Jangan Ada Kebencian Pada Kampung Kenawat (Part II)

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

“Sebutkan satu kata tentang Kampung Kenawat?”
“Pemberontak”
“Benar! kata lainnya?”
“Pejuang”
“Tepat!”

Begitulah andai terjadi dialog, ketika ditanya tentang Kampung Kenawat. Sehingga beberapa ungkapan menjadi kinayah; sebutan bagi pemudanya dihubungkan dengan GPK (Gerakan Pemuda Kenawat), dan bagi daerahnya banyak orang menyebutnya dengan kampung Vietnam karena menjadi wilayah gerilya dan sering dibakar akibat memberontak.

“Gen pemberontak,” saya kira, jangankan karena situasi politik dalam negeri, di satu kampung atau kantor pun kalau ada darah Kenawat yang berkeliaran di sana dipastikan akan mewarnai kebijakan yang ada. Kata orang tua dulu, itu sudah menjadi tabiat sejak lahir.

Satu hal lagi yang keren dari orang Kenawat, mereka tidak rasis. “Di mana langit dijunjung, di situ bumi dipijak” menjadi prinsifnya. Sehingga di manapun mencari hidup dan kehidupan, mereka dengan mudah beradaptasi.

Tidak berlebihan, kalau orang-orang faham, sungguh merasa beruntung para wanita bersuamikan orang Kenawat.

Kampung Kenawat Lut seperti perangkap ikan bubu. Pintu masuknya dari Kampung Pedemun sempit, setelah masuk baru kita tahu ternyata kawasannya luas.

Filosofis letak geografis Kampung Kenawat Lut adalah otak dalam tempurung kepala yang relatif kecil, tetapi memiliki pandangan yang luas. Tokoh-tokoh seperti Tengku Ilyas Leube, Tengku Baihaqi AK, Tengku Ibrahim Manteq (orang Gayo pertama yang hapal Al-Qur’an) adalah saksi sejarah filosofi itu.

Banyak orang tidak menduga ada kampung di sana. Sehingga dulu jalan tidak diaspal dan sinyal HP tidak ada. Padahal jaraknya dari kota Takengon kurang dari 5 KM. Bukan karena orang Kenawat tidak punya pengaruh, tetapi mereka hanya tidak suka menjilat.

Kampung Kenawat Lut merupakan asal kampung dari kampung-kampung Kenawat lainnya; Kenawat Delung, Kenawat Bener Kelifah dan lain-lain. Berdirinya kampung itu semuanya karena “impit ngenaki lues, nyanya ngenali temas” yang sekali gus ingin berperan serta dalam pembangunan negeri yang ditempati.

Tidak hanya orang Kenawat yang bangga terhadap daerah kelahirannya dan orang tuanya. Hampir semua orang bangga pada kampungnya dan kampung orang tuanya.

Beberapa orang yang menempelkan namanya dengan kampungnya; Bang Iwan Gayo, Bang Halidin Bewang, Bang Abu Bakar Gunung, Bang Hamdani Towa, Ahmadi Samar kilang dan lain-lain. Semua penambalan nama daerah pada namanya itu untuk merangkai identitasnya.

Tentu saja, tidak saja kampung Kenawat di Gayo yang punya identitas yang menjadi karakter masyarakatnya. Kampung-kampung lainnya juga pasti juga punya satu dua kata dalam menggambarkan situasi umum kampungnya untuk membangkitkan semangat masyarakatnya.

(Mendale, Ahad, 12 Juli 2020)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.