Oleh : Fauzan Azima*
Pandemi Covid-19 dan bencana lainnya; banjir, angin puting beliung dan gempa bumi sudah menjadi keseharian kita. Situasi ini menjadi tidak biasa. Pada saat inilah kita diuji kepedulian dan kasih sayang kepada rakyat.
Kalau pada masa duka ini pemimpin tidak muncul di masyarakat, itu artinya dia tidak layak menjadi pemimpin masa depan. Kalau harus menjadi pejabat dulu baru turun ke masyarakat, pertanda jauh sekali ikatan bathin antara kita dengan pemimpin itu.
Demikian juga dengan pejabat. Kalau hatinya tidak bersama rakyat, dia tidak akan bercapek-capek mengunjungi rakyatnya sampai ke pelosok negeri ini. Ukuran sederhananya, pejabat yang terjun melihat sendiri rakyatnya berarti benar hatinya bersama rakyat.
Pada masa bencana berlapis-lapis ini, apa yang dicitrakan. Kalau memang hatinya sudah membatu, dia akan tidak peduli penderitaan rakyatnya, apapun status dan jabatannya.
Di negeri kita ini, selama dan pasca bencana banyak masalah terjadi pada hari ini dan di masa akan datang. Kalau pandemi Covid-19 tidak teratasi dan menahun, maka hubungan pusat dengan daerah akan renggang. Beruntunglah kita masih punya TNI/Polri di lapangan sebagai perpanjangan tangan pusat untuk pertahanan dan keamanan agar negeri ini tidak bubar.
Peran pemerintah, juga personel tentara dan polisi sudah nyata di lapangan. Kita berharap juga mantan kombatan dan elemen sipil lainnya bersatu bersama-sama pemerintah dalam mencegah dan mengatasi bencana ini agar rakyat pun bersatu padu mengikutinya. Pemimpin kompak, rakyat pun akan ikut kompak.
Harapannya, kelak apapun yang terjadi pada negeri ini, kita tidak saling berebut menjadi pemimpin, apalagi saling bunuh, yang tentu saja akan merembes sampai ke rakyat berpuak-puak dan saling bunuh juga untuk ambisi pemimpinnya. Dari sekarang kita harus bersatu dan bersatu mencegah bencana dengan sikap empati pemimpin demi keberlangsungan hidup anak cucu kita.
(Mendale, 20 Mei 2020)