Rencana Mutasi Pejabat di Lingkungan Pemkab Aceh Tengah 2018 Terburuk Selama 28 Tahun

oleh

Oleh : Fauzan Azima*

Patung berdiri tak boleh nampak gigi dan bergerak, Patung

Permainan anak-anak zaman dulu itu, pantas kita istilahkan kepada Sekretaris Daerah Aceh Tengah, Karimansyah I, SE, MM, yang sama sekali tidak diberi peran oleh Bupati Shabela Abubakar dan Wakil Bupati Firdaus (Pemerintahan Shafda) dalam menentukan atau sekurang-kurangnya dimintai pendapat soal mutasi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah.

Rencana mutasi di Lingkungan Pemkab Aceh Tengah sudah tiga kali gagal karena ada satu kubu yang terlalu mendominasi yang sama-sama satu wawasan almamater dengan Bupati Shabela Abubakar. Namun Bupati Shabela sendiri menjadi galau dalam mengakomodir semua pihak sehingga mutasi berjalan lambat dan penuh pertimbangan.

Kegagalan mutasi kali ini adalah preseden buruk buat pemerintahan Shafda karena setidaknya kata pegawai senior, “Saya sudah 28 tahun sebagai PNS di Aceh Tengah, belum pernah ada kejadian mutasi sekacau ini.”

Mekanisme mutasi di lingkungan Pemda tentu menjadi tugas Sekda, Asisten III dan BKD dengan mempertimbangkan keinginan bupati dan wakil bupati terpilih serta melihat aspek politik dan lain-lain yang tidak tertulis.

Kenyataannya, ketika Sekda Karimasyah Idris yang punya rekam jejak bersih “dianggap patung” tidak diikutsertakan dalam menyusun pejabat eselon II, III dan IV di lingkungan Pemkab Aceh Tengah, Pemerintah Shafda ketakutan sendiri melakukan mutasi karena tidak ada bemper yang bisa dijadikan penahan kalau satu waktu ada protes oleh kalangan tertentu.

Jika dalam akhir bulan September atau awal bulan Oktober 2018 ini tidak ada mutasi maka tidak mungkin lagi diadakan mutasi karena kesibukan; mulai menyusun laporan pertanggungjawaban bupati dan anggaran tahun 2019 yang kalau salah menempatkan orang atau tidak berpengalaman maka menjadi bumerang pada pemerintahan Shafda sendiri. Kurang nyaman dalam bekerja akibat ketidakpercayaan kepada bawahan.

Efek “hantu mutasi” ini jangan dianggap sepele. Bukan saja kinerja aparatur menjadi rendah, lebih dari itu, para kepala sekolah SD dan SMP menjadi malas mengurusi sekolahnya karena serajin apapun mereka tokh bayangan diberhentikan di depan mata karena menganggap dirinya bukan pendukung pemenang Pilkada sehingga anak-anak yang menjadi korban. Harapan generasi muda kita ke depan terlantar hanya karena ambisi kubu tertentu.

(Mendale, 28 September 2018)

Comments

comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.