2 Anak Pendepe Kopi Hingga Sumber PAD Terbesar Ditengah Anggaran Daerah yang Minim

oleh

Nabila namanya. Kelas 5 Sekolah Dasar Tamidelem. Disela-sela waktu sekolahnya, Nabila, ditemani Fitri, teman sekelasnya. Menyortir kopi. Mendepe bahasa lokalnya.

Satu kilo, Nabila dibayar Rp. 10 ribu. Untuk kopi peaberry dan long berry. Sementara untuk kopi biasa, Nabila dibayar Tp. 1000 perkilo.

Hasilnya, Nabila dan Fitri bisa membiayai diri sendiri. Bahkan baju hari rayanya dibeli sendiri dari hasil mendepe.

Nabila dan Fitri tinggal di Gunung Bahgie-Payareje. Sebuah Kampung ditepi gunung. Disana penduduknya bertani kopi.

Tadi pagi, Sabtu (30/9/2018), aku datang kesana. Memesan kopi Gayo dari tokenya Nabila dan Fitri.

Jasriadi, toke disana, berhasil menciptakan mikro ekonomi dari berdagang kopi Gayo. Perputaran uang Jasriadi mencapai ratusan juta. Jasriadi mempekerjakan tetangga dan familinya bekerja bersamanya.

Sebuah pola ekonomi skala kecil. Ke depan, orang-orang seperti Jasriadi idealnya di dukung stake holder berkompoten demi memajukan ekonomi masyarakat Kampung.

Jasriadi, hendaknya diberi banyak kemudahan fasilitas keuangan, sarana dan prasarana pengolahan kopi gayo.

Kopi gayo, sudah jelas hasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar. Milyaran. Bahkan nilai transaksi perdagangan kopi Gayo setiap tahunnya mencapai Tp. 2 triliun lebih. Adakah uang sebanyak ini bisa didapat dari sektor lain?

Lantas kenapa tidak dana dan fasilitas infrastruktur dari APBK Aceh Tengah diarahkan ke kopi….?

[Win Ruhdi Bathin]

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.