Penyakit “Berwusen” Bagi Penghujat

oleh

Oleh : Dr. Jhoni, MN

Menghujat maknanya dalam KBBI melingkupi arti, (1) mencela, (2) mencaci, (3) memfitnah. Jadi, hujatan adalah hasil dari tindakan, dan perkataan yang bersifat menjatuhkan harga diri orang lain dan mencela perilaku orang lain dan membicarakan di belakang orang (memfitnah) orang dimaksud tersebut. Malah ada juga yang termasuk ke dalam kategori hujatan, di samping menjatuhkan harga diri orang ia juga membangun mosi tidak percaya, yakni melarang seseorang untuk tidak dekat dengan orang yang dimaksud, perintahnya: “jangan dekat-dekat dengan orang itu, nanti kamu bisa terkontaminasi”, itu fitnahnya.

Biasanya orang yang bersifat demikian adalah jenis orang-orang yang merasa dirinya paling benar dan merasa sudah berada di atas angin, dan orang tersebut biasanya adalah orang yang sudah terlena oleh jabatan dan uang serta materi kesenangan lainnya, sehingga ia sampai lupa bahwa kejayaan itu tidak pernah bersifat kekal dan abadi dimiliki oleh seseorang, nyawa kita saja tidak kekal berada di dalam raga kita, suatu saat ini pasti diambil juga dengan waktu yang tidak tentu.

Sangat merugi masa depan kita, jika kita hanya menghabiskan waktu hanya untuk menghujat kehidupan orang lain, jika terus-terusan ini berlangsung, maka kapan kita bisa membangun kualitas hidup diri yang lebih baik dan bermanfaat bagi sesama?.

Perbuatan yang demikian, sadar tidak sadar, mau tidak mau bahwa termasuk ke dalam bentuk perbuatan menghujat orang lain, maka akibatnya, perlahan-lahan akan kembali (terpulangkan) kepada si pelaku penghujat tersebut dengan cara menggerogoti hati dan otak orang yang memfitnah tersebut (penghujat) di suku Gayo disebut dengan “Penyakit Berwusen”.

Penyakit “Berwusen” ini dikenal di suku Gayo adalah dengan bentuk penyakit orang yang suka memfitnah, mencaci, mencela, dan orang suka menjatuhkan harga diri orang lain, sehingga sampai tindakan mempermalukan orang lain. Balasan atas perbuatan ini datangnya tidak seperti membalikan telapak tangan, tetapi dengan tidak dirasa perlahan-lahan balasan tersebut menggerogoti hati, otak dan lainnya si penghujat tersebut, pada akhirnya suatu saat penyakit tersebut tampak. Inilah yang dimaksud dengan penyakit “berwusen” pada suku Gayo.

Selanjutnya, siapa saja orangnya yang suka menabur benih-benih kebaikan dalam hidupnya, maka benih itu akan berbuah kebaikan pula, itulah yang akan dinikmati dalam hidupnya. Namun, sebaliknya, jika ada orang yang menabur benih keburukan dalam hidupnya maka benih itu juga yang akan berbuah, yakni keburukan juga. Yakin tidak yakin bahwa perbuatan menghujat dan mencela orang lain justru telah memberi peluang masuknya benih-benih keburukan dalam hidupmu.

Jika perbuatan ini sudah pernah berlangsung dan bahkan sudah sering dilakukan, alangkah baiknya pikirkanlah dan intropeksi diri lagi. Selama ini kita melihat orang tersebut dari sudut pandang yang mana,? apakah sudah dicoba melihat orang tersebut dari sudut pandang yang lain?.

Karena sejatinya setiap manusia memiliki dua sisi di dalam diri masing-masing, ada yang bernilai kebaikan dan ada yang juga keburukan dan ini menjadi tindakan dalam hidupnya.

Mungkin pengetahuan kita selama ini hanya mampu melihat sisi buruknya saja tanpa mau mengenal sisi baik dari orang yang kamu hujat tersebut. Pandanglah dan kenalilah orang yang sering dihujat tersebut dari sudut pandang yang berbeda dari semula. Olehsebab inilah ajaran agama melarang kita, khususnya umat Islam untuk membenci orang, karena jika sudah tertanam rasa benci, maka kalaupun perbuatan dan tindakannya benar, penilaian yang membenci tersebut tidak pernah ada benar dan tidak pernah baik, akibat sudah terlanjur membenci.

Untuk terhindar dari perbuatan tercela ini, maka perlu diketahui bahwa setiap manusia itu terlahir dalam kondisi yang tidak sama kesempurnaannya. Artinya, masing-masing manusia memiliki kesalahan-kesalahan dalam menjalani hidupnya.

Meski terkadang kesalahan tersebut sulit untuk diterima oleh orang lain, tetapi menghujatnya bukanlah pilihan yang tepat bagi orang-orang yang bijak dalam berpikir, lebih-lebih si penghujat orang yang bergelar dan berilmu pengetahuan, jika ditilik ke sipat ilmu pengetahuan tersebut mustahil ini dilakukan oleh orang-orang berilmu pengetahuan.

Seharusnya orang yang berilmu dan bergelar daripada perbuatan munghujat lebih baik yang dia lakukan menasihati, mendorong dan. Memberitahu dengan baik itu lebih bijak. Manusia yang paling baik dan bijak adalah mereka yang paling bermanfaat bagi sesamanya serta bagi yang lain.

Daripada terus-terusan menghujat, lebih baik kita memberi nasihat dengan kelembutan kata karena dengan cara ini lebih bermanfaat, yakni akan lebih membuat orang tersebut sadar dan berhenti melakukan kesalahan, bukan dengan cara menghujat dan menghina sehingga sampai rusak harga diri orang tersrbut.

Perlu disadari dengan sesadar-sadarnya, bahwa tidak ada untungnya perbuatan hujat-menghujat, hina-menghina, dan saling jatuh-menjatuhkan, cukup jadi pelajaran, tadi, kemarin dan sebelumbya kita menghadari dan bahkan mengantar teman, orang tua kuta, atau saudara kita untuk dimakamkan, akhur-akhur mati juga tanpa diketahui itu kapan akan datang menjemput.

Seterusnya, jika dirasa-rasa tidak ada nikmatnya, indahnya dan tidak ada bahagianya jika popularitas diri, jabatan, dan lainnya didapatkan dengan cara-cara menghujat dan dengan cara menjatuhkan harga diri orang lain, hal ini sama seperti pepatah orang tua dahulu, yakni apa yang ditanam pasti itu juga yang dipanen, juruk yang ditanam, maka jeruk juga yang kemudian dipanen, durian ditanam, durian juga yang dipanen, dan seterusnya.

Jadi bagi orang yang terhujat, yang dibenci dan yang dijelek-jelekan bahkan yang difitnah, tetaplah berbuat baik dan tetaplah bermanfaat bagi sesama dan orang lain. Kebaikan dan kebermanfaatan itu yang akan menunjukan kebenaran yang hakiki kepada si pembenci dan penghujat tersebut disuatu saat, yakinlah dan itu pasti, prosesnya tidak seperti menggigit cabe dan tidak seperti membalikan telapak tangan, tepi yakinlah suatu hari Allah menunjukan kebenaran dan kesalahan, yang penting yang baik tetaplah berlaku baik. Hal ini dapat dianalogikan, yakni Jika padi ditanam rumput sudah pasti ikut tumbuh, tetapi jika rumput di tanam padi tidak akan ikut tumbuh.

*Penulis adalah Wakkl Ketua Satu, Majelis Adat Gayo (MAG)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.