Veenhuyzen dan Kebun Kopi Arabika Pertama di Gayo

oleh
Bangunan Rumah Veenhuyzen di Paya Tumpi. (Koleksi Zulfikar Ahmad)

Catatan : Darmawan Masri*

Kopi menjadi denyut nadi perekonomian sebagian besar masyarakat Gayo (Aceh Tengah dan Bener Meriah). Ratusan ribu hektar perkebunan kopi kini tersebar di dua daerah bersaudara itu menjadikan Gayo kini berstatus sebagai penghasil kopi arabika terbesar di Asia.

Cerita kopi, seakan tak ada habisnya. Istilah, tak ada cerita jika tak ada kopi, memang benar adanya. Tak akan ada habisnya kopi arabika Gayo untuk ditulis. Ditengah berkembangnya dunia teknologi saat ini, kopi Gayo juga turut berkembang.

Baca Juga : Dilanda Perang Dagang, Apa Yang Membuat Harga Kopi Gayo Tetap Tinggi?

Lihat saja coffee-coffee shop yang ada di Aceh Tengah dan Bener Meriah saat ini. Keberadaannya menjamur bak cendawan di musim hujan. Hal itu menunjukkan geliat kopi sebagai roda penggerak ekonomi urang Gayo semakin kentara dilihat.

Lain itu, ilmu pengetahuan yang berkembang pesat di era global ini, menjadikan masyarakat Gayo terus mengasah kemampuannya di bidang kopi. Berbagai sajian pola minum kopi juga berubah dalam masyarakat Gayo. Jika dulu, jenis minuman kopi espresso, black coffee dan americano masih awam ditelinga urang Gayo, kini jenis-jenis minuman sajian kopi itu tak asing lagi. Bahkan hampir di semua warung telah menyuguhkan menu tersebut.

Tak kalah menarik, menu-menu itu bisa didapat dengan harga yang murah dengan sajian kopi terbaik di dunia dengan ciri khas aroma dan rasa yang kental. Sajian harga murah yang tentu kita tidak dapatkan di cofee shop di daerah lain.

Bicara Gayo tak terlepas dengan hamparan perkebunan kopinya dengan daya tarik panorama alam yang indah dan hamparan danau Lut Tawar berpenghuni ikan endemik depik (Rasbora tawarensis). 

Baca Juga : Sekilas Perjalanan Kopi Arabika Gayo

Namun darimakah kopi itu berasal? Siapa yang pertama sekali mengembangkan kopi jenis arabika di Gayo? Dimana perkebunan pertamanya? Semua pertanyaan ini tentunya menjadi tanda tanya bagi kita semua. Masih sedikit literatur yang membahas ke arah itu.

Perkebunan Kopi Milik Veenhuyzen di Paya Tumpi. (Koleksi Zulfikar Ahmad)

Dari hasil penelusuran kami, kopi memang sudah mendarah daging dalam diri urang Gayo. Sebelum nama kopi itu dikenal, urang Gayo menyebutnya dengan nama Sengkewe ada pula yang menyebutnya dengan nama Kewe. Hingga akhirnya muncul mantra kopi yang diberi judul Siti Kewe. Nama kewe sendiri berasal dari bahasa Arab, Kahwa yang berarti kopi.

Tanaman kopi di zaman dulu bagi masyarakat Gayo menurut literatur yang kami dapat, tidak disajikan dalam bentuk bubuk, melainkan urang Gayo kebanyakan hanya memanfaatkan daunnya untuk dijadikan teh. Tanaman kopi juga dibiarkan tumbuh liar di pekarangan.

Hingga akhirnya datanglah penjajah Belanda ke bumi Gayo membawa pembaharuan terhadap bidang ini. Menurut studi literasi yang dilakukan salah seorang warga Takengon, Zulfikar Ahmad aman Dio, perkebunan kopi pertama di Gayo ada di Paya Tump, Kecamatan Kebayakan, Aceh Tengah. Adalah Veenhuyzen seorang Belanda yang pertama kali membuat perkebunan kopi arabika di kawasan tersebut, sebelum tahun 1920.

“Dari studi literasi yang saya dapat, diperkirakan kebun kopi Veenhuyzen terletak disekitar totor pemulo Paya Tumpi. Disekitar KM 98 itu, ada sebuah gubuk berdinding tepas bambu miliknya,” kata Zulfikar Ahmad beberapa waktu lalu.

Kopi di Perkebunan Veenhuyzen di Paya Tumpi (Koleksi foto Zulfikar Ahmad)

Tak hanya kopi, Veenhuyzen bersama tiga orang putranya mengolah lahan disepanjang lereng curam. Ia bersama tiga anaknya itu membagi lahan pertaniannya dengan 25 bagian yang dia tanami dengan berbagai jenis sayuran.

“Pada tahun 1921, Veenhuyzen mulai menanam kentang yang benihnya di impor langsung dari Belanda. Selain kentang, ia juga menanam wortel, terong, kol, kacang arcis dan lobak,” terang Zulfikar Ahmad.

“Masyarakat lokal juga kemudian tertarik menanam kopi dan sayuran. Veenhuyzen juga punya nama dagang Paya Tumpi, untuk menjual hasil pertaniannya ke seluruh wilayah Aceh melalui Bireuen,” tambahnya.

