Covid -19, Obituari Kolonel Paskhas AU Yasir Arafat

oleh

Oleh : Win Wan Nur*

Yasir Arafat Siregar, itulah nama yang diberikan orangtuanya kepada sahabat kami ini. Tapi karena namanya ini sepertinya diambil dari nama pemimpin pertama PLO Yasser Arafat, yang namanya sering disebut di Dunia Dalam Berita TVRI. Kami pun entah latah atau bagaimana, jadi memanggil Yasir dengan nama Yasser.

Kalau dilihat secara angkatan kuliah, Yasir adalah senior tiga tingkat di atas saya. Saya masuk Unsyiah di fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil pada tahun 1992, sedangkan Yasir terdaftar di Unsyiah sebagai mahasiswa angkatan pertama di fakultas MIPA jurusan Kimia, pada tahun 1989.

Pertemuan dan kedekatan saya dengan Yasir terjadi di UKM- PA Leuser, kelompok mahasiswa pecinta alam, Unsyiah (sekarang USK).

Meskipun secara angkatan yang tercatat di registrasi universitas, kami terpisah 3 tingkat. Di Leuser, kami hanya berbeda dua angkatan. Yasir masuk menjadi anggota Leuser Unsyiah melalui Diksar 8, saya masuk di Diksar 10.

Di Leuser perbedaan dua angkatan ini tidak dianggap, berasa sepantaran saja. Karena itulah, meskipun secara angkatan kuliah kami terpisah 3 tahun dan secara umur bahkan terpisah 4 tahun, tapi karena di angkatan Diksar kami tidak jauh, saya tidak pernah memanggil abang kepada Yasir, sebagaimana saya biasa memanggil senior-senior seangkatannya di kampus.

Tahun 1994, ketika kami UKM-PA Leuser Unsyiah sedang sibuk mempersiapkan ekspedisi besar untuk menembus puncak Leuser melalui jalur selatan. Yasir sedang sibuk menyelesaikan skripsinya, jadi dia jarang bergabung di sekretariat kami di Jalan Hamzah Fanshuri, sektor utara Darussalam.

Yasir mulai aktif bergabung melakukan kegiatan bersama kami, angkatan yang lebih muda ketika dia sudah menyelesaikan skripsinya dan tinggal menunggu yudisium. Saat itulah kami sangat sering berinteraksi dan dekat.

Ketika kami pertama kali membuat baju lapangan dengan nomer anggota di dada, saya, Yasir dan lain-lain adalah anggota Leuser paling awal yang memiliki baju itu.

Tahun 1995, Yasir menamatkan pendidikannya di fakultas MIPA jurusan Kimia. Setelah mendapatkan ijazahnya, Yasir mendaftar untuk menjadi perwira karir TNI yang waktu itu masih bernama ABRI. Yasir memilih matra Angkatan Udara. Yasir diterima dan diapun berangkat ke pulau Jawa untuk menempuh pendidikan. Kami mengantarnya ke terminal bis Setui Banda Aceh. Yasir berangkat dengan memakai baju lapangan kami dengan nomer anggota Leuser di dada.

Setahun menempuh pendidikan perwira, Yasir resmi menjadi perwira ABRI di Matra TNI AU.

Biasanya, para perwira karir lulusan perguruan tinggi. Saat lulus menjadi perwira di ABRI, mereka ditempatkan di bidang-bidang terkait administrasi, bukan untuk korp tempur.

Tapi Yasir berbeda, entah karena dasarnya dari latar belakang seorang Pecinta Alam yang sudah terbiasa keluar masuk hutan dan menguasai teknik-teknik pengenalan medan, mulai dari navigasi sampai survival di alam bebas, atau karena alasan lain. Meski masuk dari jalur perwira karir, bukan Akademi Militer, Yasir, sarjana Kimia murni ini, justru dimasukkan ke korp tempur, PASKHAS, pasukan elit angkatan udara seperti Kopassus-nya Angkatan darat atau Denjaka-nya Angkatan Laut.

1998, reformasi terjadi, Soeharto yang sudah berkuasa selama 32 tahun akhirnya lengser dari kekuasaannya. Demokrasi mendapat bentuk yang sebenarnya di Indonesia, semua orang jadi tak takut lagi menyampaikan pendapatnya.

