Petani Kopi Gayo : Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula

oleh
Mahlizar Safdi

Oleh : Mahlizar Safdi*

Saat ini masyarakat resah karena harga kopi anjlok. Dan anjloknya harga kopi itu petani sudah merasakan jatuh. Kemudian setelah harga anjlok sekarang malah nggak ada pengumpul yang mau membeli kopi, adapun yang mau beli tapi uangnya tidak ada.

Tidak perlu muluk-muluk memikirkan lauk pauk, sekarang ini petani hanya butuh kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan gula, yang mana simpanan untuk kebutuhan pokok sudah mulai menipis bahkan ada yang sudah habis, kali ini petani kopi Gayo yang sudah jatuh harus ketimpaan tangga yang dinaikinya.

Dalam kekalutan itu datanglah seberkah sinar dengan nama Resi Gudang. Resi Gudang disini berfungsi sebagai asuransi untuk kebutuhan tunda jual, petani menitipkan kopinya di resi gudang dengan waktu penitipan paling lama 5 bulan dan petani yang menitipkan kopinya akan ditalangi pendanaan kopinya sebanyak 70% dari nilai harga barang saat ini.

Sampai ketika nanti harga sudah mulai membaik, petani mengembalikan uang itu dengan bunga 6% dari harga barang.

Segenap kesadaran memandang ke arah cahaya tersebut, setidaknya ada harapan untuk membeli beras dan kebutuhan primer lainnya untuk sementara.

Tapi ketika hampir berhasil sampai di ujung cahaya timbul pula penghalang berupa aturan yang ruwet untuk kami yang hanya sekelas petani, kopi yang mau di Asuransikan di Resi Gudang punya sejuta rintangan untuk di capai.

Aturan ini tidak membantu petani sama sekali, karena setiap petani yang ingin menitipkan kopi nya haruslah memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu kuota minimal kopi yang di setorkan tidak kurang dari 10 ton alias 10.000 kg per kelompok petani.

Kelompok petaninya juga harus diakui oleh Disperindag. Selain itu rintangan lainnya adalah trase minimum di angka 8 dan kadar air 13,5%. Walaupun hal ini wajib demi menjaga kualitas kopi selama penyimpanan, tapi tidak semua petani tau bagaimana menghitung trase dan juga tidak semua petani punya alat pengukur kadar air yang valid.

Untuk ini saya menawarkan solusi, sebaiknya petani bisa mengantarkan kopinya langsung ke resi gudang berapapun jumlah yang dimiliki oleh petani tersebut, seperti yang disarankan oleh Bang Armiadi ASA kupi pada sebuah artikel di lintasgayo.co.

Kemudian uji kualitasnya juga dilakukan di Resi Gudang oleh profesional pengelola Resi Gudang, dan bila harus pun ada kelompok tani yang sudah diakui pemerintah maka ada baiknya pemerintah melalui intervensinya mengutus beberapa ketua dan bendahara kelompok taninya untuk ditempatkan di resi gudang guna menerima kopi yang diantarkan oleh petani.

Bila terlalu sulit dengan hanya segelintir ketua dan bendahara kelompok tani, maka kelompok tani yang ada di setiap kampung bisa dikumpulkan di Resi Gudang dan uji lab kopi nya juga bisa dilaksanakan disana.

Selain persoalan syarat kelompok tani, tentang biaya bunga sebesar 6% ketika pengembalian uang hasil titip kopinya juga harusnya dipangkas, terserah mau itu berasal dari APBN, APBA, dan APBD, hal ini pemerintah lebih tau, daripada nanti pemerintah harus menanggung sembako untuk seluruh petani kopi di Gayo biayanya bisa lebih besar lagi.

*Petani Kopi

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.