Kesuksesan Veenhuyzen kemudian dilirik oleh Dinas Informasi Pertanian Hindia Belanda melirik potensi lain. Masyarakat yang awalnya tertarik kepada kentang, diberi penyuluhan tentang tanaman lainnya. Hingga akhirnya, pada tahun 1932 Dinas Informasi Pertanian mendatangkan bibit jeruk varietas mandariin dari Jawa. Komoditi ini sukses digalakkan, tapi untuk komoditi lainnya seperti apel dan anggur gagal.

Veenhuyzen Memanfaatkan Lereng Curam Mengolah Pertaniannya Bersama 3 Orang Putranya di Paya Tumpi. (Koleksi Zulfikar Ahmad)

“Produksi kopi, kentang dan sayuran mulai melimpah. Komoditi ini mulai dilirik oleh orang-orang Cina, Arab dan Melayu yang menguasai perdagangan di Takengon. Akhirnya komoditi ini mulai di ekspor melalui Lhokseumawe dan kadang-kadang dijual ke Medan, Sumatera Utara. Petani Eropa di Takengon juga tertarik membeli kopi Gayo dari masyarakat,” kata Zulfikar Ahmad.

Setelah produksi melimpah, kopi Gayo kemudian di ekspor ke mancanegara. Menurut Zulfikar, kopi Gayo pertama kali di ekspor pada tahun 1929. Kemudian pada tahun 1938, hanya dalam jangka waktu 9 tahun saja, nilai ekspornya sudah mencapai 82.546 gulden atau setara dengan Rp. 594 Juta (Kurs Rupiah saat ini).

Literatur lainnya, selain kopi arabika Belanda juga mengembangkan jenis kopi Robusta di Tanah Gayo. Jenis kopi ini lah yang kemudian digemari masyarakat Gayo. Sebelum pola minum kopi arabika yang menurut beberapa studi lebih sehat. Kopi Robusta-lah yang menjadi konsumsi sehari-hari masyarakat Gayo.

Seperti urang Gayo tertipu oleh permainan dagang Belanda. Padahal nilai kopi arabika yang tinggi di tingkat ekspor harusnya menjadi indikasi bahwa jenis kopi itulah yang paling enak dari pada kopi Robusta. Namun, peralihan pola minum kopi Robusta ke Arabika masyarakat Gayo nampaknya saat ini telah mengalami perubahan drastis.

Baca Juga : Diet Sehat Dengan Kopi Arabika Gayo

Melihat perkembangan ekonomi dalam bidang kopi ini semakin menjanjikan, studi lainnya yang kami dapat, penjajah Belanda mulai memetakan wilayah-wilayah yang bagus ditanami komoditi yang cukup di gemari didunia itu. Sedikitnya ada 3 blok yang dipetakan oleh Belanda.

Blok A mencakup wilayah Paya Tumpi, Blang Gele, Bies hingga ke Jamur Barat, Silih Nara. Blok B kawasan Bergendal hingga ke Sp Tiga Bener Meriah. Sementara Blok C di kawasan Lampahan. Nama Blok C kemudian hingga saat ini menjadi salah satu kampung di kawasan Bener Meriah. Namun, produksi kopi di blok ini menurun.

Berbicara ketiga Blok tersebut, di Blok A tepatnnya di kawasan Blang Gele, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, Belanda mulai membangun pusat pengolahan kopi. Belanda pernah membangun sebuah kolam di Belang Gele. Kolam tersebut, dijadikan sebagai penampung air, yang kemudian dialirkan sekitar 1 Km dimana mesin penggiling kopi milik Belanda beroperasi.

Ulasan ini dapat dilihat pada link ini : Belang Gele Pernah Jadi Sentra Pengolahan Kopi Arabika Gayo Di Masa Belanda

Terkait kopi ini, orang-orang Belanda bisa dibilang pembaharu bagi masyarakat Gayo saat ini, hingga akhirnya kopi Gayo tetap menjadi komoditi andalan untuk di ekspor. Meski pola ekpor ini sebelumnya juga menjadi permasalahan serius bagi masyarakat Gayo. Mengapa tidak, sebelum tahun 2009 dimana masa itu titik awal kebangkitan kopi Gayo, pengekpor kopi rata-rata dimainkan oleh pengusaha medan.

Hingga muncul istilah, Gayo punya barang Sidikalang punya nama. Namun kesadaran urang Gayo mulai tumbuh. Kopi arabika Gayo yang telah diakui sebagai kopi terbaik di dunia menjadikan pedagang lokal melek. Mereka pun mendirikan beberapa koperasi untuk kemudian melakukan ekspor ke berbagai negara tanpa melalui pedagang Medan, yang memutus mata rantai permainan harga.

Baca Juga : Bener Meriah Siapkan Raqan Perlindungan Kopi, Abuya : Pintu Masukan Terbuka Lebar!

Namun begitu, kopi Gayo belumlah aman bagi petaninya sejahtera. Masih terdapat beberapa permainan yang harus segera dilindungi oleh pemerintah. Semoga kopi akan tetap abadi sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat Gayo, tanpa dihancurkan oleh tangan-tangan pemuja fulus serakah lewat tambang emas yang akan digali di Linge hingga pedagangnya yang culas. Semoga saja hal itu bisa teratasi dan pemerintah harus dengan sigap melindungi warganya.

Baca Juga : Diduga Ada Perang Dagang Kopi Arabika Gayo

*Pemimpin Redaksi LintasGAYO.co

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.