Sifat Wakil Itu, Seperti Anjing Pemburu Ingin Makan Jantung Rusa

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

“Saya dan anak keturunanku bersumpah tidak akan berhenti memburu rusa sebelum bisa memakan jantungnya,” demikian sumpah anjing ketika rusa jantan menendang tepat pada ubun-ubunnya.

Sejarahnya, ketika seluruh makhluk Allah masih bisa saling berkomunikasi, Raja Sulaiman mengundang seluruh binatang yang habitatnya di laut maupun di darat untuk berkumpul di Bukit Zinabun.

Mereka berdesak-desakan ingin mendengar langsung titah Sang Raja tentang penentuan Hak Allah dan Hak Adam.

Anjing dan rusa berada pada posisi paling depan. Berdekatan dengan Raja Sulaiman yang duduk di atas singgasananya. Rusa berulang kali memperingatkan agar anjing duduk dengan sopan, tidak mempamerkan kelaminnya di hadapan Sang Raja.

Si anjing mengacuhkan peringatan Sang rusa, sehingga emosinya tidak terbendung lagi dan menendangnya, sampai terlempar beberapa meter dari posisinya semula.

Sejak peristiwa itu, Sang anjing marah besar. Dendamnya tumbuh subur dan bersumpah sejak dirinya dan keturunannya kelak sampai akhir zaman akan terus memburu rusa dan akan berusaha memakan jantungnya.

Pawang rusa faham benar tentang “asbabun nuzul” dendam anjing kepada rusa, sehingga ketika rusa berhasil ditangkap, sang pawang tidak akan pernah memberikan jantung rusa kepada anjingnya.

Sang Pawang hanya memberikan paru-parunya atau sosof rusa kepada anjing pemburu itu. Sajian paru-paru rusa akan membuat anjing akan terus semakin bersemangat memburu rusa.

“Saya sudah dapat paru-parunya, sedikit lagi akan sampai ke jantungnya,” bisik naluri anjing.

Begitulah sifat anjing pemburu, kalau tuannya ingin anjingnya sebagai pemburu sejati, jangan pernah biarkan sampai makan jantung rusa.

Anjing yang semula sangat beringas dalam berburu akan menjadi bodoh dan malas kalau sudah makan jantung rusa karena memang naluri hidupnya hanya ingin melampiaskan dendam nenek moyangnya.

Sejurus dengan cerita anjing berburu ingin makan jantung rusa, mirip dengan prilaku wakil bupati yang tunduk pada nafsu yang sangat berbahaya apabila melekat pada dirinya yang suka mengarahkan kepada perbuatan dan perilaku yang dilarang agama atau yang disebut dengan “Nafsu Ammarah Bissu.”

Jabatan bupati itu seperti “memakan jantung rusa” sedangkan jabatan wakil bupati itu seperti “memakan sosop atau paru-paru rusa”. Sehingga seorang yang telah menduduki jabatan wakil bupati yang tidak bisa menata nafsunya, tidak akan puas sebelum “makan jantung rusa” atau menduduki jabatan bupati.

“Kita adalah tim” begitu bunyi janji wakil bupati kepada bupati, namun dalam perjalanan pemerintahannya, wakil yang mengedepankan nafsu aliran kirinya berharap dengan susunan bait-bait do’anya “ban serap” berharap agar ada ban pecah, sehingga bisa menggantikannya.

Bukan hanya do’a yang dipanjatkan, tetapi juga intrik dan adu domba siang malam dikobarkan, dengan harapan bupati segera mengundurkan diri agar cepat melenggang dan leluasa “makan jantung rusa”. Sungguh contoh yang buruk bagi generasi hijau yang mewarisi masa depan negeri ini.

Sudah terlalu banyak perpecahan di negeri ini. Ideologi, partai, aliran, Pilkada, Pilpres, Pileg, jumlah kekayaan, konflik adalah sumber perpecahan di dalam masyarakat, ditambah lagi keberadaan wakil bupati atau wakil walikota pada jabatan pemerintahan di kabupaten atau kota.

Sebagai pertimbangan, ternyata lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya keberadaan wakil bupati atau wakil wali kota dalam perjalananan pemerintahan di negeri ini, maka untuk masa depan sebaiknya ditiadakan saja.

Saya baru saja kembali dari hati mereka dan ternyata di setiap denyut nadinya berkata, “Saya sudah dapat paru-parunya, sedikit lagi akan sampai ke jantungnya.”

(Mendale, 21 April 2021)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.