoyo ini menjadi titik utama saya dalam mencari referensi-referensi bacaan pendukung penyelesaian skripsi saya. Hingga saya temukan sebuah tulisan yang kemudian menjadi fokus skripsi saya pada saat mana saya mengajukan judul.

Tulisan Kunto tentang Strategi Perjuangan Umat islam saya temukan di opini Harian Republika saya lupa tanggal dan bulannya. Terdapat pula di buku Identitas Politik Ummat Islam karya Kuntowijoyo yang merupakan kumpulan tulisannya di majalah Ummat.

Pemikiran Kuntowijoyo tentang Ilmu Sosial Profetik dan Bukunya Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi juga menjadi referensi bukunya Pak Profesor Safwan Idris ketika menulis buku tentang zakat. Adapun pemikiran Kuntowijoyo tentang ilmu sosial profetik adalah berangkat dari kajian sosial beliau terkait ilmu-ilmu sosial dalam hubungan dengan semangat Al-Qur’an.

Al-Qur’an sebagai kitab pedoman hidup umat islam sangat inspiratif dan kaya dengan pesan-pesan yang tidak hanya teori namun juga bagaimana praktek dan aktualisasinya dalam membimbing umat manusia. Ayat ayat sosial dalam Al-Qur’an Sebagai wahyu Allah Swt, mengandung pesan nya tidak sekadar memberitahu, tapi juga memberi arah kemana umat harus menuju.

Karena itu, rujukan ilmu sosial profetik, dimana makna profetik itu adalah kenabian; maka Kuntowijoyo fokus pada salah satu ayat dalam Surah Ali Imran. Yaitu ayat 110: “Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma’rụfi wa tan-hauna ‘anil-mungkari wa tu`minụna billāh”. Adapun artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imran[3]:110).

Makna profetik adalah kenabian. Nah, pesan ayat 110 surah Ali Imran mengandung pesan kenabian dalam hal menunjukan agar menjadi umat terbaik harus ada amar ma’ruf, nahy munkar dan beriman kepada Allah Swt. Nah, disinilah yang dalam wacana dakwah Islam merupakan inti pesan dakwah. Karena hakekat dakwah Islam adalah dakwah kenabian. Dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw berdasarkan wahyu Allah Swt.

Agar umat yang diseru dakwah Islam menjadi umat terbaik, maka ada tiga prasyarat yang harus dipahami dan dilakukan, Pertama adalah Amar ma’ruf, mengajak kepada kebaikan yang dalam istilah Kuntowijyo disebut upaya humanisasi atau emansipasi. Mengajak kepada kebaikan adalah memanusiakan manusia.

Yang kedua, harus ada upaya nahy munkar, mencegah kemunkaran. Disebut oleh Kuntowijoyo sebagai upaya liberasi, pembebasan umat dari hal-hal yang merusak, dimaksudkan ada upaya pencegahan, advokasi dan lain-lain Selanjutnya, beriman kepada Allah Swt sebagai upaya pendekatan diri manusia kepada Allah Swt. Dalam bahasa ilmu sosial profetik disebutnya sebagai transendensi. Jadi, bukankah itu semua merupakan pesan dakwah Islam?

Tertarik dengan kajian tersebut, mengalirlah pengembaraan literasi saya ketika itu, yang kebetulan juga berkesempatan menjadi wartawan. Sambil ke sana kemari saya berburu referensi dan diskusi-diskusi. Hingga ketika itu ada beberapa teman yang merasa aneh dengan cara saya berbicara, karena sering terucap ‘ISP-ISP…’

Selanjutnya dalam tulisan dan pemikiran Kunto mengenai strategi perjuangan umat Islam, lagi-lagi beliau merujuk kepada hadits Nabi tentang menghadapi kemungkaran. Haditsnya: Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” [HR. Muslim, no. 49]

Menyikapi kemunkaran sesuai hadits tersebut, pertama harus ada upaya mengubah dengan tangan, dengan kekuasan ( dengan Struktural), jika tidak maka dengan lisan (Kultural), dan jikapun tidak maka dengan hati (mobilitas sosial). Tanpa berbuat apa-apa, itulah selemah iman.

Strategi perjuangan umat Islam di Indonesia secara struktural adalah melalui Parlemen atau politik, sedangkan kultural melalui organisasi semacam Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan lain-lain. Sedangkan strategi perjuangan secara mobilitas sosial melalui lembaga kajian atau komunitas cendikiawan yang menurut Kuntowijoyo adanya Ikatan Cendikiawa Muslim Indonesia (ICMI).

Ketika itu, entah mengapa nalar mahasiswa saya tertarik kepada strategi yang ketiga, yaitu mobilitas sosial. Menurut saya saat itu, upaya perubahan sosial dalam kaitannya dengan dakwah sangat dahsyat dan berjangka panjang jika dengan pencerdasan, dengan kajian, yaitu “mengubah dengan hati”.

Bukankah Imam Al-Ghazali melakukan ‘uzlah atau mengasingkan diri dari keramaian dan hiruk pikuk duniawi, justru bagian niatan ingin mengubah kondisi umat dengan hati? Dengan olah pikir? Dengan perenungan? Ya, maka lahirlah kitab Ihya Ulumuddin. Kitab yang masyhur itu, dan menjadi rujukan dalam menghidupkan kembali ajaran-ajaran agama.

Hingga kini banyak menjadi referensi umat manusia. Al-Ghazali yang bukan anak raja itu setelah menulis kitab besar yang di beri nama Ihya’ Ulum ad-Din, Ghazali pernah melakukan uzlah selama 120 hari, pada saat itulah beliau mendapatkan ilmu kasyf yang terkenal itu.

Itulah yang menarik semangat saya menulis skripsi dengan judul yang ketika itu wacana tentang masyarakat madani ramai diperbincangkan orang. Banyak kalangan cendikiawan berbicara dan menulis tentang masyarakat madani. Dinamika sosial kemasyarakatan Indonesia ketika saya menulis skripsi adalah dalam suasana Reformasi.

Simpulan dalam catatan ini, bahwa menulis harus ada semangat yang memotivasinya. Pertama niat karena ikhlas lillahi ta’ala, kedua karena ada inspirasi dan juga ada kemauan. Dan cerita pengalaman saya ini adalah hanya sepenggal dari cerita lainnya yang mungkin masih banyak dan lebih mengispirasi…

Menulislah dengan semangat dakwah Islam sebagai misi Nabi…

*Alumni Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, yang hobi menulis hingga saat ini

https://lintasgayo.co/2021/08/26/memulai-menulis-tak-perlu-bingung-dan-pening-6/

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.