Literasi Bakal Bertambah, Buku Legenda dan Falsafah Gayo Karya Yusra Habib Segera Terbit

oleh
Penulis (kiri) dan Yusra Habib Abdul Gani (kanan). (Foto : Khalis)

DENMARK-LintasGAYO.co : Tokoh yang juga cendikiawan Gayo yang kini menetap di negara Skandanavia, Denmark, Dr. Yusra Habib Abdul Gani, SH telah merampungkan naskah buku tentang legenda dan falsafah Gayo.

Saat dihubungi LintasGAYO.co, Rabu 10 Juni 2020, Yusra mengatakan bahwa naskah tersebut akan diterbitkan ke dalam sebuah buku, guna menambah literasi tentang Gayo yang dinilai selama ini sangat minim.

“Buku ini akan bercerita tentang legenda, seperti Atu Belah, Puteri Ijo, Puteri Pukes dan lainnya, ” katanya.

Buku yang diberi judul Legenda dan Falsafah Gayo tersebut katanya lagi, lebih menitikberatkan pada falsafah kehidupan urang Gayo lewat legenda.

Lain itu, ia juga mengkalaborasikan falsafah Gayo yang diceritakan lewat kekeberen dan seni Gayo. “Kita juga sandingkan falsafah dari legenda itu dengan seni Gayo, seperti Didong, Tari Guel, Tari Sining dan Saman,” terangnya.

Yusra telah mengkaji, keberadaan kekeberen dan seni tidak bisa dipisahkan dalam adat dan istiadat Gayo. Sebagai contoh, syair lagu uten yang diciptakan Ceh To’et.

Ia pun harus mendengar puluhan kali lagu tersebut, baru mengerti makna yang disampaikan oleh Ceh kesehor dengan Kelop Sinar Pagi Gelelulungi nya itu.

“Luar biasa falsafah hidup yang dituangkan dalam syair didong oleh Ceh-Ceh kita terdahulu. Salah satunya Ceh To’et,” kata Yusra.

Menurutnya, setiap Ceh-Ceh di Gayo bisa menciptakan ratusan hibgga ribuan syair didong yang sarat makna. Ia berujar, bahwa Ceh didong dalam menggambar falsafah hidup urang Gayo sudah melampaui filsuf Yunani.

“Kalau filsuf Yunani, mereka punya rujukan, baik itu rujukan dari Plato dan Aristoteles. Nah, ceh di Gayo, rujukan dari mana, enggak mungkin mereka mengambil rujukan dari Yunani, itu logika,” tegas Yusra.

“Jadi dari mana rujukan mereka, pasti dari alam dan lingkungan sekitar mereka. Ceh kita bisa memvisualisasikan dengan karya yang indah. Contoh lain, Sali Gobal, luar biasa lagu-lagunya. Dan kebanyakan bercerita tentang kehidupan, seperti dalam syair Jejari dan Roda,” tambah Yusra.

Maka dari itu, agar falsafah itu tidak hilang, Yusra berinisiatif menuangkannya dalam sebuag buku. “Saat ini naskah sudah dikirim ke penerbit di Jakarta, tinggal cetak dan kita terbitkan. Ulasan lengkapnya nanti kita bedah bersama-sama,” ujar Yusra.

Lain lagi, dalam buku tersebut Yusra juga menyilipkan makna falsafah hidup Urang Gayo kepada seorang pemimpin yang ia ambil dari konsep umah silang atau umah persilangan.

Umah silang menurutnya, merupakan rumah singgah yang dipakai oleh seorang lelaki Gayo yang akan melangsungkan izab kabul dengan wanita pilihannya.

“Umah Silang ini berfungsi untuk mengecek sejauh mana kesiapan dan kematangan seorang laki-laki sebelum izab kabul dan menjadi pemimpin di keluarganya, tak luput dari ujung kaki hingga ujung kepala diperhatikan oleh orang banyak, begitu juga lafadz izab qabulnya diulang lagi,” terang Yusra.

“Konsep ini yang kita kaitkan dengan falsafah Gayo dalam memimpin. Enggak boleh langsung nyelonong jadi pemimpin, ia (pemimpin) harus paham dulu dengan apa yang ada disekelilingnya, masalah rakyatnya apa dan tahu solusinya,” demikian Yusra Habib Abdul Gani.

[Darmawan Masri]

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.