Teungku Puteh, Pemugar Kampung Laping Pulo Aceh

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Di Aceh banyak terdapat tempat, makam dan orang keramat. Pada masa Bangsa Portugis menyerang Bangsa Aceh salah seorang yang keramat adalah Teungku Muhammad Al-Fariz bin Muhammad Zakaria atau di kalangan masyarakat di Kampung Laping, Kemukiman Pulo Breuh Utara, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh besar menyebutnya Teungku Puteh.

Di Pulo Aceh Teungku Puteh sebagai guru mengaji tarekat dan tasauf serta ahli di bidang pengobatan; baik medis maupun non medis. Penyebutan “Teungku Puteh” sendiri karena penampilan kesehariannya selalu memakai selendang putih.

Makam Teungku Puteh di Kampung Laping, kini telah menjadi salah satu makam dan tempat keramat. Kalau anak-anak Kampung Laping sakit berat dan sudah ikhtiar tidak juga sembuh, biasa orang tuanya membawanya ke makam tersebut dan umumnya langsung sembuh. Itulah salah satu bukti kekeramat makam Teungku Puteh.

Sayangnuya, kondisi makam Teungku Puteh tidak terurus, bahkan hampir tidak ada jalan menuju ke sana. Padahal jaraknya dari jalan raya hanya sekitar 50 meter. Bentuknya pun tidak menyerupai makam karena sudah tertutup semak belukar dan tidak berbatu nisan.

Memang sangat tidak dianjurkan “memuja kuburan” tetapi setidaknya memuliakannya sebagai orang yang memugar atau meletakan dasar-dasar bermasyarakat dan berkeyakinan kepada Allah Subhanahu wata’ala di Kampung Laping, patut kita lestarikan, setidaknya memberikan tanda dan melestarikan sejarahnya agar anak cucunya “tusoe droe.”

Hakikat tujuan ziarah adalah “menggali dan mengkaji sejarah” agar apa yang salah diperbuat pada masa lalu bisa kita koreksi dan perbaiki pada kehidupan ini, serta kalau itu benar maka kita memapahnya agar menjadi pedoman hidup bagi kita untuk saat ini dan masa yang akan datang.

Kampung Laping sendiri adalah kawasan daerah tertinggal dan terisolir. Satu-satu akses menuju kampung tersebut adalah lewat jalur laut dari pelabuhan Uleelhe. Pada masa-masa angin kencang dan gelombang tinggi, maka dari kampung Laping tidak bisa berlayar ke daratan, demikian juga sebaiknya, dari daratan tidak bisa menuju Kampung Laping.

Adapun asal usul nama Kampung Laping adalah daerah tersebut terdapat teluk yang menjadi dermaga atau tempat sandaran kapal-kapal kecil Bangsa Portugis. Daerahnya lapang (tandus), tetapi lidah orang Putugis susah menyebut kata “lapang”, mereka selalu menyebut “Laping” sehingga walaupun orang Portugis itu telah pergi, masyarakat tetap menyebutnya “Laping” yang telah menjadi pemukiman penduduk yang berjumlah 47 Kepala Keluarga atau 167 jiwa.

(Banda Aceh, 6 Juli 2019)

Comments

comments

No More Posts Available.

No more pages to load.