Semangat Bekerja Demi Terpenuhinya Nafkah Keluarga

oleh
Mahbub Fauzie

Oleh : Mahbub Fauzie*

Islam merupakan agama yang sangat berkepentingan mengajarkan penganutnya untuk memiliki semangat bekerja. Semangat bekerja dalam ajaran Islam didasari oleh semangat beribadah kepada Allah SWT.

Bekerja tidak sekedar hanya untuk memenuhi kebutuhan duniawi saja. Tapi lebih daripada itu, bekerja menurut Islam juga sebagai pengabdian kepada Allah SWT. Ssemangat bekerja dalam Islam adalah dalam rangka meraih ridha Allah SWT.

Selain bekerja sebagai ibadah dan pengabdian, dalam Islam bekerja juga fitrah manusia. Ini tentunya sesuai dengan pengamalan dari Firman Allah SWT dalam al-Qur’an surah Adz-Dzariyat ayat 56, yang artinya: “Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, (QS. adz-Dzaariyat : 56).

Seorang muslim yang memiliki semangat bekerja adalah orang yang selalu ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi sesama. Terlebih bagi seseorang yang sudah berkeluarga, maka semangat bekerja harus lebih dimantapkan lagi agar nilai kebermanfaatannya lebih berasa!

Menghadirkan nilai manfaat dari apa yang dikerjakannya bagi seorang muslim, juga sesuai dengan pengamalan dari kalimah hikmah bahwa: “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain (sesama). Seorang laki-laki sebagai suami atau kepala keluarga bekerja adalah dalam menghadirkan manfaat memenuhi nafkah bagi keluarganya.

Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda bahwa: “Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang laki-laki kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah.” (HR. Ibnu Majah)

Karena itu, Islam sangat mencela umat yang malas, yaitu mereka yang hanya menggantungkan hidupnya dari belas kasihan orang lain dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara meminta-minta. Tidak dibenarkan seorang Muslim bermalas-malasan, hanya berharap belas kasih dari orang lain pada hal sebenarnya masih mampu bekerja dengan kekuatan fisiknya.

Islam tidak membenarkan umatnya yang suka menyia-nyiakan waktu luang hanya untuk hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Ada spirit yang dimaklumatkan dalam ajaran Islam sebagaimana ditegaskan dalam surah Al-Insyirah ayat 7: ”Dan jika telah selesai satu pekerjaan maka segeralah mengerjakan pekerjaan lain”. Islam menghendaki umatnya dinamis dan tidak statis. Orang muslim harus giat bekerja dan tidak hanya bertopang dagu, menghayal saja!

Bekerja mencari nafkah salah satu dari kewajiban seorang Muslim. Apapun jenis-jenis pekerjaan sesuai profesi dan keahliannya tidak dibeda-bedakan dalam Islam, prinsipnya semua pekerjaan diperbolehkan, kecuali yang jelas-jelas dilarang.

Demikian juga bekerja yang sesuai profesi dan keahliannya, seperti orang yang bekerja di pemerintahan semisal sebagai Pegawai Negeri, Polisi, Tentara atau honorer. Bekerja sebagai penjual jasa, sebagai wartawan, atau bekerja sebagai pedagang, petani atau sebagai buruh kasar sekalipun.

Pekerjaannya yang sesuai profesi dan keahliannya jika dilakukan secara baik dan benar, tidak ada khianat dalam pekerjaannya, maka akan sangat mulia dihadapan Allah SWT. Bekerja secara ikhlas, sungguh-sungguh dan tidak malas.

Sebagai pegawai pemerintahan, seperti Pegawai Negeri baik sebagai pegawai kantor atau guru, tidak korupsi uang dan korupsi waktu, tidak suka bolos, mankir dari tugasnya atau hanya sekadar menerima gaji tanpa ada rasa tanggung jawab dengan apa yang harus dilakukan sesuai beban kerja yang seharusnya, maka hal itu dilarang dalam Islam.

Bekerja sebagai wartawan atau jurnalis juga benar-benar sesuai dengan kode etiknya. Tidak sekadar demi mendapatkan uang banyak, harus tega membuat berita yang jauh dari kebenaran dan fakta. Tidak ada cek dan ricek dalam meliput dan memberitakannya. Tidak ada tabayyun atau meneliti kebenaran peristiwa, sehingga ada fitnah yang dibuatnya.

Membuat berita yang tidak sesuai fakta sangat dilarang dalam agama sebagaimana pesan kitab suci al-Qur’an dalam surah Al-Hujurat ayat 6: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

Bekerja sebagai pedagang juga harus jujur baik dalam timbangan atau ukuran dan nilai barang yang dijualnya. Sebagai petani tidak suka menyerobot lahan atau hasil tanaman tetangga. Sebagai buruh tidak menyiasati waktu bekerja manakala tidak ada majikan atau bos-nya.

Intinya, semua pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan jenis pekerjaannya benar-benar tidak ada khianat. Tidak ada merugikan hak orang lain. Bekerja sungguh demi memenuhi nafkah halal bagi keluarganya dan dalam persaksian Allah SWT. Wallahu a’lam bis shawab.

*Penghulu Ahli Madya & Kepala KUA Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah. Pernah sebagai Guru dan Wartawan

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.