Setahun Lebih Covid-19 : Secara Psikologis Masyarakat Sudah Capek, Tapi Harus Tetap Diberi Edukasi

oleh

Pandemi Covid-19 yang terjadi akhir 2019 lalu, hingga kini masih terus berlanjut. Tak terasa sudah lebih dari setahun, virus yang awal mulanya berasal dari Wuhan, China tersebut masih menyebar ke seantero donya. Tak terkecuali di Indonesia.

Melihat bagaimana cara penyebaran virus ini, yang terus intens, hingga hingar binar pemberitaan tentangnya membuat sebagian masyarakat sudah tak lagi percaya dengan keberadaan Covid-19.

Sejumlah informasi miring yang melemahkan keberadaan virus ini langsung ditangkap oleh sebagian masyarakat yang dari awal memang sudah apatis. Akibatnya, penerapan protokol kesehatan yang paling efektif mencegah laju penularannya pun kini diabaikan.

Yah kita bersama tau, masyarakat memang sudah bosan mendengar kabar cerita dari Covid-19. Kebosanan itu lalu ditumpahkan ke kata-kata menghujat.

Salah seorang wartawan di Aceh Tengah, Karmiadi minsalnya. Ia terus memberitakan tentang perkembangan Covid-19 di daerah penghasil kopi arabika terbaik di dunia tersebut.

“Kawan-kawan yang aktif menulis kabar tentang Corona, begitu dipublish ke media tempatnya menulis, pasti dihujat. Miris memang, namun tugas kita sebagai jurnalis harus memberikan informasi kepada khalayak ramai,” kata Karmiadi beberapa waktu lalu.

Ia pun tak menghiraukan cibiran dari para netizen tentang pemberitaan yang ia buat. “Saya yakin, masih ada yang butuh informasi tentang Covid-19, untuk sekedar mengetahui atau menjaga diri dan keluarnya,” kata Karmiadi.

Harus Tetap Diberi Edukasi

Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh Tengah, dr. Yunasri, M.Kes mengatakan, pengabaian protokol kesehatan menjadikan suatu daerah bisa tidak terkendali jumlah kasus Covid-19 nya.

Ia pun sadar atas kebosanan masyarakat terkait kabar tentang Covid-19 tersebut. “Saya paham sekali masyarakat secara psikologis sudah capek dalam menghadapi pendemi selama setahun lebih,” kata Yunasri.

Pun begitu, selaku tenaga medis pihaknya harus tetap bekerja dan mengedukasi masyarakat secara terus-menerus.

“Kita harus terus melakukan edukasi dan belajar dari pemkembangan yang terjadi. Minsalnya, pada kejadian di Kudus dan Bangkalan, yang tentu saja kita tidak inginkan,” tegasnya.

“Jika kita abai dengan protokol kesehatan bukan tidak mungkin kejadian serupa terjadi di wilayah kita,” tambah Yunasri.

Sebaimana diketahui, di Kudus Jawa Tengah dan Bangkalan, Madura, Jawa Timur kasus Covid-19 saat ini melonjak tajam. Hingga dua daerah tersebut kini kekurangan tenaga medis. Belum lagi kasus di Jawa Barat yang kini menempati urutan kedua setelah DKI Jakarta dengan jumlah kasus tertinggi di Indonesia.

Menurut Yunasri, Aceh Tengah juga menjadi satu dari tiga wilayah di Aceh yang kini berstatus zona merah. Sebaran kasus Covid-19 di daerah berhawa sejuk yang sering disebut Gayo ini, kini menyebar di 14 Kecamatan.

“Tenaga medis juga sebenarnya sudah capek harus pakai APD terus saat bertugas. Jadi kami paham masyarakat bosan, jika kita mau menghilangkan kebosanan itu maka patuhi protokol kesehatan,” tandasnya.

Pandangan Psikolog

Banyaknya masyarakat yang tak percaya akan Covid-19 membuat pengabaian protokol kesehatan. Karena jalan ini, merupakan satu-satunya jalan yang mudah dilakukan agar kita tidak terinfeksi.

Namun faktanya, banyak masyarakat yang abai dengan keberadaan musuh yang tak tampak itu. Di Aceh secara umum dan Gayo secara khusus, masih banyak warga yang abai terhadap protokol kesehatan. Pengabaian ini, menjadi sebab melonjaknya jumlah kasus di Aceh dalam beberapa waktu terakhir.

Menanggapi masih banyaknya warga yang tak percaya Corona itu ada, salah seorang psikolog di Gayo, Wahyuni, S.Psi., M.Psi., memberikan tanggapannya.

Menurutnya, saat seseorang menghadapi situasi yang dirasa mengancam dan menimbulkan kecemasan atau ketakutan, maka muncul mekanisme pertahanan untuk melindungi diri.

“Salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri adalah denial atau penyangkalan. Dengan melakukan penyangkalan, maka individu berusaha terhindar dari rasa sakit, rasa cemas dan rasa takut,” kata Wahyuni beberapa waktu lalu.

Dikatakan lagi, saat mengalami ketakutan, sebenarnya sistem dalam tubuh langsung mengalihkan semua energi untuk bersiap menghadapi ancaman yg membuat kita berfikir untuk bertarung (fight) atau menghindar (flight).

“Perilaku menolak menggunakan masker, tidak patuh pada protokol kesehatan dan tidak percaya akan adanya virus corona adalah bentuk pertahanan diri menolak atau menghindar yang sebenarnya refleksi dari rasa cemas yang ia alami,” ujar Wahyuni.

Vaksin Kurangi Gejala Berat 

Bukan hanya Covid-19 yang membuat warga tak percaya. Program vaksinasi yang digalakkan pemerintah turut menjadi sasaran ketidakpercayaan tersebut. Hal ini lantaran, ada orang-orang yang sudah disuntikkan vaksin Covid-19 lengkap, namun tetap saja masih terjangkit.

Melihat fenomena itu, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin (RSUDZA), dr. Isra Firmansyah, berbagi pengalamannya sebagai penyintas Covid-19 yang sudah menerima suntikan vaksin.

Isra mengatakan, vaksin tidak mencegah terjadinya penularan Covid-19. Namun dengan adanya vaksin, maka potensi seseorang untuk bergejala atau jatuh sakit dengan kondisi parah ketika tertular virus corona dapat dikurangi.

“Manfaat vaksin Covid-19 dalam mencegah gejala sedang hingga sangat berat tercatat mencapai 90 persen,” kata Isra.

Isra menjelaskan, setiap orang yang sudah divaksin masih memiliki peluang untuk tertular virus corona apabila abai menerapkan protokol kesehatan. Ia menyarankan semua pihak untuk disiplin memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan meskipun sudah divaksin.

Hal senada juga disampaikan oleh dr. Makhrozal, Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh. Sebagai penyintas Covid-19 yang sudah sembuh. Ia sangat merasakan manfaat dari vaksinasi. Dikatakan, berkat adanya vaksinasi gejala sakit akibat virus corona dapat ditekan sekecil mungkin.

“Satu hal yang perlu kita pahami dari manfaat vaksin Covid-19, yaitu untuk mencegah timbulnya gejala sedang hingga berat pada pasien yang terinfeksi virus corona,” kata Makhrozal.

[Darmawan]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.