Bismillah, Kemauan Modal Pertama untuk Menulis (3)

oleh

Catatan : Mahbub Fauzie*

Dimana ada kemauan, di situ ada jalan. Kalimat ini sangat akrab dalam keseharian kita. Di antara kita pasti banyak yang mendengar atau membaca bahkan mengucapkan kalimat penyemangat tersebut. Benar memang, bahwa jika seseorang yang mempunyai niat dan mau berusaha, pasti ada kemudahan jika ada kesulitan yang menghadang.

Demikian juga dengan menulis. Ya, menulis. Apalagi jika kita sadari bahwa ‘menulis’ adalah sesuatu kata dan perbuatan yang sudah lama kita kenal. Sejak dalam pendidikan dasar kita sudah dikenalkan dengan kata dan pekerjaan ‘menulis’.

Pun sebelum sekolah, kita juga sudah dikenalkan dengan tulis menulis. Baik corat coret pensil atau spidol di kertas, dinding dan mungkin juga lantai! Kemudian secara formal di taman kanak-kanak kita diperkenalkan dengan menulis huruf, meningkat lagi di sekolah dasar dan seterusnya.

Seiring dengan perkembangan dan proses selanjutnya. Pekerjaan menulis sebenarnya tidaklah asing bagi kita. Pertayaan sekarang adalah, mengapa kita selalu saja membuat alasan, bahwa menulis itu susah, sulit dan payah.

Atau alasan lain, bahwa untuk menulis itu saya tidak ada basic keahlian menulis. Bahwa untuk menulis saya tidak ada waktu dan kesempatan. Bahwa untuk menulis saya tidak ada fasilitas pendukung dan lain-lain. Seribu macam alasan banyak kita ungkapkan.

Tertarik dengan apa yang disampaikan oleh Darmawan Masri, S.Pd seorang sarjana Pendidikan Matematika alumni Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala, saat menyampaikan materi kepenulisan dalam kegiatan pembinaan karya tulis ilmiah bagi penghulu di Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kabupaten Aceh tengah, Kamis (19/8/2021)

Darmawan Masri memperkenalkan, bahwa dirinya alumni matematika, tidak ada basic khusus belajar menulis. Sekarang kesehariannya banyak berkecimpung dengan dunia tulis menulis, mengingat posisinya sebagai pimpinan redaksi media online.

Ketika dirinya kuliah dulu lebih banyak dikenalkan dengan angka-angka, aljabar, kalkulus, logaritma, trigonometri dan lain-lain. Itu yang dia banyak pelajarari saat kuliah, dan sekarangkan juga sebagai guru matematika di salah satu Sekolah Menengah Atas di Takengon.

Sekarang dengan posisinya sebagai pemimpin redaksi di media online LintasGayo.co, sebuah media mainstream yang banyak memposting konten-konten baik berita maupun sajian informasi yang lainnya sesuai rubrik yang tersedia, maka menulis adalah pekerjaan rutin dia. Sebab setiap berita, naskah tulisan opini dan lain-lain yang masuk harus melalui meja redaksi.

Kemampuan menulis Darmawan yang tamatan matematika itu, adalah karena pada dirinya ada kemauan. Darmawan yang begitu akrab dengan angka-angka, rumus, aljabar, trigonometri, kalkulus dan yang lainnya; pada saat dia duduk di meja redaksi maka harus akrab dengan huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat dan paragraf.

Nah, Darmawan bisa begitu akrab dengan dunia aksara atau tulis menulis sebagaimana galibnya dunia jurnalistik, padahal dia ahlinya angka sebagai sarjana matematika, dikarenakan ada kemauan untuk belajar menulis. Belajar dari Darmawan, bahwa untuk menjadi penulis tidak harus tamatan jurusan sastra, bahasa atau lainnya.

Motivasi inilah yang barangkali ingin dia sampaikan kepada para penghulu dalam kesempatan pembinaan itu. Bahwa para penghulu dipastikan bisa menulis, termasuk karya tulis ilmiah. Apalagi para penghulu pada umumnya adalah orang-orang yang basic pendidikannya sosial, sangat akrab dengan kehidupan keseharian. Fenomena-fenomena sosial keagamaan dan persoalan-persoalan yang dihadapi bisa menjadi bahan tulisan.

Pembinaan karya tulis ilmiah bagi para penghulu yang dilaksanakan oleh Seksi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kankemenag Kabupaten Aceh Tengah pada Kamis (19/8/2021) itu selain Darmawan Masri dari LintasGayo.co sebagai pematerinya juga menghadirkan akademisi dari Universitas Gajah Putih Takengon, Rizkan Fahmi, S.Pi, M.Si.

Kegiatan tersebut mempunyai maksud dan tujuan yang sangat signifikan demi adanya kemauan para penghulu sebagai jabatan profesi untuk meningkatkan kompetensinya. Banyak hal yang harus dilakukan oleh penghulu termasuk melakukan kajian dan penulisan ilmiah.

Rizkan Fahmi, dalam materinya yang bertajuk “Penentuan topik, tema, judul dan materi-materi karya tulis ilmiah”. Juga menyampaikan kalimat motivasi tentang urgensinya menulis. “Orang boleh pintar dan berilmu setinggi langit, tapi tidak menulis dia akan ditelan bumi dan hilang dari sejarah, Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” demikian Rizkan Fakmi mengutip kata Pramudya Ananta Toer.

Menulis memang penting. Dan kita yang berminat untuk bisa menulis harus memulai belajar. Tulislah dan jangan takut salah. Jangan menunggu harus sempurna. Jika para penghulu bisa ceramah lama berjam-jam, mengapa tidak menyempatkan untuk menulis apa yang diceramahkan.

Gunakan sela waktu dan kesempatan yang barangkali ada luangnya. Catat, tulis apa yang menjadi konsep khutbah jumat, khutbah nikah dan ceramahnya. Kembangkan dan olah menjadi tulisan. Harus ada kemauan untuk menulis.

Kemauan adalah modal awal untuk bisa melahirkan sebuah tulisan. Terkadang ada banyak sekali ide yang muncul dalam fikiran, namun jika tidak ditindaklanjuti dengan kemauan, maka ide hilang begitu saja. Mulailah menulis, jangan menunggu harus sempurna. Coba dulu…

Jika untuk menatapi layar laptop, android atau smartphone dengan permainan game dan lain-lain kita bisa betah. Atau buka-buka beranda medsos untuk kemudian berkomen ria kita kerasan, tidak merasa jenuh dan tidak pernah bosan.

Mengapa pekerjaan yang boleh kita katakan sia-sia dan mubajir itu, tidak kita ganti saja dengan upaya tekan-tekan huruf per huruf menjadi kata, lalu menjadi kalimat dan selanjutnya. Jadilah tulisan. Luapkan ide dan gagasan dalam tulisan, jangan lupakan dan hilang berlalu begitu saja ide dan gagasan itu.

Menulis itu proses dan bukan tujuan, maka berproseslah. Dengan menulis bisa dihubungkan antara ide dan karya. Dari sanalah dasar pemikiran kita ketika mau menulis. Karya tidak akan hadir tanpa proses. Biasakan, nanti terbiasa. Hilangkan rasa malas, jangan takut salah, dan jangan ada beban. Dengan bismillah, kemauan adalah modal pertama untuk menulis!

*Alfakir yang hobi menulis, dan masih belajar berproses sebagai penulis

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.