Fenomena Angin Foehn di Pegunungan Tengah Aceh

oleh

Oleh : Yopi Ilhamsyah*

Mengutip LintasGAYO.co tanggal 19 Juli 2021, BPBD Aceh Tengah melaporkan 338 rumah mengalami kerusakan akibat tiupan angin berkecepatan tinggi di Kecamatan Jagong Jeget.

Asal Angin Kencang

Merujuk standar yang ditetapkan World Meteorological Organization (WMO), pengamatan data selama 30 tahun digunakan untuk mengamati karakteristik iklim di suatu wilayah. Data angin bersumber dari ECMWF yang kami hitung selama periode 1979-2020 menunjukkan bahwa saat ini angin barat daya sedang bertiup di Aceh.

Dikatakan angin barat daya karena mengacu kepada sumber tiupan angin yang berasal dari arah barat daya. Data angin selama 30 tahun juga menunjukkan dua sirkulasi angin utama yang berhembus di Provinsi Aceh. Sirkulasi angin utama lainnya yaitu angin timur laut yang bertiup dari arah timur laut.

Masyarakat Aceh menyebut angin barat daya dan angin timur laut sebagai angin baratan dan angin timuran. Angin baratan berlangsung dari bulan Juni, Juli hingga Agustus sementara angin timuran bertiup dari bulan Desember, Januari dan Februari setiap tahunnya.

Perubahan arah angin dalam arah yang berlawanan sebesar 180 derajat menandai pergantian musim di Aceh. Ketika angin baratan bertiup, Aceh mengalami musim kemarau kala angin timuran berhembus, Aceh memasuki musim penghujan.

Penggunaan kata “Musim” bersumber dari kata dalam Bahasa Arab “Mawsim”. Istilah ini digunakan pedagang Arab untuk mengamati pergerakan angin sebagai acuan pelayaran ke Nusantara guna membeli rempah-rempah. Selanjutnya, istilah ini diserap ke dalam Bahasa Melayu.

Sewaktu Belanda menguasai Nusantara, mereka menggunakan istilah “Monsoon” bersumber dari kata dalam Bahasa Portugis, yaitu “Moncao”. Dalam Bahasa Indonesia, istilah “Monsoon” disebut “Muson”. Jadi sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah dalam periode 6 bulanan seiring dengan pergantian musim di Aceh dapat pula disebut dengan angin musiman atau angin Muson.

Angin Muson

Angin Muson bertiup akibat perbedaan tekanan antara benua Asia dengan benua Australia yang masing-masing terletak di sebelah utara dan selatan Indonesia. Pada bulan Desember hingga Februari, benua Asia mengalami musim dingin akibatnya tekanan udara menjadi tinggi di benua Asia. Masih Desember-Februari, benua Australia mengalami musim panas berimbas terhadap turunnya tekanan udara di sana.

Angin adalah udara yang bergerak. Udara bergerak dari wilayah bertekanan tinggi menuju wilayah bertekanan rendah. Oleh karenanya, angin mulai bertiup dari Asia menuju Australia selama Desember-Februari.

Dalam perjalanannya menuju ke selatan (Australia), angin mengalami pembelokan arah dampak perputaran Bumi terhadap porosnya. Angin berbelok ke arah barat daya. Karena angin dinamai berdasarkan arah asalnya, maka ketika melintas di atas Provinsi Aceh, kita menyebutnya sebagai angin timur laut atau angin timuran.

Ketika mendekati garis Khatulistiwa seiring dengan semakin kecilnya nilai Coriolis, angin berbelok menuju tenggara untuk mencapai Australia. Pergerakan udara turut membawa uap air yang bersumber dari lautan. Uap air ini menjadi jenuh, mengembun dan membentuk awan.

Selanjutnya hujan turun ketika angin Muson dari Asia melintasi wilayah Indonesia. Inilah mengapa selama Desember-Februari, pada musim angin timuran, Indonesia mengalami musim penghujan. Karena Aceh berada di barat daya dan utara Indonesia menjadikan musim penghujan tiba lebih awal di Aceh pada November-Desember.

Pada Juni-Agustus, benua Australia mengalami musim dingin sementara benua Asia mengalami musim panas. Angin Muson kembali berhembus. Dalam perjalanannya ke utara, angin berbelok terlebih dahulu ke arah barat laut (efek rotasi Bumi) sebelum berbelok menuju timur laut setelah melewati garis Khatulistiwa.