Tapi kebebasan ini, selain membawa perasaan lega karena bisa bicara apa saja, juga membawa ekses lain. Jatuhnya Soeharto membuat kebijakan apapun yang dibuat pemerintah, tak bisa lagi sembarangan tanpa dasar hukum yang jelas. Contohnya, seperti dulu ketika Aceh diam-diam berada dalam status operasi jaring merah, seorang Pangdam bisa dengan santainya mengatakan « Kalau kalian ketemu GPK, bunuh saja, nanti kasi tahu saya. Kalian akan dapat hadiah dan dijamin tidak akan dihukum »

Pasca reformasi, hal-hal seperti itu tidak lagi bisa sembarangan dilakukan, karena Indonesia sedang dalam sorotan internasional terkait soal pelanggaran HAM. Situasi ini ditambah dengan keengganan militer untuk mengakui kesalahan, membuat GAM punya ruang untuk mengembangkan kekuatan dan membesar.

Ketika situasi keamanan di Aceh semakin rumit dan sulit dikendalikan, pemerintah Indonesia yang waktu itu berada di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, memutuskan untuk menerapkan status Darurat Militer kepada provinsi ujung paling barat ini.

Dalam status darurat militer, administrasi militer lebih tinggi tingkatannya daripada administrasi sipil. Imbasnya, di daerah-daerah yang dianggap rawan, aparat-aparat sipil yang bersentuhan langsung dengan masyarakat mulai dari tingkatan camat, diganti dengan perwira militer.

TNI pun mengirimkan banyak perwira asal Aceh untuk menempati jabatan-jabatan itu. Pada waktu itu, Yasir yang merupakan perwira TNi Angkatan Udara, adalah salah seorang dari 4 Camat dari kalangan Militer yang ditugaskan langsung oleh Mabes TNI.

Saat itu Yasser bertugas sebagai Camat Kecamatan Peudada yang merupakan wilayah kekuasaan GAM Batee Iliek yang merupakan salah satu basis terkuat GAM yang pasukannya berada di bawah kendali komandan Darwis Jeunib. Yasir memangku jabatan itu sampai masa Darurat Militer dicabut.

Selama bertugas di masa konflik ini, Yasir yang sangat paham kondisi Aceh, membina para kombatan GAM yang menyerah. Yasir melindungi mereka dengan baik. Tapi mirisnya saat pasukan yang ada di bawah kendali Yasir ditarik. Orang-orang binaan Yasir ini “dihabisi” oleh teman-teman mereka yang saat itu masiuh berjuang untuk memerdekakan Aceh.

Dari Peudada, Yasir kemudian juga lama bertugas di Kabupaten Aceh Selatan.

Di Leuser sendiri, kami tidak mengenal yang namanya alumni. Meski sudah tidak lagi tercatat sebagai mahasiswa di Unsyiah, status keanggotaan kami di kelompok pecinta alam ini sifatnya abadi. Selama nafas masih ada di badan, kami masih tetap berstatus anggota kelompok ini.

Yasir yang saat itu sudah menjadi perwira TNI, di Leuser statusnya sama seperti saya, sama-sama anggota. Karena itulah, seperti saya dan yang lain-lain, meski tidak lagi tercatat sebagai mahasiswa Unsyiah, kami sebagai anggota tetap berkontribusi dalam membantu adik-adik di Leuser dalam melakukan kegiatannya.

Yasir, selama menjadi camat di Peudada atau ketika bertugas di Aceh Selatan, seringkali membantu melancarkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh adik-adik kami di UKM – PA Leuser, Unsyiah.

Ketika Yasir ditarik ke markas Paskhas, Yasir pernah juga membantu ekspedisi Arung Jeram adik-adik kami di sungai Ciberang Jawa Barat. Waktu itu, peralatan-peralatan ekspedisi milik kami dan para angggota tim diangkut dengan kendaraan-kendaraan milik Paskhas ke lokasi ekspedisi. Yasir sendiri waktu itu ikut mengantarkan dan lama ngobrol dengan adik-adik ini selama perjalanan.

