Majlis Adat Gayo Sosialisasikan Munyerah ni Anak Ku Tengku Guru

oleh

Takengon-LintasGAYO.co : “Nyawa ni ilmu i akal, nyawa ni beberasen i kal, nyawa ni ume i patal” (Ruhnya ilmu ada di akal, ruhnya ketersediaan pangan ada di takaran, ruhnya sawah ada di pematang).

“Sayang ke atemu kin anakmu ibengisi, geli ke atemu ikekopen” (Jika sayang kepada anak maka marahilah (ajarilah), jika tidak sayang dengan anak makan peluklah/manjakanlah).

Petikan kalimat diatas merupakan petatah petitih (pepatah nasehat) peninggalan nenek moyang masyarakat Gayo di Aceh Tengah.

Meski sarat dengan kiasan, namun jika dterjemahkan secara luas, mengandung makna dan filosofi yang sangat dalam. Pepatah ini mengandung makna bahwa ilmu sangatlah penting dalam kehidupan, oleh karenanya jangan sampai berat hati untuk menyerahkan anak menuntut ilmu.

Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal adat “Munyerahni anak ku tengku guru” (menyerahkan anak kepada guru untuk diajar/diberikan ilmu pengetahuan).

Menyerahkan anak kepada guru, dalam adat Gayo berarti berserah sepenuhnya kepada guru uuntuk mengajari/memberikan pelajaran kepada anak mereka tanpa campur tangan atau intervensi orang tua.

Namun sayangnya, pepatah nasehat maupun adat menyerahkan anak kepada guru ini sekarang sudah jarang terdengar, padahal itu merupakan bagian dari adat dan marwah urang (orang) Gayo.

Menyerahkan anak kepada guru, dalam adat Gayo berarti berserah sepenuhnya kepada guru uuntuk mengajari/memberikan pelajaran kepada anak mereka tanpa campur tangan orang. Belakangan Majalis Adat Gayo mulai gencar menginisiasi pelaksanaan adat ini, khususnya pada saat dimulainya tahun ajaran baru.

Untuk menghidupkan kembali adat yang mulai luntur di tengah masyarakat Gayo ini, Majelis Adat Gayo (MAG) Kabupaten Aceh Tengah bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, Kamis, 23 Juli 2020, menggelar Sosialisasi Adat “Munyerah ni Anak ku Tengku Guru” dan Pembinaan Norma Adat melalui Komite Sekolah.

Kegiatan yang digelar di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Tengah ini, diikuti oleh puluhan perwakilan komite sekolah dari beberapa tingkatan sekolah yang ada di Kabupaten Aceh Tengah.

Menurut Ketua Majelis Adat Gayo Kabupaten Aceh Tengah, Banta Cut Aspala, adat munyerah ni anak ku tengku guru merupakan ritual simbolis penyerahan anak dari orang tua/wali yang biasanya diwakili oleh komite sekolah kepada para guru atau pihak sekolah secara adat.

Penyerahan ini bermakna bawa orang tua telah menyerahkan sepenuhnya kewenangan dalam pendidikan anak kepada para guru selama anak-anak mereka menempuh pendidikan di sekolah. Artinya apapun yang akan dilakukan oleh para guru dalam mendidik anak-anak, tidak akan dicampuri atau diintervensi oleh orang tua.

Filosofi seperti ini sangat penting, karena dengan adanya ritual adat penyerahan anak ini, para guru tidak ragu lagi untuk menerapkan sistem pendidikan yang berlaku kepada anak-anak sesuai kebijakan sekolah.

Kalau dikaitkan dengan kondisi kekinian, dimana sering kita dengar ada guru yang dilaporkan oleh orang tua murid karena mengajar atau mendidik dengan agak keras, maka adat penyerahan anak ini seolah menjadi payung pelindung bagi para guru dari ketakutan untuk menerapkan disiplin belajar pada anak.

“Adat Gayo memiliki filosofi yang sangat luhur, seperti adat munyerah ni anak ku tengku guru ini, mengandung makna bahwa anak-anak harus dicerdaskan melalui pendidikan, dan orang tua tidak boleh mengintervensi guru atau lembaga pendidikan dalam menerapkan disiplin dan sistem pendidikan di sekolah, kalau dikaitkan dengan kondisi kekinian, adat Gayo ini sebenarnya sangat visioner,” ungkap Aspala dalam penyampaian materinya, Kamis (23/7/2020).

Ketua MAG ini juga menjelaskan bahwa untuk tahun ajaran baru 2020/2021 ini, kegiatan adat penyerahan murid kepada guru, sengaja tidak dilaksanakan akibat masih merebaknya pandemi Covid-19.

Namun sosialisasi tentang adat Gayo ini tetap dilakukan agar nilai-nilai luhur dalam adat Gayo tersebut tidak luntur ditelan jaman.

Sebelumnya, kegiatan ini secara kontinyu terus dilakukan oleh sekolah-sekolah di Kabupaten Aceh Tengah termasuk di Pesantren dan Madrasah, difasilitasi oleh Majlis Adat Gayo.

“Kalau situasi sudah kondusif, prosesi adat ini akan kita galakkan lagi, supaya tidak hilang begitu saja,” lanjut Aspala.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Tengah, Drs. Uswatuddin, MAP menyambut baik upaya MAG dalam mensosialisasikan adat penyerahan murid kepada guru ini.

Menurutnya, dengan adanya payung adat seperti ini, para guru tidak akan ragu atau takut dalam menegakkan disiplin dan menerapkan sistem pendidikan di sekolah secara penuh.

“Kami sangat mendukung digalakkanya kembali kearifan lokal ini, selain sebagai upaya pelestarian adat dan budaya Gayo, adat penyerahan murid kepada guru ini akan membuat para guru merasa aman dan nyaman dalam menerapkan disiplin dan sistem pendidikan di sekolah, dengan demikian pendidikan di Gayo akan lebih cepat maju,” ungkap Uswatuddin yang juga menjadi nara sumber dalam kegiatan sosialisasi tersebut.

Selain itu, menurut Uswatuddin, penerapan adat leluhur masyarakat Gayo ini dalam jangka panjang akan membentuk karakteristik anak yang memiliki pengetahuan luas namun tetap berakhlak mulia, hormat kepada orang tua dan guru, serta memiliki etika dan sopan santun dalam masyarakat. Artinya, penerapan adat ini juga memiliki nilai positif dalam pembentukan karakter anak.

Selain Ketua MAG dan Kepala Dinas Pendidikan, kegiatan sosialisasi ini juga menghadirkan nara sumber pakar adat Gayo, Dr. Joni, MN, M.Pd.BI dan Kepala Sekretariat MAG Aceh Tengah, Junaidi.S.Sos

[Fathan/DM]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.