Ingat, angin disebut dari arah datangnya. Oleh karenanya, di Aceh kita menyebutnya dengan angin barat daya atau angin baratan. Secara klimatologi, angin baratan memiliki magnitudo lebih besar dibanding angin timuran.

Pada Juni-Agustus, gerak semu Matahari di utara memanaskan Samudera Hindia, memicu penguapan tinggi. Uap air dengan jumlah besar dibawa serta oleh angin baratan. Wilayah barat dan selatan Aceh terdiri dari rangkaian Pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian lebih dari 1000 meter.

Ketika angin baratan tiba di lereng Bukit Barisan di sebelah barat, uap air yang dibawa dengan cepat menjadi jenuh, mengembun, menghasilkan awan dan hujan turun di sepanjang lereng Bukit Barisan. Inilah mengapa wilayah barat dan selatan Aceh tetap basah dengan turunnya hujan, kendati Juni-Agustus adalah musim kemarau.

Angin Terjun (Foehn/Bahorok)

Ketika seluruh hujan telah turun di sepanjang Bukit Barisan di lereng barat-selatan Aceh, angin baratan di permukaan kemudian bergerak menuruni punggung pegunungan Bukit Barisan di sebelah timur.

Angin ini turun dalam kondisi kering disertai hawa panas. Pergerakan angin turun di balik gunung dalam istilah Meteorologi disebut Angin Katabatik atau istilah umum menyebutnya “angin terjun”, dengan ciri khas bergerak cepat karena pengaruh gravitasi disertai kondisi kering dan panas.

Pada beberapa wilayah, angin terjun memiliki nama lokal seperti Angin Foehn di Jerman Selatan dan Angin Bahorok di Sumatera Utara. Tipe angin terjun berskala lokal inilah yang menimbulkan hembusan angin destruktif di Jagong Jeget.

Dari foto pada daerah yang diterpa angin kencang, tampak bukit dan pegunungan di latar foto. Boleh jadi itu adalah punggung pegunungan Bukit Barisan atau Jagong Jeget berada di balik gunung.

Daerah di belakang/balik gunung dalam Meteorologi disebut dengan daerah “Lee” atau daerah di bawah angin sementara daerah di depannya yang berhadapan dengan angin disebut daerah “Wind”.

Ketika angin terjun turun di balik gunung, angin ini mengalami apa yang disebut dengan “Hydraulic Jump” artinya angin terjun yang mencapai wilayah lembah di balik gunung akan kembali memantul dengan kecepatan tinggi pula menuju angkasa.

Ketika bersinggungan dengan angin baratan yang melintas di lapisan udara atas, angin ini kembali terjun ke permukaan sehingga menimbulkan efek gelombang disebut “Gelombang Lee”, gelombang yang membangkitkan turbulensi pada daerah di belakang/balik gunung.

Pada beberapa kasus di Lembah Seulawah dan Pidie, hembusan kencang dapat mencabut pepohanan beserta akarnya serta merebahkan tanaman padi. Dampak lain, timbul dehidrasi serta penyakit seperti diare, muntaber serta kulit kusam. Sifatnya yang kering dan panas dapat dengan cepat menguapkan air. Analoginya seperti kita menggunakan pengering tangan, kita dapat merasakan hembusan kencang dan panas keluar dari mesin.

Oleh karenanya pembangunan infrastruktur air harus memperhatikan fenomena angin Foehn/Bahorok ini. Untuk mengatasi ini, pemanenan air pada musim hujan dapat memanfaatkan sumur imbuhan yang dapat sekaligus menginjeksi air menuju lapisan akuifer.

Sehingga cadangan air tanah pada musim kemarau tetap memadai di tengah terpaan angin Foehn/Bahorok. Untuk mereduksi kekuatan angin, jenis pepohonan yang berfungsi sebagai wind breaker (pemecah angin) dapat ditanami di lembah. Lahan kering di belakang wind breaker dapat ditanami Jagung untuk diversifikasi pangan.

Boleh jadi telah ada nama lokal dalam bahasa setempat untuk menyebut fenomena angin kering dan panas yang melanda daerah di balik pegunungan tengah Aceh.

Terakhir, kewaspadaan akan efek Foehn/Bahorok masih perlu ditingkatkan mengingat musim angin baratan masih berlangsung hingga Agustus.

*Dosen Meteorologi Laut, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala.

 

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.