Aceh Tersungkur (Suatu Analisis dan Critique Sejarah 1901-1950)

oleh

Resensi Buku

Judul : Aceh Tersungkur 

Penulis : Dr. Yusra Habib Abdul Gani, SH

Penerbit : Bandar Publishing 

Buku ini merupakan rangkuman dari pelbagai fakta yang mengisahkan tentang implikasi taktik ´politik ethis’ kolonial Belanda terhadap golongan inlander dan Timur Asing pada umumnya serta Aceh khususnya yang prosesnya bermula sejak 1901 lagi. Aceh terpaksa berhadapan dengan tiga kekuatan luar, yaitu Belanda, Jepang dan Indonesia. Tiga kekuatan ini bersama-sama menindih dari atas, tatakannya adalah kalangan putera Aceh yang berhaluan nasionalis, sehingga Aceh layaknya bagaikan ´sandwich’ terhimpit dari bagian atas-bawah yang akhirnya mesti mengikuti kehendak politik mereka. 

Adalah benar terdapat kekuatan Ulama -khususnya dari kalangan Dayah- akan tetapi kekuatan politik mereka terpelanting oleh derasnya politik para putera Aceh yang berhaluan nasionalis. Mereka tidak berdaya mengambil alih kuasa dari Belanda yang angkat kaki dari bumi Aceh tahun 1942 dan tidak cerdas memanfaatkan situasi politik ketika Jepang menyerahkan kuasa kepada putera-putera Aceh yang bertugas sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah pusat Indonesia. Sementara itu, kekuatan “Aceh Pungoe” yang sejak tahun 1918-1942 telah berjasa meratakan jalan politik dan militer di Aceh, tiba-tiba menghilang dari kancah perjuangan militer dan politik.

Peluang ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh kalangan nasionalis Aceh untuk mendominasi kuasa di Aceh dan bekerjasaa dengan Pemerintah pusat Indonesia melalui KND Aceh memasukkan Aceh kedalam wilayah berdaulat Indonesia. ACEH TERSUNGKUR!

Situasi politik pasca kemerdekaan Indonesia (1946-149) tidak mampu juga dimanfaatkan oleh politisi Aceh, pada hal Jenderal Spoor telah membayangkan dalam surat/laporan rahasinya kepada pemerintah pusat Belanda berhubung masa depan Aceh yang berhak untuk merdeka. Perkara ini tidak dapat dicerna oleh Tengku Daud Beureu-éh, yang justeru tergiur dengan jabatan Gubernor Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo. Jebih konyol lagi Tengku Daud Beureuéh dkk, justeru meminta kepada Safruddin Prawiranegara untuk membentuk Provinsi Aceh pada akhir tahun 1949, yang akhirnya dibatalkan oleh Kabinet Abdul Halim (1950) atas alasan menyalahi prosedur.

Selain itu, disusul pula dengan tajamnya pena para sejarawan yang melapah, mengoyak sejarah Aceh hingga berkeping-keping dan secara bertahap dan sistematik menghapus fragmen-fragmen sejarah Aceh dari lipatan sejarah peradaban dunia yang ditempuh melalui sylabus pembelajaran sejarah yang dikemas rapi, agar orang tidak lagi mengingat jejak langkah Aceh dalam pentas politik Internasional. Priode (1901-1950), merupakan phase kritikal dan penentu masa depan Aceh.

Kronologi peristiwa yang melatar belakangi dan factor-faktor yang menjadi punca penyebab sehingga Aceh jatuh tersungkur di separuh abad ke-20, yang ditandai dengan bertukarnya status Aceh dari sebuah negara berdaulat dan merdeka menjadi sebuah Residen (1938-1942) di era kolonial Belanda; … Residen (1942-1945) semasa pendudukan Jepang; … Residen (1945-1949) di bawah pemerintahan RI dan menjadi Provinsi di bawah pemerintahan RIS (1949-1950) dan NKRI (1950); jawabannya dapat ditemukan disini.

Buku ini sudah tersedia di Gramedia Banda Aceh dan Toko Buku Zikra Banda Aceh. []

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.