Setiap kami anggota Leuser berada di Jakarta, kalau Yasir punya waktu, biasanya dia akan menjemput dan membawa kami jalan-jalan. Seperti cerita kak Inong, senior kami dari Diksar -7 waktu ke Jakarta, Yasir menjemputnya di Bandara dan membawanya jalan-jalan dan mampir ke rumahnya.

Saya sendiri, beberapa kali membuat janji bertemu Yasir setiap kali saya ke Jakarta, tapi entah kenapa sampai hari ini kesempatan kami untuk bertemu belum pernah tiba.

Hari-hari belakangan ini, Yasir banyak berkomunikasi dengan Wardhana, adik angkatan kami di Leuser yang juga juniornya di MIPA Kimia. Mereka banyak membahas soal proyek konservasi.

Awal Juli ini, saya terpapar Covid -19 dan masuk ruang perawatan.

Yang saya tidak ketahui, ternyata bersamaan dengan saya masuk ruang perawatan, Yasir juga terpapar Covid – 19 seperti saya, dan masuk ruang perawatan juga. Bedanya saya masuk di ruang perawatan RSU Datu Beru, Takengen. Yasir masuk ruang perawatan RSAU Halim Perdana Kusumah, Jakarta.

Kemarin, saat saya sedang menuliskan pengalaman saya terpapar Covid -19 untuk media ini. Kami berbincang di grup WA UKM-PA Leuser Unsyiah. Rata-rata kawan-kawan menanyakan soal kondisi saya, sampai kemudian muncul Komari, anak Diksar – 7 yang baru bergabung dengan grup WA kami. Grup menjadi antusias, bertanya kabar dan segalanya.

Tapi di tengah nostalgia itu, seorang anggota grup kami bertanya, “Bagaimana sudah keadaan Yasser?”

“Yasser kenapa?” tanya saya.

“Ya sama dengan kee, kenak corona dan dirawat di rumah sakit juga,” kata seorang kawan.

Lalu, saat kami bertanya-tanya, masuk informasi dari Wardhana yang menyatakan kalau Yasir sudah berpulang. Menurut Wardhana, malam sebelumnya, seperti saya, kondisi Yasir sempat membaik. Tapi pagi harinya, kondisinya kembali drop dan siang harinya, Yasir sudah dipanggil yang maha kuasa, meninggalkan kita semua.

Respon terakhirnya di grup WA kami adalah emoticon tanda terima kasih, saat Bang Anton Kamal, salah seorang pendiri organisasi kami menanyakan kabarnya setelah terpapar Covid-19.

Mendengar kabar duka itu, saya langsung menelepon Maya, adik teman sebangku saya semasa SMA yang bersuamikan seorang Kolonel Angkatan Udara. Maya membenarkan informasi yang saya terima dan mengirimkan pada saya foto proses shalat jenazah Yasir yang mengikuti standar protokol kesehatan. Di foto itu saya melihat, shalat jenazah saudara kami ini dipimpin oleh seorang imam dengan pakaian loreng dan makmum yang sepertinya beberapa anggota keluarga dan tenaga kesehatan dengan APD lengkap. Jasad Yasir yang dishalatkan ada di dalam mobil ambulance.

Maya juga kemudian mengirimkan video proses pemakaman Yasir secara militer yang juga tetap menerapkan protokol kesehatan, dengan menjaga jarak aman.

Malamnya, saya membaca sebuah status facebook putra tertua Yasir, Muhammad Fikri Siregar, seorang alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah. Di status Facebooknya, Fikri mengabarkan kalau Ayahnya, sahabat kami Yasir Arafat, suami dari Nurliani yang berasal dari Pidie ini sudah berpulang.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, selamat jalan kawan.

Kita terpapar Covid di waktu bersamaan, masuk ruang perawatan di waktu bersamaan. Tapi Allah memilih untuk memanggilmu dan memberiku waktu untuk tinggal di dunia ini lebih lama, entah sampai kapan.

Kamu orang baik Yasir, aku yakin Allah pasti menerima segala amal perbuatanmu dan menempatkanmu di tempat yang layak di sisiNya….

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.